Golongan Orang Kafir yang DiMaksud Rosululloh dalam Hadisnya

 
Golongan Orang Kafir yang DiMaksud Rosululloh dalam Hadisnya

Pengertian Menyerupai Orang Kafir

Pertanyaan :

Apa yang diartikan sabda Rasulullah Saw.; “Siapa yang menyerupai golongan, maka ia termasuk golongan itu.” menyerupai dalam waktu sekarang ini bagaimana?, Dan bagaimana hukumnya menyerupai orang kafir?.

Jawab :

Yang diartikan menyerupai ialah memakai pakaian yang ditentukan hanya untuk golongan itu sendiri, pakaian itu baik atau jelek sekalipun, seperti memakai lencana Salib (†), dan berpakaian yang menunjukkan bahwa itu bukan pakaian orang Islam, juga seperti menutup toko pada hari Minggu dan lain sebagainya. Adapun hukumnya menyerupai, maka telah diputuskan dalam Muktamar II masalah nomor 33. Kemudian ada keterangan dalam kitab Fath al-Bari juz X, yang artinya: Sesungguhnya yang dilarang menyerupai, ialah menyerupai dalam pakaian dan lain sebagainya bukan menyerupai dalam hal yang baik.

Keterangan, dari kitab:

  1. Fath al-Bari [1]

قَالَ الشَّيْخُ أَبُوْ مُحَمَّدٍ ابْنِ أَبِي حَمْزَةَ نَفَعَ اللهُ بِهِ مَا مُلَخَّصُهُ: ظَاهِرُ اللَّفْظِ الزَّجْرُ عَنِ التَّشَبُّهِ فِيْ كُلِّ شَيْءٍ لَكِنْ عُرِفَ مِنَ اْلأَدِلَّةِ اْلأُخْرَى أَنَّ الْمُرَادَ التَّشَبُّهُ فِي الزَّيِّ وَبَعْضِ الصِّفَاتِ وَنَحْوِهَا لاَ التَّشَبُّهُ فِيْ أُمُوْرِ الْخَيْرِ.

Kesimpulan dari pendapat Syaikh Abu Muhammad Ibn Abi Hamzah adalah, pengertian zhahir dari lafal (hadits tersebut) adalah mencegah dari menyerupai dalam segala hal. Namun yang dipahami dari dalil-dalil lain, yang dimaksud adalah menyerupai dalam atribut, sebagian sifat-sifat orang kafir, dan semisalnya. Bukan menyerupai dalam hal kebaikan.

  1. Bughyah al-Mustarsyidin [2]

(مَسْأَلَةُ ي) حَاصِلُ مَا ذَكَرَهُ الْعُلَمَاءُ فِي التَّزَيِّى بِزَيِّ الْكُفَّارِ أَنَّهُ إِمَّا أَنْ يَتَزَيَّى بِزَيِّهِمْ مَيْلاً إِلَى دِيْنِهِمْ وَقَاصِدًا التَّشَبُّهَ بِهِمْ فِيْ شِعَارِ الْكُفَّارِ أَوْ يَمْشِيَ مَعَهُمْ إِلَى مُتَعَبِّدَاتِهِمْ فَيَكْفُرُ بِذَلِكَ بِهِمَا، وَإِمَّا أَنْ لاَ يَقْصُدَ كَذَلِكَ بَلْ يَقْصُدُ التَّشَبُّهَ بِهِمْ فِيْ شِعَارِ الْعِيْدِ أَوِ التَّوَصُّلَ إِلَى مُعَامَلَةٍ جَائِزَةٍ مَعَهُمْ فَيَأْثَمُ وَإِمَّا أَنْ يَتَّفِقَ لَهُ مِنْ غَيْرِ قَصْدٍ فَيُكْرَهُ كَشَدِّ الرِّدَاءِ فِي الصَّلاَةِ.

Kesimpulan dari pernyataan para ulama tentang memakai atribut orang-orang kafir adalah, jika dalam memakai atribut itu karena rasa suka kepada agama mereka dan bertujuan untuk bisa serupa dengan mereka dalam syiar-syiar kafir, atau agar bisa bepergian bersama mereka ke tempat-tempat peribadatan mereka, maka dalam dua hal tersebut orang itu menjadi kafir. Namun jika tidak punya tujuan seperti itu, yakni hanya sekedar bisa menyerupai mereka dalam syiar-syiar hari raya, atau sebagai media agar bisa bermuamalah berhubungan dengan mereka dalam hal-hal yang diperkenankan, maka ia hanya berdosa, atau ia secara kebetulan  memakai atribut orang kafir tanpa bertujuan apapun, maka hukumnya makruh seperti mengikat selendang dalam shalat.

[1] Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari, (Beirut: Dar al-Fikr, 1420 H/2000 M), Juz XI, h. 521.

[2] Abdurrahman Ba’alawi, Bughyah al-Mustarsyidin, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1371 H/1952 M)), h. 248.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no.239 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-14 Di Magelang Pada Tanggal 14 Jumadil Ulaa 1358 H. / 1 Juli 1939 M.