Hukum Mendirikan Shalat Jum’at Kurang dari 40 Orang

 
Hukum Mendirikan Shalat Jum’at Kurang dari 40 Orang
Sumber Gambar: Foto Masjid Pogung Dalangan / Unspalsh (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Shalat Jum'at adalah ibadah yang wajib dilaksanakan bagi tiap-tiap muslim mukallaf dan tidak diperbolehkan bagi seorang muslim mukallaf meninggalkan shalat Jum'at tanpa adanya udzur syar’i. Kewajiban shalat Jum'at termaktub dalam QS. Al-Jumu'ah ayat 9

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui"

Bagi muslim mukallaf yang meninggalkan shalat Jum'at tanpa ada udzur syar'i selama 3 kali maka ia dihukumi sebagai kafir nifaq atau munafiq. Hal ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani

من ترك ثلاث جمعات من غير عذر كتب من المنافقين

"Barang Siapa yang meninggalkan tiga kali ibadah shalat Jumat tanpa uzur, niscaya ia ditulis sebagai orang kafir nifaq/munafiq"

Baca Juga: Shalat Jumat: Pengertian, Hukum, dan Keutamaannya

Sebagaimana shalat wajib lainnya, shalat Jum'at memiliki syarat sah yang harus dipenuhi yang jika salah satu syaratnya ditinggalakn maka shalat Jum'atnya dihukumi tidak sah. Salah satu syarat sah shalat Jum'at menurut pendapat kuat Madzhab Syafi'i adalah orang-orang yang shalat Jum'at harus ada (minimal) 40 laki-laki merdeka yang sudah baligh dan semua bermukim (di daerah tersebut). Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Salim Ibnu Sumair Al-Hadrami dalam kitab Safinatun Najah sebagai berikut:

شُرُوْطُ الْجُمْعَةِ سِتَّةٌ : أَنْ تَكُوْنَ كُلُّهَا فِي وَقْتِ الّظُهْرِ وَأَنْ تُقَامَ فِي خِطَّةِ الْبَلَدِ وَأَنْ تُصَلّيَ جَمَاعَةً وَأَنْ يَكُوْنُوْا أَرْبَعِيْنَ أَحْرَارًا ذُكُوْرًا بَالِغِيْنَ مُسْتَوْطِنِيْنَ وَأَنْ لَا يَسْبِقَهَا وَلَا يُقَارِنَهَا جُمُعَةٌ فِي تِلْكَ الْبَلَدِ وَأَن يَتَقَدَّمَهَا خُطْبَتَانِ

"Syarat shalat Jum’at ada enam: Harus dilakukan pada waktu Dzuhur, Harus dilakukan dalam kekuasaan Negara, Dilakukan secara berjamaah, Orang-orang yang shalat Jum'at harus ada (minimal) 40 laki-laki merdeka yang sudah baligh dan semua bermukim (di daerah tersebut), Tidak boleh didahului atau dibarengi oleh Sholat Jum’at yang lain dalam satu daerah dan, Harus didahului dengan dua khutbah"

Kemudian dalam syarahnya yaitu kitab Kasyifatus Saja karya Syekh Nawawi Al-Bantani dijelaskan tentang salah satu syarat sah shalat Jum'at yaitu harus dilakukan oleh 40 orang sebagai berikut"

و رابعها (أن يكونوا أربعين) قال الزيادي أي ولو من الجن كما في الجواهر ولو كانوا

أربعين فقط وفيهم أمي قصر في التعلم لم تصح جمعتهم لبطلان صلا م فيقضون فإن لم

يقصر والإمام قارىء صحت جمعتهم كما لو كانوا كلهم أميين في درجة واحدة قال

الباجوري فشرط كل أن تصح صلاته لنفسه كما في شرح الرملي وإن لم يصح كونه

إماما للقوم

"Syarat sah melaksanakan shalat Jum'at yang keempat adalah bahwa shalat Jum'at didirikan oleh 40 peserta. Ziyadi menambahkan, meskipun dari golongan jin, seperti yang tertulis dalam kitab Al-Jawahir. Apabila peserta Jum'atan hanya terdiri dari 40 orang saja sedangkan di antara mereka terdapat satu orang ‘ummi yang ceroboh dalam hal belajar maka shalat Jum'at mereka dihukumi tidak sah karena batalnya sholat sehingga mereka semua wajib mengqodho. Apabila satu orang ‘ummi tersebut tidak ceroboh dalam hal belajar dan imam juga seorang yang qorik (bagus bacaannya) maka shalat Jum'at mereka dihukumi sah, sebagaimana shalat Jum'at juga dihukumi sah ketika semua 40 peserta tersebut adalah ‘ummi dalam satu tingkatan. Al-Bajuri mengatakan, “Masing-masing dari 40 peserta shalat Jum'at disyaratkan harus sah sholatnya bagi dirinya sendiri, seperti dalam Syarah Romli, meskipun ia tidak sah untuk menjadi imam shalat bagi suatu kaum"

Baca Juga: Definisi, Rukun, dan Syarat Khutbah Jumat

Maksud 'ummi di atas sebagaimana dijelaskan dalam kitab Kasyifatus Saja karya Syekh Nawawi Al-Bantani adalah orang yang tidak memenuhi kewajiban dalam bacaannya karena mengganti huruf satu dengan huruf lainnya atau memindahkan makna kalimat sekalipun dia adalah seorang yang alim. Sedangkan makna muqossir adalah orang yang ceroboh dalam belajar yaitu orang yang tidak mengerahkan segala kemampuannya dalam belajar terkait bacaaan shalat.

والأمي هو من لا يؤدي الواجب في القراءة بإبدال حرف بآخر أو نقل معنى الكلمة ولو

كان عالما جدا والمقصر هو من لم يبذل وسعه للتعلم الواجب أداؤه فيها ممن يؤديه

"Ummi adalah orang yang tidak memenuhi kewajiban dalam bacaan sebab mengganti huruf satu dengan huruf selainnya atau memindah makna kalimat meskipun ia adalah seorang yang sangat alim. Muqossir (orang yang ceroboh dalam hal belajar) adalah orang yang sedang belajar tetapi belum mengerahkan seluruh kemampuannya untuk belajar yang wajib dilakukan seputar bacaan"

Lalu bagaimanakah hukumnya jika pelaksanaan shalat Jum'at dilaksanakan oleh kurang dari 40 orang atau dalam suatu jama'ah shalat Jum'at terdapat orang yang ummi atau muqossir?

Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan dalam kitab Al-Fatawa Al-Kubra Al-Fiqhiyah bahwa jika ketidakmampuannya dalam membaca Al-Qur'an bukan dikarenakan oleh faktor teledor atau ceroboh, maka shalat jum'atnya adalah sah. Namun jika ketidakmampuannya dikarenakan teledor dalam belajar, maka shalat Jum'atnya tidak sah.

وَهُوَ أَنَّ اْلأُمِّيِّيْنَ إِنْ قَصَرُوْا أَوْ قَصُرَ بَعْضُهُمْ فِي التَّعَلُّمِ لَمْ تَصِحَّ الْجُمْعَةُ وَإِلاَّ صَحَّتْ فَيَلْزَمُهُمْ إِقَامَتُهَا

"Bahwa orang yang buta huruf (Al-Qur’an), jika dikarenakan teledor dari belajar maka shalat Jum’at tidak sah, namun jika bukan karena faktor keteledoran, maka shalat Jum’at sah dan mereka harus melaksanakannya"

Baca Juga: Menyelenggarakan Shalat Jum’at Tanpa Mustawthin dan Muqimiin

Kemudian diperbolehkan melaksanakan shalat Jum'at dengan jumlah jama'ah kurang dari 40 orang dengan syarat bertaqlid kepada Madzhab selaian Imam Syafi'i dengan ketentuan harus mengetahui dan mengikuti syarat dan rukun sesuai ketentuan Imam Madzhab yang ditaqlidi. Sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Kasyifatus Saja karya Syekh Nawawi Al-Bantani

يجوز تقليد القائل بجوازها بدون الأربعين كأبي حنيفة فإنه جوزها بالأربعة أحدهم

الإمام ومالك فإنه جوزها بثلاثين أو بعشرين ولا يكفي تقليد بعضهم بل لا بد من

تقليدهم وعلمهم بشروط ما يقلدون فيه عند من يقلدون ويسن لهم فعل الظهر قال

العلامة الكردي في فتاويه وهو الأحوط خروجا من الخلاف قاله المفتي محمد الحبشي

"Diperbolehkan bertaklid kepada ulama yang memperbolehkan mendirikan shalat Jum'at dengan jumlah peserta yang kurang dari 40 orang, seperti Abu Hanifah karena ia memperbolehkan mendirikan shalat Jum'at hanya dengan 4 peserta yang salah satu dari mereka berperan sebagai imam, dan seperti Imam Malik karena ia memperbolehkan mendirikan shalat Jum'at dengan 30 peserta atau 20 peserta. Akan tetapi, diperbolehkannya bertaklid disini tidak hanya sekedar bertaklid kepada mereka saja, tetapi harus bertaklid dan disertai mengetahui syarat-syarat perkara yang ditaklidi menurut ulama yang ditaklidi. Disunahkan bagi peserta Jum'at yang kurang dari 40 orang untuk melakukan shalat Dzuhur. Al-Kurdi mengatakan bahwa melakukan shalat Dzuhur bagi mereka merupakan sikap yang paling berhati-hati karena keluar dari perbedaan pendapat ulama. Demikian ini adalah cabang yang juga dikatakan oleh Mufti Muhammad Al-Habsyi"

Diperbolehkannya taqlid terhadap Imam Madzhab tentang shalat Jum'at yang jama'ahnya kurang dari 40 orang karenamerupakan pendapat Imam yang telah diunggulkan. Sebagai mana dijelaskan oleh Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam kitab I’anatuth Thalibin

فَلاَ يُنَافِي أَنَّ قَوْلَهُ قَوْلَيْنِ قَدِيْمَيْنِ فِي الْعَدَدِ أَيْضًا أَحَدُهُمَا أَقَلُّهُمْ أَرْبَعَةٌ ... ثَانِي الْقَوْلَيْنِ اثْنَا عَشَرَ وَهَلْ يَجُوْزُ تَقْلِيْدُ أَحَدِ هَذَيْنِ الْقَوْلَيْنِ الْجَوَابُ نَعَمْ فَإِنَّهُ قَوْلٌ لِلإِمَامِ نَصَرَهُ بَعْضُ أَصْحَابِهِ وَرَجَّحَهُ. إهـ.

"Maka pendapatnya tidak bertentangan dengan dua qaul qadim dalam bilangan. Yang pertama, jumlahnya paling sedikit empat orang sedangkan … yang kedua, dua belas orang. Bolehkah megikuti salah satu dari dua pendapat tersebut? Jawabnya boleh, karena merupakan pendapat imam yang telah dibela dan diunggulkan oleh para pengikutnya"

Wallahu A'lam


Referensi:
1. Al-Qur'an Al-Karim
2. Kitab Safinatun Najah karya Syekh Salim Ibnu Sumair Al-Hadrami
3. Kitab Kasyifatus Saja karya Syekh Nawawi Al-Bantani
4. Kitab Al-Fatawa Al-Kubra Al-Fiqhiyah karya Ibnu Hajar Al-Haitami
5. Kitab I’anatuth Thalibin karya Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha Ad-Dimyathi