Inilah Penjelasan tentang Menggambar Binatang

 
Inilah Penjelasan tentang Menggambar Binatang

Menggambar Binatang dengan Sempurna Anggotanya

Pertanyaan :

Bagaimana hukum menggambar hewan (hayawan) yang sempurna anggotanya dengan potret. Apakah haram atau tidak?, Karena menggambar demikian itu hanya mengambil bayangan, ataukah ada selisih pendapat di antara ulama yang terhitung menurut ahli fiqh, kalau dikatakan boleh, apakah hanya menggambarnya saja?, Atau juga memindahkan gambar dari film ke kertas? Mengharap keterangan, mudah-mudahan Allah memberi pahala?.

Jawab :

Bahwasanya menggambar hewan (hayawan) yang sempurna anggotanya dengan potret, begitu memindahkan gambar dari film ke kertas itu hukumnya haram dengan tidak terdapat khilaf yang terhitung.

Catatan,

haram dengan tidak terdapat khilaf yang terhitung, demikianlah putusan Muktamar ke XIII, tetapi Konferensi Besar sebagai pengganti Muktamar ke XXII, membicarakan putusan tersebut secara mendalam, maka bisa mendapatkan khilaf yang terhitung oleh ulama fiqh yang mengatakan bolehnya menggambar hewan dengan potret, sebagaimana tersebut dalam majalah Nur al-Islam ke 10 jilid pertama.

Keterangan, dari:

  1. Majalah Nahdhah al-Ishlahiyah [1]

أَحَبُّ أَنْ نُجْزِمَ الْجَزْمَ كُلَّهُ أَنَّ التَّصْوِيْرَ بِآلَةِ التَّصْوِيْرِ (فُوْتُوْغِرَافِ) كَالتَّصْوِيْرِ بِالْيَدِّ تَمَامًا فَيَحْرُمُ عَلَى الْمُؤْمِنِ تَسْلِيْطُهَا لِلتَّصْوِيْرِ وَيَحْرُمُ عَلَيْهِ تَمْكِيْنُ مُسَلَّطِهَا ِلالْتِقَاطِ صُوْرَتِهِ بِهَا لِأَنَّهُ بِهَذَا التَّمْكِيْنِ يُعِيْنُ عَلَى فِعْلٍ مُحَرَّمٍ غَلِيْظٍ. وَقَالَ أَيْضًا تَنْبِيْهٌ لَعَلَّكَ فَهِمْتَ مِمَّا سَبَقَ أَنَّ الْكَلاَمَ فِي الصُّوَرِ لَهُ مَقَامَانِ الْمَقَامُ اْلأَوَّلُ فِيْ نَفْسِ التَّصْوِيْرِ وَهُوَ حَرَامٌ بِاْلإِجْمَاعِ دُوْنَ أَيْ تَفْصِيْلٍ وَقَدْ عَلِمْتَ مِمَّا قَدِمْنَا أَنَّ التَّصْوِيْرَ بِآلَةِ التَّصْوِيْرِ كَالتَّصْوِيْرِ بِالْيَدِ تَمَامًا لاَ فَرْقَ بَيْنَهُمَا.

Ketetapan yang menyeluruh adalah, bahwa pengambilan gambar dengan tustel (photografi) hukumnya sama persis seperti menggambar dengan tangan. Maka haram bagi setiap mukmin mempergunakan tustel untuk mengambil gambar dan haram pula menguasakannya kepada orang lain untuk mengambil gambar, karena dengan demikian berarti ia telah membantu atas pekerjaan yang sangat diharamkan. Disebutkan pula sebagai peringatan semoga Anda memahami, bahwa pembicaraan dalam masalah gambar ini ada dua tahap, yang pertama perihal pengambilan gambar itu sendiri yang diharamkan secara ijmak tanpa rincian apapun. Sebagaimana Anda ketahui dari keterangan yang lalu bahwa pengambilan gambar dengan tustel itu sama persis dengan menggambar/melukis dengan tangan, keduanya tidak ada perbedaan sama sekali.

  1. Majalah Nur al-Islam [2]

وَرَأَى بَعْضُ الْفُقَهَاءِ فِيْمَا حَكَاهُ الْجُوَيْنِيّ جَوَازَ نَسْجِ الصُّوَرِ فِي الثَّوْبِ. وَأَفْتَى آخَرُوْنَ بِإِبَاحَةِ التَّصْوِيْرِ عَلَى اْلأَرْضِ وَنَحْوِهَا. وَقَالَ الْخَطَّابِيُّ الَّذِيْ يُصَوِّرُ أَشْكَالَ الْحَيَوَانِ أَيْ يَضَعُ صُوْرَتَهَا دُوْنَ أَنْ يَكُوْنَ لَهَا ظِلٌّ أَرْجُوْ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دَاخِلاً فِيْ هَذَا الْوَعِيْدِ، وَمِمَّا يَصِحُّ أَنْ يَكُوْنَ مُسْتَنَدًا لِهَؤُلاَءِ أَنَّ النَّبِيَّ r لَمَّا أَخْبَرَ أَنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيْهِ صُوْرَةٌ، قَالَ: إِلاَّ رَقْمًا فِيْ ثَوْبٍ. وَهَذَا اْلإِسْتِثْنَاءُ وَإِنْ وَرَدَ فِيْ سِيَاقِ النَّهْيِ عَنْ اِتِّخَاذِ الصُّوَرِ فَهُوَ يُؤْذِنُ بِأَنَّ رَقْمَ الصُّوَرِ فِي الثَّوْبِ غَيْرُ دَاخِلٍ فِيْمَا حُرِّمَ مِنَ التَّصْوِيْرِ ... إِلَى أَنْ قَالَ: فَهَذِهِ الْوَسِيْلَةُ  لِأَخْذِ الصُّوْرَةِ لَمْ تَكُنْ مَعْرِفَةً لِعَهْدِ الْوَحْيِ فِيْ تَصْوِيْرِ مَا لَيْسَ لَهُ ظِلٌّ فَمَنْ يَذْهَبُ إِلَى إِبَاحَةِ رَقْمِ الصُّوَرِ فِي الثَّوْبِ يُجِيْزُ التَّصْوِيْرَ بِهَذِهِ اْلآلَةِ مِنْ غَيْرِ تَرَدُّدٍ، إِذْ لاَ تَزِيْدُ عَلَى الرَّقْمِ فِي الثَّوْبِ. وَالنَّقْشُ عَلَى الْوَرَقِ بِشَيْءٍ تَقْتَضِي مَنْعَهَا.

Sebagian ulama fiqh berpendapat kebolehan menenun gambar pada baju dalam riwayat yang diceritakan al-Juwaini. Sebagian ulama lain berfatwa atas kebolehan menggambar di atas tanah dan semisalnya. Al-Khaththabi berkata: “Orang yang menggambar bentuk-bentuk binatang, yakni membuat lukisannya tanpa mempunyai bayangan (bukan tiga dimensi), aku harap ia tidak masuk dalam ancaman (yang dinyatakan dalam hadits).” Dan di antara dalil yang sah dijadikan sandaran para ulama tersebut adalah bahwa Nabi Saw. ketika memberitahukan bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat lukisan, beliau bersabda: “Kecuali lukisan (yang tidak memiliki ruh, seperti pohon dan semisalnya/tidak mempunyai bayangan -bukan tiga dimensi-) di baju”. Pengecualian ini walaupun terdapat dalam rangkaian larangan menggambar, ia memberi pengertian bahwa gambar (yang tidak memiliki ruh, seperti pohon dan semisalnya/tidak mempunyai bayangan -bukan tiga dimensi-) di baju itu tidak termasuk menggambar yang diharamkan ... Alat untuk mengambil gambar (tustel) ini belum dikenal di masa penurunan wahyu dalam menggambar sesuatu yang tidak mempunyai bayangan. Maka ulama yang berpendapat tentang kebolehan menggambar sesuatu yang tak mempunyai bayangan di baju, maka tanpa keraguan berarti ia memperbolehkan pula menggambar dengan alat tersebut, karena tidak melebihi lukisan yang tidak mempunyai bayangan di baju. Sedangkan mengukir di atas kertas dengan sesuatu (seperti kanvas) maka dilarang.

[1] Majalah al-Nahdlatul Ishlahiyah, h. 264

[2] Majalah Nurul Islam, Vol. 10, Jilid 1.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 236 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-13 Di Menes Banten Pada Tanggal 13 Rabiuts Tsani 1357 H. / 12 Juli 1938 M.