Adab Murid Kepada Guru dalam Kitab Talim Muta'alim

 
Adab Murid Kepada Guru dalam Kitab Talim Muta'alim
Sumber Gambar: KibrisPdfsandipo

LADUNI.ID, Jakarta - Artikel kali ini akan membahas fasal tentang mengagungkan ilmu dan ahlinya ilmu, lebih detailnya akan menjelaskan adab murid/siswa terhadap guru dalam Kitab Talim Muta'alim. Silahkan buka adab murid terhadap guru dalam Kitab Ta'lim Muta'alim halaman 16.

Perlu diketahui, bahwa sesungguhnya seorang pencari ilmu tidak akan memperoleh ilmu dan tidak mendapatkan kemanfaatan ilmunya, kecuali dengan mengagungkan ilmu, ahli ilmu, mengagungkan guru dan menghormatinya. Tak akan sampai seseorang pada apa yang dicarinya, kecuali dengan menghormati guru, ilmu dan selain keduanya yang termasuk dalam penentu berhasilnya apa yang dicari. Dan tak akan jatuh seseorang dari derajat yang tinggi, kecuali dengan meninggalkan penghormatan dan pengagungan.

Hormat itu lebih baik dari taat. Apakah Anda tidak tahu bahwa manusia itu tak akan kufur karena bermaksiat, dan pastinya manusia jadi kafir lantaran tidak hormat dengan perintah dan larangan Allah, yakni menganggap enteng dan menghinanya.

Termasuk dalam mengagungkan ilmu, yaitu mengagungkan pada sang guru. Makna ini dipegang berdasar ucapan, bahwa Ali ra berkata:

أنا عبد من علمنى حرفا واحدا، إن شاء باع، وإن شاء استرق

Sayalah menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekakan ataupun tetap menjadi hambanya (pembantu) Inilah kesempurnaan dalam mengagungkan. Nabi SAW pun bersabda :

من علم عبدا اية من كتابة هللا فهو مواله

Siapa yang mengajarkan seorang hamba satu ayat dari Kitab Allah, maka dialah tuannya hamba tersebut.

Amirul mukninin Sayyid 'Ali  pernah bersyair tentang mengagungkan guru :

رأيت أحق الحق حق المعلم وأوجـبه حفظا على كل مسلم

لقد حق أن يهدى إليه كرامة لتعليم حرف واحد ألف درهم

Keyakinanku tentang hak paling hak adalah hak guru, paling wajib memeliharanya kepada setiap muslim Yakinlah guru berhak dihadiahkan kemuliaan, karena mengajar satu huruf, berhak seribu dirham Maka sesungguhnya orang yang mengajarmu satu huruf yang diperlukan dalam urusan agama adalah bapakmu dalam kehidupan agama.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :

خير االباء من علمك

Bapak terbaik adalah orang yang mengajarmu Diriwayatkan bahwa Iskandar Dzulqarnain pernah ditanya, "Mengapa mengagungkan gurumu lebih banyak dari pada mengagungkan ayahmu ?" Beliau menjawab, "Karena sesunggunya ayahku yang menurunkan dari langit ke bumi, sementara guruku mengangkatku dari bumi ke langit".

Pendapat lain menyatakan bahwa ruh dalam badan itu bersambung di alam Rahim ibu, yakni ruh ini turun dari alam malakut ke alam nyata dan alam kerusakan. Penyebabnya adalah ruh yang mendatangi badan, hal ini akibat kedua orang tua.

Adapun guru adalah yang menaikkan ruh insan ini dari alam fana (rusak) ke alam baqa (kekal) karena kesempurnaan dalam mengetahui Tuhannya.

Guru kami Syaikhul Imam Sadiduddin Asy-Syairaziy berkata, guru-guru kami berucap

: Barang siapa yang menginginkan putranya menjadi 'alim, maka hendaklah menjaga para pengembara golongan ahli fiqih, memuliakannya, mengagungkannya dan memberikan sesuatu atau menyedekahkan sebagian harta walaupun sedikit. Maka kalau bukan putranya yang alim, maka cucunya yang menjadi 'alim.

