Penjelasan Hukum Adzan Jum'at yang Dilakukan oleh Banyak Orang

 
Penjelasan Hukum Adzan Jum'at yang Dilakukan oleh Banyak Orang
Sumber Gambar: Foto Istimewa (Ilustrasi Foto)

Laduni.ID, Jakarta - Syari'at adzan pertama kali dilaksanakan pada tahun pertama hijriyah. Pada masa Rasulullah SAW hingga Khalifah Umar bin Khatab pelaksanaan Adzan untuk shalat Jum'at dilaksanakan sebanyak satu kali saja. Namun ketika zaman Khalifah Utsman bin Affan, adzan jum'at ditambah menjadi dua kali yaitu adzan yang dilaksanakan sebalum khatib naik ke atas mimbar dan adzan yang dilaksanakan setelah khatib naik ke atas mimbar.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dijelaskan bahwa ijtihad yang dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan karena pada saat itu umat semakin banyak sedangkan tempat tinggalnya berjauhan. Sehingga Sayyidina Utsman berijtihad untuk menambahkan satu kali lagi adzan dengan tujuan memberitahukan kepada umat bahwa shalat jum'at akan segera dilaksanakan.

عَنْ سَائِبٍ قَالَ, سَمِعْتُ السَائِبَ بنَ يَزِيْدٍ يَقُوْلُ إِنَّ الأَذَانَ يَوْمَ الجُمْعَةِ كَانَ أَوَّلُهُ حِيْنَ يَجْلِسُ الإِمَامُ يَوْمَ الجُمْعَةِ عَلَى المِنْبَرِ فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِيْ خِلاَفَةِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَكَثَرُوْا أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الجُمْعَةِ بِالأَذَانِ الثَّالِثِ فَأَذَانَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الأَمْرُ عَلَى ذَالِكَ

"Dari Sa'ib ia berkata: Saya mendengar dari Sa'ib bin Yazid, beliau berkata: Sesungguhnya adzan di hari jumat pada asalnya ketika masa Rasulullah SAW, Abu Bakar RA dan Umar RA dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar. Namun ketika masa Khalifah Utsman RA dan kaum muslimin sudah banyak, maka beliau memerintahkan agar diadakan adzan yang ketiga. Adzan tersebut dikumandangkan di atas Zaura' (nama pasar). Maka tetaplah hal tersebut (sampai sekarang)"

Baca Juga: Hukum Mendirikan Shalat Jum’at Kurang dari 40 Orang

Berdasarkan hadis tersebut, Syekh Zainuddin Al-Malibary dalam kitabnya Fathul Mu'in menjelaskan bahwa sunah mengumandangkan adzan sebanyak dua kali. Yaitu adzan pertama saat sebalum khatib naik ke atas mimbar dan adzan kedua yang dilaksanakan setelah khatib naik ke atas mimbar.

وَيُسَنُّ أَذَانَانِ لِصُبْحٍ وَاحِدٍ قَبْلَ الفَجْرِ وَآخرِ بَعْدَهُ فَإِن اقَتَصَرَ فَالأَوْلَى بَعْدَهُ, وَأَذَانَانِ لِلْجُمْعَةِ أَحَدُهُمَا بَعْدَ صُعُوْدِ الخَطِيْبِ المِنْبَرَ وَالأَخَرُ الَّذِيْ قَبْلَهُ

"Disunahkan adzan dua kali untuk shalat subuh, yakni sebelum fajar dan setelahnya. Jika hanya mengumandangkan satu kali, maka yang utama dilakukan setelah fajar. Dan sunah dua adzan untuk shalat Jumat. Salah satunya setelah khatib naik ke mimbar dan yang lain sebelumnya"

Lalu bagaimana hukumnya adzan jum'at dan iqamah yang dilakukan oleh lebih dari satu orang, misalkan adzan pertama dan kedua dilakukan oleh si A dan iqamah dilakukan oleh si B.

Menegenai hal tersebut terdapat sebuah hadis dalam Sunan Abu Dawud dari Abdullah bin Zaid yang menjelaskan tentang bolehnya bergantian adzan dan iqamah.

