Pengertian Pernikahan Menurut Ahli Ulama

 
Pengertian Pernikahan Menurut Ahli Ulama
Sumber Gambar: ilustrasi.Png

LADUNI.ID, Jakarta - Di dalam agama Islam, pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi hubungan yang halal. Mereka akan mengikat janji untuk menyatakan bahwa sudah siap untuk membangun rumah tangga. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh seorang ulama, Abdurrahman Al-Jaziri yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sebuah perjanjian suci yang dilakukan antara laki-laki dan seorang perempuan dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia.

Dalam hal ini, perjanjian suci pernikahan dapat dinyatakan ke dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab dan qabul yang merupakan bentuk dari perjanjian pernikahan ini harus dinyatakan oleh satu majelis, baik itu berasal dari langsung dari pihak yang melangsungkan pernikahan (calon suami atau calon istri) atau dapat diwalikan.

Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu asas hidup yang bisa membuat umat Muslim menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu, pernikahan bukan hanya menjadi cara untuk melaksanakan ibadah saja, tetapi juga berhubungan dengan membangun kehidupan rumah tangga dan keturunan. Bahkan, dengan pernikahan, pintu silaturahmi menjadi terbuka lebar karena menjadi lebih mengenal keluarga suami dan keluarga istri, sehingga antara anggota keluarga yang satu dengan lainnya bisa saling membantu.

Oleh sebab itu, supaya tali silaturahmi menjadi lebih erat, maka suami istri dan anggota keluarga dari kedua belah pihak harus menjaga komunikasi, saling mencintai, saling memberi kasih sayang, saling mengingatkan agar tidak melakukan kejahatan, dan saling membantu satu sama lain.
Sebagaimana Firman Allah SWT  Tentang Menjaga silaturahmi ada di dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 4:36:

۞ وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

Artinya: Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS.An-Nisa 4:36)

Pengertian Pernikahan Menurut Ahli Ulama
Pernikahan diambil dari kata nikah yang berarti suatu akad perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku dan ajaran agama. Sedangkan kata nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu “An-nikah”. Secara bahasa, “An-nikah” memiliki arti bersatu, berkumpul, dan berhubungam. Sementara itu, secara definisi pernikahan juga dijelaskan oleh beberapa ahli ulama yang sering dikenal dengan empat madzhab fikih.

1. Imam Maliki
Imam Maliki mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah akad yang dapat mengubah hubungan seksual seorang perempuan yang bukan mahram, budak, dan majusi menjadi hubungan seksual yang halal dengan shighat.

2. Imam Hanafi
Imam Hanafi menyatakan bahwa pernikahan adalah seseorang yang mendapatkan hak untuk melakukan hubungan biologis seksual dengan seorang perempuan. Dalam hal ini, seorang perempuan itu merupakan perempuan dengan hukum tidak ada halangan sesuai dengan syari’i untuk dinikahi.

3. Imam Syafi’i
Imam Syafi’i menyatakan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang memberikan hak untuk melakukan hubungan seksual dengan mengucapkan lafadz nikah, tazwij atau lafadz lain dengan makna yang sama.

4. Imam Hambali
Imam Hambali menngungkapkan bahwa pernikahan adalah sebuah proses terjadinya akad perkawinan dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dalam lafadz nikah atau kata-kata yang memiliki persamaan makna.
Setelah mendengarkan ungkapan dari para ahli ulama, maka pernikahan adalah suatu proses akad perkawinan yang memiliki tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan mengubah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang tadinya haram menjadi hubungan seksual yang halal.

Dalam Islam, syarat sah pernikahan terdiri dari beberapa hal, di antaranya:
1. Calon Pengantin Beragama Islam
Syarat sah pernikahan pertama adalah calon pengantin, baik itu laki-laki atau perempuan harus beragama Islam. Apabila salah satu calon mempelai belum beragama Islam, maka pernikahan tidak akan sah. Oleh sebab itu, jika salah satu calon mempelai belum beragama Islam, ia harus beragama Islam terlebih dahulu.

2. Mengetahui Wali Akad Nikah Bagi Perempuan
Wali akad dalam proses pernikahan ini harus ada karena jika berarti pernikahan menjadi tidak sah. Dalam agama Islam, untuk memilih wali sudah ada aturannya, sehingga tidak boleh sembarangan memilih wali akad nikah. Ayah kandung adalah wali nikah utama bagi mempelai perempuan. Jika, ayah kandung dari perempuan sudah meninggal dunia, maka calon pengantin perempuan dapat diwalikan oleh kakek, saudara laki-laki seayah seibu, , paman, dan seterusnya yang sesuai dengan urutan nasab.

Wali akad nikah tidak boleh seoang perempuan dan harus seorang laki-laki. Hal ini sesuai dengan hadis:
Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW bahwa perempuan tidak boleh menikahkan (menjadi wali) terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya.” (HR. Ad-Daruqutni dan Ibnu Majah).
Apabila dari keturunan nasab tidak ada yang bisa menjadi wali, maka bisa digantikan dengan wali hakim sebagai syarat sah pernikahan.

3. Bukan Mahram
Pernikahan akan dinyatakan tidak sah, jika kedua mempelai merupakan mahram. Dengan kata lain, pernikahan dapat dilakukan dengan bukan mahram. Dalam hal ini, bukan mahram merupakan tanda bahwa pernikahan dapat dilakukan karena tidak ada penghalangya.
Selain itu, bagi calon mempelai harus mencari jejak dari pasangannya, apakah semasa kecil diberikan oleh ASI dari ibu yang sama atau tidak. Jika, diberikan oleh ASI dari ibu yang sama maka hal itu termasuk ke dalam mahram, sehingga pernikahan tidak bisa dilakukan.

4. Sedang Tidak Melakukan Ibadah Haji atau Ihram
Para ulama melarang jika sedang melaksanakan  ibadah haji atau ihram untuk melakukan pernikahan. Para ulama menyatakan hal ini berdasarkan seorang ulama bermazhab Syafi’I yang terkandung di dalam kitab Fathul Qarib Al-Mujib. Di dalam kitab itu disebut bahwa salah satu larangan haji adalah tidak boleh melaksanakan akad nikah atau wali dalam pernikahan:
“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang ketika ihram) yaitu akad nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya maupun bagi orang lain (menjadi wali).”
Selain itu, pernikahan tidak boleh dilakukan saat sedang melaksanakan haji juga terdapat di hadis Imam Bukhari:
Rasulullah bersabda bahwa seorang yang sedang ber-ihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah.

5. Dilakukan Atas Dasar Cinta bukan Karena Paksaan
Terjadinya pernikahan harus didasari atas dasar cinta bukan atas dasar paksaan. Apabila pernikahan terjadi karena adanya paksaan, maka pernikahan itu bisa saja dinyatakan tidak sah. Dengan kata lain, suatu proses pernikahan harus berdasarkan keinginan dari calon pengantin laki-laki atau calon pengantin perempuan.

 

Sumber : Al-Qur'an dan Hadis

___________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Jumat, 22 Juni 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.

Editor : Sandipo