Maka jelaslah bahwa pengagungan dan pemuliaan para ulama adalah perkara yang akan diterima dan memberi faidah terhadap seumpama faidah tersebut. Adab kepada guru menurut Kitab Talim Muta'alim Dan sebagian dari menghormati guru adalah tidak berjalan di depannya, tidak duduk di tempatnya, tidak memulai berbicara menyangkut sesuatu hal kecuali atas izinnya, tidak banyak berbicara dekatnya, tidak menanyakan sesuatu ketika beliau sedang bosan, menjaga waktu beliau yang digunakan untuk belajar, jangan mengetuk pintunya tetapi bersabarlah hingga ustadz yang keluar. Maka semua ini kekhususan untuk mengagungkannya.

Maka kesimpulannya adalah mencari keridhoan guru, menjauhkan dari timbulnya kebenciannya, menjungjung tinggi perintahnya pada selain maksiat kepada Allah, sebab tidak boleh taat kepada makhluk dalam melakukan perbuatan maksiat kepada Maha Pencipta.


Adab murid terhadap guru menurut Kitab Talim Muta'alim

Dan sebagian dari menghormati guru yaitu menghormati putera dan semua orang yang bersangkut paut dengannya, baik karena nasab atau ada sebab lain.

Guru kami Syaikhul Islam Burhanuddin Shahibul Hidayah pernah bercerita bahwa ada seorang imam besar di Bukhara, beliau berada di suatu majlis belajar seperti biasanya dan ia sesekali berdiri di tengah-tengah majlis itu. Lalu beliau ditanyai tentang hal itu, lalu jawabnya, sesungguhnya ada seorang putra guruku yang sedang main-main dengan teman-temannya di jalan dan dia sesekali mendatangi pintu masjid. Maka tatkala Saya melihatnya, Sayapun berdiri demi menghormati guruku.

Qodli Imam Fakhruddin Al-Arsabandi yang menjabat kepala para imam di Marwa, yang sangat di hormati sultan pada zamannya, berkata : "Saya bisa menduduki derajat ini, karena menghormati guru. Maka sesungguhnya Saya menjadi pelayan guruku Qoodii Imam Abi Yazid Ad-Dabbusi. Aku menjadi pelayannya dan tukang masaknya dan Saya tidak turut memakannya."

Maksudnya, sesungguhnya pelayanan dan menjadi juru masaknya, bukan karena makanan dan untuk mendapat manfaat dari itu, tapi hanya mengagungkan dan menghormati semata.

Syaikhul Imamil Ajall Syaikhul Aimmah Al-Khulwani, keluar dari Bukhara dan menetap di beberapa kampung untuk beberapa lama karena suatu peristiwa baru yang menimpa dirinya sehingga mewajibkan beliau keluar dari kota menuju kampung.

Banyak muridnya berziarah kepadanya kecuali Syaikhul Imam Qadli Abu Bakar AzZaranji. Lalu beliau bertanya ketika bertemu, : "Kenapa engkau tidak menjengukku?"

Jawabnya : "Saya sibuk merawat ibuku sehingga tak bisa menziarahimu". Beliau berkata: "Engkau dianugrahi panjang usia, tetapi tidak mendapat anugrah buah manis belajar dan perhiasan ilmu."

Dan kenyataanya seperti itu, sesungguhnya beliau tinggal dalam waktu yang lama di kampung itu dan kesulitan menerima pelajaran, sementara banyak pencari ilmu yang mendapatkan ilmunya waktu di kota tetapi tak dapat di kampung itu.

Barang siapa melukai hati sang gurunya, maka akan terhalang berkah ilmunya dan tak akan mendapat kemanfaatan dari ilmunya melainkan sedikit.

إن الـمـعلم والطـبيب كـالهـما ال ينصحـان إذا هـما لم يكــرما

فاصبر لدائك إن جفوت طبيبه واقنع بجهلك إن جفوت معلما

Sesungguhnya guru dan dokter, keduanya tak akan memberi manfaat dari nasehatnya, bila tak dimulyakan

Maka sabarlah dengan penyakitmu bila kau mengacuhkan dokter, dan terimalah kebodohanmu bila kau mengacuhkan sang guru Karena jika engkau mengacuhkan guru, maka sama dengan tidak mementingkan pelajaran. Maka tak akan manfaat pelajaran tersebut dan yang tersisa adalah kebodohan.

Dan telah dihikayatkan, bahwa Khalifah Harun Ar-Rasyid sebagai Khalifah Baghdad mengirim putranya kepada Al-Ashma'i, salah seorang syaikh Arab, agar diajar ilmu dan adab. Pada suatu hari, Khalifah melihat Al-Ashma'i berwudlu dan membasuh sendiri kakinya, sedang putranya yang menuangkan air pada kakinya.

Maka, Khalifah menegur dengan pekerjaan yang dilakukan anaknya terebut dan ujarnya : "Putraku Saya kirim kemari agar engkau ajari dan didik adabnya, tapi mengapa tidak kau perintahkan agar satu tangannya menuang air dan tangan satunya lagi membasuh kakimu?"

Maka bisa ditetapkan dengan hikayat ini bahwa mengagungkan seorang guru adalah Keharusan Sebagian dari mengagungkan ilmu yaitu memuliakan kitab yang sedang ditelaah dan dibaca. Maka mestilah kepada pencari ilmu dalam hal memuliakan kitab, jangan mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci atau punya wudhu.

Ada hikayat dari Syaikh Imam Syamsul Aimmah Al-Hulwani, sesungguhnya beliau berkata : "Pastinya Saya mendapatkan ilmu ini dengan mengagungkannya. Maka sesungguhnya Saya tak mengambil lembaran ilmu kecuali dalam keadaan suci."

Dan sesungguhnya Syaikh Imam Syamsul Aimmah As-Sarkhasi mengalami sakit perut. Beliau mengulang-ulang ilmu yang sedang ditelaahnya pada malam itu dan berwudhu di malam itu sebanyak 17 kali, karena dia tidak mau mengulang pelajaran kecuali dalam keadaan suci.

Demikianlah, sebab ilmu itu cahaya, wudlu pun cahaya, maka bertambahlah cahaya ilmu karena cahaya berwudlu itu, sebab sebuah nur jika digabung dengan nur lainnya, maka akan berlipat nur tersebut.

Dan sebagian dari memuliakan yang harus dilakukan, hendaknya jangan membentangkan kaki ke arah kitab, karena hal ini sejenis dengan meremehkan kitab. Kitab tafsir letaknya diatas kitab-kitab lain, untuk memuliakan kitab tafsir.

Dan jangan sampai menaruh sesuatu yang lain diatas kitab, dari tinta dan selain itu, sebab hal itu juga sama dengan meremehkan kitab.

Guru Kami Syaikh Islam Burhanuddin  membawakan hikayat dari seorang syaikh, bahwa ada seorang yang faqih meletakkan botol tinta di atas kitab.
Syaikh itu berkata kepada faqih itu dalam Bahasa Parsi : برنيايى" Tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmumu".

Guru Kami Qodli Al Ajal Fakhrul Islam yang termasyur dengan Qodlikhan rhm pernah berkata : "Kalau yang demikian itu (menyimpan botol tinta di atas kitab) tidak dimaksud meremehkan, maka tidak mengapalah (menyimpannya). Namun lebih baik disingkirkan saja, sebab hal itu menyerupai dengan meremehkan."

Dan dari sebagian mengagungkan yang wajib adalah membaguskan dalam tulisan dalam menulis kitab, artinya tidak jelek. Jangan kabur, maksudnya tulisannya terlalu kecil sehingga tak jelas. Hindari membuat catatan penjelas yang membuatnya tidak jelas lagi, kecuali dalam keadaan terpaksa harus menulisnya.

Abu Hanifah  pernah melihat seorang yang menulis dengan tulisan yang kabur, lalu ujarnya: "Jangan kau bikin tulisanmu tidak jelas, karena sesungguhnya engkau, kalau ada umur panjang maka akan menyesal dan jika mati akan dimaki dari orang yang membacanya"

Maksudnya, jika kau semakin tua dan penglihatanmu sudah lemah, maka engkau akan menyesali perbuatanmu itu karena engkau akan merasa sakit/susah dalam membacanya.

Diceritakan dari Syaikhul Imam Majduddin Ash-Shorhaki, beliau berkata: "Apa yang telah aku tulis dengan kabur, membuat Kami menyesal, dan catatan kami yang pilih-pilih (hanya membuat ringkasan), membuat Kami menyesal, sebab sebagian orang membutuhkan penjelasan yang tafsil, dan perkara yang tidak kami bandingkan dengan kitab lain yang shohih, membuat Kami menyesal."