عن عَبْدِالله بنِ زَيْدٍ قال: أَرَادَ النّبيّ صلى الله عليه وسلم في اْلأَذَانَ أَشْيَاءَ لَمْ يَصْنَعْ مِنْهَا شَيْئاً. قال: فأُرِىَ عَبْدُالله بنُ زَيْدٍ اْلأَذَانَ في المَنَامِ، فَأَتَى النّبيّ صلى الله عليه وسلم فَأَخْبَرَهُ، فقال: " أَلْقِهِ عَلَى بِلاَلٍ. فَأَلْقَاهُ عَلَيْهِ". فأَذّنَ بِلاَلٌ. فقال عَبْدُالله: أَنَا رَأَيْتُهُ وَأَنَا كُنْتُ أُرِيدُهُ. قال: " فأَقِمْ أَنْتَ"

"Dari Abdullah bin Zaid, ia berkata, ‘Nabi SAW ingin melakukan beberapa hal dalam adzan yang tidak pernah dilakukan sebelumnya.’ Kemudian Abdullah bin Zaid diperlihatkan kalimat adzan melalui mimpinya. Lalu Abdullah bergegas mendatangi Nabi SAW dan memberitahukannya. Nabi pun berkata, ‘Berikan adzan itu kepada Bilal. Abdulah pun memberikan kepada Bilal. Bilal pun melaksanakan adzan.’ Abdullah bin Zaid berkata, ‘Saya melihat dalam mimpi bahwa saya menginginkan iqamah.’ Nabi pun lalu berkata, ‘Kumandangkanlah iqamah!".

Namun hadis di atas hukumnya dhaif karena ada salah satu perawi dhaif yaitu Muhammad bin Amr Al-Waqifi dalam rangkaian sanad hadits tersebut.

Beberapa ulama seperti Imam Malik dan sebagian besar Ahli Hijaz, Abu Hanifah dan sebagian besar Ahli Kufah berpendapat bahwa yang lebih utama adalah adzan dan iqamah itu dilakukan oleh satu orang. Hal ini juga diungkapkan oleh Imam Ats-Tsauri dan Imam Syafi’i.

Namun Imam Syafi'i dan Imam Abu Hanifah tidak menghukumi makruh jikapun adzan dan iqamah dilaksanakan secara bergantian. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi dengan mengutip Al-Hafiz Al-Hazimi

قال الشافعي وعند أبي حنيفة لا يكره لما روى أن بن أم مكتوم ربما كان يؤذن ويقيم بلال وربما كان عكسه والحديث محمول على ما إذا لحقه الوحشة بإقامة غيره

"Imam Syafi’i berpendapat dan Abu Hanifah mengatakan bahwa hal itu tidak makruh. Atas dasar riwayat bahwa Ibnu Umi Maktum ketika adzan, maka yang iqamah adalah Bilal, begitu juga sebaliknya. Sedangkan hadits tersebut mengandung pesan agar orang yang adzan tidak ditimpa rasa kesedihan akibat iqamah dilakukan orang lain"

Baca Juga: Perkara yang Membolehkan Mengadakan Shalat Jum’at di Beberapa Tempat

Keterangan di atas adalah sebagai pendapat terhadap sebuah hadis dalam Sunan Abu Dawud yang menjelaskan anjuran agar adzan dan iqamah dilakukan oleh satu orang.  Hadis ini diriwayatkan dari Ziyad bin Al-Haris As-Shadai. Saat itu waktu Subuh, Ziyad mengumandangkan adzan pertama, kemudian Bilal ingin iqamah tapi Nabi mencegahnya. Nabi kemudian berkata,

إِنّ أَخَا صُدَاءِ هُوَ أَذّنَ وَمَنْ أَذّنَ فَهُوَ يُقِيمُ

"Sungguh saudaramu yang bagus itu telah mengumandangkan adzan, siapa yang mengumandangkan adzan, dia lah yang mengumandangkan iqamah"

Adapun untuk adzan jum’at yang dilaksanakan pada waktu khatib berada di atas mimbar yaitu adzan kedua itu sunahnya dikerjakan oleh seorang. Adapun lainnya boleh dikerjakan oleh seorang atau lebih menurut kebutuhan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Mauhibah Dzi al-Fdhl karangan Syekh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi sebagai berikut:

وَنَصَّ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَلَفْظُهُ وَأُحِبُّ أَنْ يُؤَذِّنَ وَاحِدٌ إِذَا كَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ لاَ جَمَاعَةُ الْمُؤَذِّنِيْنَ لِأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلاَّ مُؤَذِّنٌ.

"Al-Syafi’i RA menegaskan: Saya suka satu orang yang mengumandangkan adzan jika sudah berada di atas mimbar, dan bukan banyak muadzin, karena Rasulullah hanya mempunyai seorang muadzin"

Wallahu A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 22 Juni 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.


Referensi:
1. Shahih Bukhari
2. Sunan Abu Dawud
3. Kitab Fathul Mu'in karya Syekh Zainuddin Al-Malibary
4. Kitab Tuhfatul Ahwadzi karya Al-Mubarakfuri
5. Kitab Mauhibah Dzi Al-Fdhl karya Syekh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi