Syarat Agar Hewan Sembelihan Halal

 
Syarat Agar Hewan Sembelihan Halal
Sumber Gambar: Unsplash.com, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Di dalam menyembelih hewan qurban ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, agar qurban yang dilakukan menjadi sah. 

  • Syarat menyembelih yang pertama adalah berkenaan dengan yang menyembelih. Yaitu:

 Pertama adalah Muslim, atau ahli kitab (Yahudi/Nasrani) dengan catatan menyembelihnya dengan cara islam yaitu memenggal leher sang hewan atau memutus saluran pernafasan dan saluran makanan.

Kedua, jika dimadzhab Syafi'i maka Yahudi atau Nasrani ini adalah penganut asli yang kakek-nenek moyangnya menyambung hingga umat nabi Isa AS atau umat Musa AS.

Tetapi di dalam madzhab lain seperti Madzhab Maliki, yang penting hanyalah ahli kitab, tidak mengharuskan menisbatkan bahwa nenek moyangnya adalah asli umat yahudi atau nasrani di zaman Nabi Isa atau Musa. 

Ketiga, tidak boleh karena selain Allah, misalkan karena untuk berhala, atau hal lain yang berkaitan dengan menyekutukan Allah atau kesyirikan.

  • Syarat menyembelih kedua adalah yang berkenaan dengan hewan yang disembelih.  Yaitu:

Pertama, hewan sembelihan harus hidup.

Kedua, menyembelih di saluran nafas dan saluran makanan.

Ketiga, menyembelih dengan cepat dan dipastikan matinya adalah karena sembelihan

  • Syarat menyembelih ketiga adalah berkaitan dengan alat yang digunakan, yaitu alat yang bisa mengucurkan darah.

Pertama, yaitu alat-alat seperti : Batu, baja, besi, timah yang mana semua ini tajam.

Kedua, bukanlah dari kuku, tulang, atau gigi.

Membaca bismillah di madzhab Syafi’I tidak menjadi syarat, tetapi adalah kesunahan. Sehingga memang baiknya adalah dengan membaca Bismillahirrahmanirrahim.

Lalu ada persoalan, bagaimana jika hewan qurban disembelih oleh muslim yang tidak mengetahui syariat?

Jawab :

Halal, asal tidak terlihat tanda-tanda yang menunjukkan kekafirannya baik dari kata-kata, perbuatan maupun kepercayaannya.

Keterangan, dalam kitab:

  1. Tabaqat al-Syafiiyah[1]

فَإِنَّ الدَّارَ إِذَا كَانَتْ دَارَ اْلإِسْلاَمِ وَوَجَدْنَا شَخْصًا لَيْسَ مَعَهُ عِيَارُ الْكُفَّارِ فَإِنَّا نَأْكُلُ ذَبِيْحَتَهُ وَنُصَلِّي خَلْفَهُ وَلَوْ وَجَدْنَاهُ مَيِّتًا لَغَسَلْنَاهُ وَنُصَلِّي عَلَيْهِ وَنُدْفِنُهُ فِي مَقَابِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. إهـ.

Sesungguhnya suatu daerah jika memang termasuk daerah Islam, dan kemudian kita mendapatkan seseorang yang tidak terdapat pada dirinya tanda-tanda kekafiran, maka kita boleh memakan binatang sembelihannya, dan shalat di belakangnya. Kemudian seandainya kita mendapatkannya meninggal dunia, maka kita memandikannya, menshalatinya dan menguburkannya di pemakaman Islam.

[1] Tajuddin bin Ali al-Subki, Thbaqat al-Syafi’iyah al-Kubra, 1413 H, Juz III, h. 419.


 

Sumber:

  • Ahkamul Fuqaha no. 88 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-5, Di Pekalongan 13 Rabiuts Tsani 1349 H. / 7 September 1930 M.
  • Ceramah Buya Yahya, Syarat Agar Hewan Sembelihan Halal.

Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 09 Juni 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

______

Editor : Athallah Hareldi