Semua itu memadhorotkan proses mentelaah kitab dan akan merusak pemahaman (kandungan makna) yang dimaksud dari kitab tersebut. Mestilah format kitab itu persegi empat, bukan bulat, karena format itu pulalah kitabkitab Abu Hanifah. Dengan format tersebut, akan lebih memudahkan jika dibawa, menyimpan dan memuthala'ahnya.

Dan mestilah jangan ada di dalam kitab, tulisan yang berwarna merah, karena hal itu perbuatan kaum filsafat bukan ulama salaf. Dan sebagian guru-guru kami, ada yang tidak suka memakai kendaraan yang berwarna merah. Dan sebagian dari mengagungkan ilmu yaitu menghormati teman belajar dan pada orang pada siapa kita belajar atau guru. Adapun memperlihatkan kehinaan maka merupakan hal tercela dalam segala pekerjaan dan kelakuan kecuali dalam menuntut ilmu, karena bagi pencari ilmu itu mestilah memperlihatkan kehimaan kepada guru dan temanya supaya bisa mendapatkan faidah (dikasihani ilmu) dari mereka.

Mestilah penuntut ilmu mendengarkan ilmu dan hikmah dengan mengagungkan dan menghormati, sekalipun mendengar satu hikmah sampai seribu kali. Adalah dikatakan : "Barang siapa yang tidak mengagungkannya setelah lebih dari 1000 kali sebagaimana mengagungkan pada pertama kalinya, ia tidak termasuk ahli ilmu."

Hal ini karena ilmu itu sangat agung dan mulia dalam segala keadaan dan waktu dan tidak akan berkurang kemuliaanya dari waktu ke waktu. Maka barang siapa yang berkurang dalam mengagungkan ilmu dalam sebagian hidupnya dan tidak mengagungkannya seperti biasanya, maka tidak termasuk ahli ilmu, karena sesungguhnya orang yang sudah mendapatkan kelezatan ilmu, mengetahui derajat dan martabat ilmu, maka dia tak akan mampu untuk tidak mengagungkannya.

Mujahid berkata, hikmah adalah Al Qur’an, ilmu dan fiqih. Dari Muqotil, sesungguhnya hikmah itu adalah penjelasan dalam Al Qur’an yang terdiri dari 4 wajah, terkadang nasihat dalam Al Qur’an, yang lainnya berisi tentang keajaiban dan rahasia, yang satunya berisi ilmu dan pemahaman dan yang lainnya tentang kenabian. Dan mestilah bagi pencari ilmu, jangan menentukan pilihan sendiri terhadap ilmu yang akan dipelajari tanpa musyawarah dengan gurunya, tetapi pasrahkan perkara itu kepada guru, karena sesungguhnya guru telah berkali-kali melakukan percobaan tentang pemilihan jenis ilmu dan dia lebih mengetahui dari jenis ilmu itu, ilmu apa yang mesti diajarkan kepada seseorang dan yang layak dengan tabiatnya.

Sesungguhnya tabiat itu berbeda-beda, maka sebagian ada yang lebih layak dengan ilmu fiqih, sebagian lagi ada yang lebih layak dengan ilmu bahasa Arab dan selain itu.

Dengan demikian, mau tidak mau, guru harus mengetahui tabiat pelajar dan mengetahui jenis ilmu yang layak atau sesuai dengan tabiatnya.

Syaikhul Imam Al Ajal Ustadz Syaikhul Islam Burhanul Haq Waddin rhm berkata:

"Terbukti bahwa para siswa dimasa dahulu, menyerahkan sepenuhnya urusan-urusan belajar kepada gurunya, dan terbukti mereka sampai dengan apa yang dimaksud dan dinginkan, dan zaman sekarang mereka menentukan pilihan sendiri, tanpa menghimpun pendapat ustad, sehingga tidak berhasil maksudnya mendapatkan ilmu dan fiqih, sebab mereka tidak tahu ilmu yang lebih bermanfaat buat dirinya dan lebih layak dengan tabiatnya, sehingga tidak mendapat petunjuk dengan apa yang dicarinya."

Terbukti ada sebuah hikayat, bahwa sesungguhnya Muhammad bin Ismail Al-Bukhari  pada mulanya beliau belajar shalat kepada Muhammad bin Hasan  yang juga dikenal dengan Imam Rabbanii, salah satu imam dari golongan Hanafiyah.

Kemudian Muhammad bin Hasan memerintahkan kepadanya : "Pergilah belajar ilmu hadits". Hal ini karena beliau mengetahui bahwa ilmu hadits lebih sesuai dengan tabi'at Bukhari. Maka ia belajar hadist, lalu menjadi imam hadist paling terkemuka yang diikuti.

Beliau mengumpulkan semua hadits dalam sebuah kitab yang mu'tabar bagi manusia yang derajatnya nomor dua setelah Al Qur’an, yang dikenal dengan Shohih Bukhori.

Dan mesti bagi pencari ilmu, tidak duduk mendekati gurunya ketika sedang belajar, selain terpaksa, tetapi mestilah antara dia dan gurunya berjarak seukuran busur panah. Maka sesungguhnya hal itu lebih dekat pada mengagungkan guru.

Dan mesti bagi pencari ilmu, menjaga dirinya daripada akhlak-akhlak yang tercela menurut agama. Maka sesungguhnya akhlak buruk itu ibarat anjing secara maknawi, maksudnya menyerupai anjing. Sesungguhnya anjing itu biasanya sering merugikan yang menemaninya. Begitu juga akhlak ini, pastinya akan merugikan dirinya dan juga orang yang menemaninya.
Rasulullah SAW bersabda:

ال تدخل المالئكة بيتا فيه كلب أو صورة

"Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar atau anjing".

Maka orang yang mempunyai sifat dari akhlak tercela, maka dialah anjing secara maknawi yang merugikan dan membuat malaikat lari darinya dan tak akan memasuki rumahnya.

Dan pastinya orang belajar itu dengan perantara malaikat. Maka jelas bahwa orang yang memiliki akhlak jelek, maka tak akan memiliki napas keilmuan.

Akhlak tercela ini bisa diketahui dalam kitab akhlak, adapun kitab ini tidak mungkin menjelaskannya, sebab kitab ini fokus menjelaskan jalan dalam belajar mengajar, sementara pembahasan akhlak diluar tema yang dimaksud. Yang dimaksud akhlak tercela, khususnya adalah takabbur. Dengan takabbur maka ilmu tak akan berhasil diraih, sebab ilmu akan menarik sifat tawadhu bagi mereka yang mempelajarinya, sebaliknya takabbur akan menghilangkan sikap tawadhu.

العلم حرب المتعالى كالسيل حرب للمكان العالى

Ilmu itu musuh bagi penyombong diri, laksana air bah, musuh untuk dataran tinggi Maknanya bahwa ilmu itu musuh bagi orang takabbur, keduanya tak akan pernah berkumpul.

بجـد ال بجــد كــل مـجــد فهل جد بال جد بمجدى

Dengan kekuasaan bukan dengan kesungguhan, setiap keagungan Bisakah mendapat keagungan tanpa kesungguhan Maksudnya, setiap keagungan yang didapat adalah karena fadhol dan taqdir dari Allah, bukan karena kesungguhan manusia. Tetapi mestilah menyertakan usaha dan kesungguhan sehingga terlihatlah fadol Allah tersebut berjalan menurut adat Alloh.

فكم من عبد يقوم مقام حر وكم حر يقوم مقام عبد

Banyak sahaya, menduduki tingkat merdeka Banyak orang merdeka, menduduki tingkat sahaya Maksudnya banyak budak yang menempati derajat orang merdeka dalam hal pangkat dan kemuliaan karena fadhol Allah yang disertai dengan kesungguhan. Banyak juga orang merdeka yang menempati derajat budak dalam kerendahan dan kehinaannya karena tak adanya kesungguhan membeli fadhol Allah.

Demikian urain dari pertanyaan sebagian sahabat yang bertanya, sebutkan bagaimana cara menghormati guru sebagaimana yang dijelaskan di dalam Kitab Talim Muta'alim.

 

_________________

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 09 Juni 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan

Editor : Lisandipo

Sumber : 1. Kitab Talim Muta'alim Karya: Syaikh Burhanudin Ibrahim al Zarnuji al Hanafi,
                 2. Kitab Adabul Alim Wal Muta'allim,  Makna Jawa Karya: Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari