Nadzir Masjid Membeli Tegel dengan Uang Wakaf

 
Nadzir Masjid Membeli Tegel dengan Uang Wakaf

Nadzir Mesjid Membeli Tegel Kembang untuk Mesjid, dengan Uang yang Diwakafkan untuk Mesjid

Pertanyaan :

Apakah nadzir mesjid boleh membeli tegel kembang untuk mesjid dengan uang yang diwakafkan untuk mesjid? Kalau sudah terlanjur, apakah wajib mengganti uang itu?.

Jawab :

Menurut pendapat yang mu’tamad, tidak boleh, sedangkan pendapat lain memperbolehkan.

Keterangan, dari kitab:

  1. Al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah [1]

(وَسُئِلَ) عَمَّنْ وَقَفَ عَلَى عِمَارَةِ الْمَسْجِدِ هَلْ يَجُوْزُ صَرْفُ الرِّيعِ إِلَى نَحْوِ نَقْشِهِ وَمُؤَذِّنِيْهِ وَقَوَّامِهِ (فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ لاَ يَجُوْزُ صَرْفُهُ إِلَى النَّقْشِ وَالتَّزْوِيْقِ قَالَهُ فِي الرَّوْضَةِ قَالَ وَفِي الْعُدَّةِ أَيْ وَالْحَاوِي وَلاَ إِلَى أَئِمَّتِهِ وَمُؤَذِّنِيْهِ وَيَجُوْزُ إِلَى قَوَّامِهِ. وَالْفَرْقُ أَنَّ الْقَيِّمَ لِحِفْظِ الْعِمَارَةِ وَاخْتِصَاصَ اْلأَئِمَّةِ وَالْمُؤَذِّنِيْنَ بِأَحْوَالِ الْمُصَلِّيْنَ قَالَ وَلاَ يُشْتَرَى مِنْهُ الدُّهْنُ بِخِلاَفِ الْبَوَارِيْ قَالَ الرَّافِعِيّ وَكَانَ الْفَرْقُ أَنَّ مَا يُفْرَشُ حَافِظًا لِلْعِمَارَةِ وَمَنْفَعَةَ الدُّهْنِ تَخْتَصُّ بِالْمُصَلِّى. قَالَ الزَّرْكَشِيّ وَغَيْرُهُ وَالَّذِيْ ذَكَرَهُ صَاحِبُ التَّهْذِيْبِ وَأَكْثَرُ مَنْ تَعَرَّضَ لِلْمَسْأَلَةِ أَنَّهُ لاَ يُشْتَرَى بِهِ الدُّهْنُ وَلاَ الْحَصْرُ وَالتَّجْصِيْصُ الَّذِي فِيهِ أَحْكَامٌ مَعْدُودٌ من الْعِمَارَاتِ. وَلَوْ وَقَفَ عَلَى الْمَسْجِدِ مُطْلَقًا صَحَّ. قَالَ الْبَغَوِيّ وَهُوَ كَمَا لَوْ وَقَفَ عَلَى عِمَارَتِهِ وَفِي الْجُرْجَانِيَّاتِ حِكَايَةُ وَجْهَيْنِ فِيْ جَوَازِ الصَّرْفِ إِلَى النَّقْشِ وَالتَّزْوِيْقِ وَالْمُعْتَمَدُ اْلأَوَّلُ.

Dan Ibn Hajar al-Haitami ditanya tentang seseorang yang wakaf untuk perawatan mesjid, bolehkah membelanjakan hasil pengembangan wakaf itu untuk mengukir dan menghias mesjid, membayar muadzin dan pengelolanya. Maka beliau menjawab: “Tidak boleh membelanjakannya mengukir dan menghias mesjid. Demikian pendapat al-Nawawi dalam al-Raudhah. Beliau berkata: “Dalam al-‘Uddah al-Rauyani, maksudnya dan dalam al-Hawi al-Mawardi berpendapat: “Tidak boleh untuk membayar para imam dan muadzinnya, dan boleh untuk pengelolanya.” Perbedaannya adalah, pengelola untuk menjaga kemakmuran mesjid, sedangkan tugas para imam dan muadzin khusus hal-hal yang terkait dengan orang yang shalat.” Al-Rauyani berkata: “Tidak diperbolehkan untuk membeli minyak, berbeda dengan tikar. Al-Rafi’i berkata: “Barang yang dijadikan alas itu menjaga bangunan mesjid, sedangkan manfaat minyak hanya khusus untuk orang yang shalat.” Al-Zarkasyi dan selainnya berkata: “Pendapat yang disampaikan penulis al-Tahdzib (al-Baghawi) serta mayoritas ulama yang menyinggung masalah ini adalah, tidak boleh membeli minyak, tikar (alas) dan kapur batu yang … Seandainya berwakaf untuk mesjid secara mutlak (tanpa disebutkan penggunaannya secara khusus), maka sah. Al-Baghawi berkata: “Wakaf tersebut seperti seseorang yang wakaf untuk perawatan masjid. Dan dalam al-Jurjaniyat terdapat kutipan dua pendapat Ashhab al-Syafi’i terkait kebolehan menggunakan hasil pengembangan wakaf tersebut untuk mengukir dan menghias mesjid, dan pendapat mu’tamad adalah pendapat pertama.

[1] Ibn Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra,, (Beirut: Dar al-Fikr, 1493 H/1984 M), Jilid III, h. 285.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 193 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-11 Di Banjarmasin Pada Tanggal 19 Rabiul Awwal 1355 H. / 9 Juni 1936 M.