Membeli Inventaris Kantor dengan Uang Sumbangan Wakaf

 
Membeli Inventaris Kantor dengan Uang Sumbangan Wakaf

Inventarisasi Kantor yang Dibeli dengan Uang Sumbangan dengan Maksud Wakaf

Pertanyaan :

Bagaimana hukumnya inventarisnya organisasi berupa kursi, almari, tikar dan lain-lain, yang dibeli dengan uang yang didapat dari para penyokong dengan maksud wakaf. Apakah inventaris itu menjadi barang wakaf yang tidak diucapkan?, Kalau tidak sehingga bolehkah dijual untuk membayar pinjaman organisasi tersebut?.

Jawab :

Inventaris itu tidak menjadi wakaf kalau tidak diucapkan oleh hakim atau nazhir dengan wakaf.

Keterangan, dari kitab:
Asna al-Mathalib [1]

(وَلاَ يَصِيْرُ الْمُشْتَرَى وَقْفًا حَتَّى يُوَقِّفَهُ) الْفَصِيْحُ يَقِفَهُ (الْحَاكِمُ) وَفُرِقَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْمَبْنِيِّ فِيْ عِمَارَةِ الْجُدُرِ أَنَّ الْمَوْقُوْفَةَ وَتَرْمِيْمَهَا حَيْثُ يَصِيْرُ وَقْفًا بِالْبِنَاءِ لِجِهَّةِ الْوَقْفِ بِأَنَّ الْعَبْدَ الْمَوْقُوْفَ قَدْ فَاتَ بِالْكُلِّيَّةِ وَاْلأَرْضَ الْمَوْقُوْفَةَ بَاقِيَةٌ وَالطِّيْنَ وَالْحَجَرَ الْمَبْنِيَّ بِهِمَا كَالْوَصْفِ التَّابِعِ وَمَا ذُكِرَ مِنْ أَنَّ الْحَاكِمَ يَتَوَالَى الشِّرَاءَ وَالْوَقْفَ مَحَلُّهُ إِذَا لَمْ يَكُنْ لِلْوَقْفِ نَاظِرٌ خَاصٌّ وَإِلاَّ فَهُوَ الَّذِي يَتَوَالَى بِهِمَا كَمَا هُوَ الْمَفْهُوْمُ مِنْ كَلاَمِهِمْ فِيْمَنْ يَتَوَلَّى أَمْرَ الْوَقْفِ.

Budak yang dibeli –sebagai ganti budak wakafan yang mati- tidak menjadi barang wakaf -shighat fashih dari kata يُوَقِّفَهُ adalahيَقِفَهُ, sampai hakim mewakafkannya. Perbedaan antara budak yang dibeli tersebut dan bangunan yang ditegakkan dalam perawatan dinding yang hukum bangunan wakaf dan pembuatan dindingnya bisa langsung menjadi barang wakaf dengan dibangun  pada arah lahan wakaf, adalah budak  yang diwakafkan sama sekali sudah tidak bisa dimanfaatkan, sementara lahan wakaf masih ada dan tanah liat serta batu yang digunakan membangun itu hukumnya seperti sifat yang mengikuti lahan wakaf. Keterangan yang telah disebutkan, yaitu hakim itu menangani pembelian dan pewakafannya adalah jika tidak ada nazhir khusus yang mengelola wakaf tersebut. Jika ada, maka dia yang menangani keduanya, sebagaimana yang dipahami dari pernyataan para ulama tentang pihak yang menangani urusan perwakafan.

[1] Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1422 H/2001), Jilid III, h. 474.