Peraturan Organisasi yang Melarang Meminjamkan Investaris kepada Selain Anggotanya

 
Peraturan Organisasi yang Melarang Meminjamkan Investaris kepada Selain Anggotanya

Organisasi yang Melarang Meminjamkan Hak Miliknya Kecuali pada Anggotanya

Pertanyaan :

Apakah boleh perkumpulan (jam’iyyah) menetapkan peraturan melarang meminjamkan hak milik berupa alat-alat makan, alat tikar dan lain-lain, kecuali kepada anggotanya sendiri?. Kalau peraturan itu boleh, maka apakah artinya firman Allah dalam surat al-Ma’un yang artinya: “Dan mereka menghalangi meminjamkan alat-alat.”?.

Jawab :

Penetapan peraturan itu boleh, karena dalam pokoknya meminjamkan itu hanya sunat, tidak wajib. Adapun firman Allah dalam surat al-Ma’un itu telah mansukh (dibatalkan) atau yang dimaksudkan dalam firman Allah itu, keseluruhannya yakni: Melarang meminjamkan, berlaku kasar terhadap yatim piatu dan tidak mengajukan memberi pertolongan kepada orang-orang miskin dan lain-lain.

Keterangan, dari kitab:

  1. Hasyiyah al-Syarqawi [1]

وَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْنَ الَّذِيْنَ هُمْ يُرَآؤُوْنَ وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ. وَكَانَتْ كَذَلِكَ فِيْ صَدْرِ اْلإِسْلاَمِ ثُمَّ نُسِخَ وُجُوْبُهَا بِقَوْلِهِ r لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَأْخُذَ مَالَ أَخِيْهِ إِلاَّ عَنْ طِيْبِ نَفْسٍ. وَقِيْلَ لاَ دَلاَلَةَ عَلَى الْوُجُوْبِ. وَالْوَيْلُ مُرَتَّبٌ عَلَى الْمَجْمُوْعِ أَعْنِيْ تَرْكَ الصَّلاَةِ وَالرِّيَاءِ أَوْ مَحْمُوْلَةٌ عَلَى حَالَةِ إِضْرَارِ الْمُسْتَعِيْرِ.

Allah berfirman: “Maka kecelekaanlah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”.

Ayat ini berlaku di masa awal penyebaran Islam, kemudian kewajibannya dibatalkan oleh sabda Raslullah Saw.: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk mengambil harta saudaranya/orang lain kecuali dengan kerelaannya”. Pendapat yang lain menyebutkan, dalam ayat di atas tidak ada petunjuk wajib. Dan kata wail (kecelakaan) berlaku untuk semuanya, yakni meninggalkan shalat dan sekaligus riya’, atau dipahami pada situasi yang mencelakakan orang yang meminjamnya.

[1] Abdullah al-Syarqawi, Hasyiyah al-Syarqawi ‘ala al-Tuhfah al-Thullab, (Indonesia: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t. th.), Jilid II, h. 90.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 186 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-11 Di Banjarmasin Pada Tanggal 19 Rabiul Awwal 1355 H. / 9 Juni 1936 M.