Piringan Hitam atau Kaset dari Al-Qur’an

 
Piringan Hitam atau Kaset dari Al-Qur’an

Piringan Hitam atau Kaset dari Al-Qur’an

Pertanyaan :

Apakah piringan hitam atau kaset (yang merupakan tasjil shaut) dari al-Qur’an itu mempunyai kedudukan hukum Qur’aniyah yang sama pula?.

Jawab :

Piringan hitam atau kaset yang merekam al-Qur’an adalah bukan mushaf, sebab barang-barang tersebut tidak masuk dalam ta’rif Mushaf. Selanjutnya mengenai hukum mendengarkan suara al-Qur’an yang keluar dari piringan hitam atau kaset adalah:

  1. Suara yang didengar dari piringan hitam atau kaset itu sama dengan suara al-Qur’an yang didengar dari jamadat (benda mati), maka tidak dihukumi al-Qur’an. Keterangan ini diambil dari kitab Anwar al-Syuruq fi Ahkam al-Shunduq, halaman 31 bahwa Syaikh Abdul Qadir al-Ahdali membolehkan mendengarkan piringan hitam dengan istilah laa ba’sa bih. Beliau menjelaskan hal ini dengan syairnya:

 

وَقَدْ سُئِلْتُ عَنْ سَمَاعِ طَرَبِهِ  *  فَقُلْتُ بَحْثًا أَنَّهُ لاَ بَأْسَ بِهِ

Aku pernah ditanya tentang mendengarkan alat musik,

Maka aku jawab sesuai dengan penelitian, yang demikian itu tidak mengapa.

 

2. Pendapat Syaikh Muhammad Ali al-Maliki dalam kitabnya Anwar al-Syuruq fi Ahkam Al-Shunduq, halaman 31 setelah beliau memberi alasan-alasan secara panjang lebar, akhirnya beliau memberi kesimpulan, bahwa merekam al-Qur’an dalam kaset atau piringan hitam dan mengguna-kannya itu tidak lepas dari menghina atau merendahkan martabat al-Qur’an. Karena itu, merekam al-Qur’an dalam kaset atau piringan hitam sebagaimana yang maklum itu hukumnya haram pula mendengarkan al-Qur’an darinya.

3. Menurut qaul mukhtar ‘inda al-Hanafiyah sebagaimana tersebut dalam al-Fatawa al-Syar’iyyah, karya Husain Mahluf Juz I, halaman 289: “Mendengar ayat sajadah dari burung seperti Beo, menurut pendapat yang terpilih, tidak wajib sujud karena bukan bacaan yang sebenarnya, namun sekedar kicauan yang tidak dimengerti. Pendapat yang lain menyatakan, wajib bersujud karena orang yang mendengarkan itu telah mendengarkan firman Allah Swt. walaupun dari burung yang sedang berkicau.”

Keterangan, dari kitab:

  1.  I’anah al-Thalibin [1]

وَلاَ يَخْفَى أَنَّ الْمُصْحَفَ اِسْمٌ لِلْوَرَقِ الْمَكْتُوْبِ فِيْهِ كَلاَمُ اللهِ تَعَالَى Dan tidak samar lagi, bahwa mushaf itu adalah nama bagi kertas yang tertulis firman Allah Ta’ala.

  1.  Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib [2]

الْمُصْحَفُ هُوَ اِسْمٌ لِلْمَكْتُوْبِ فِيْهِ كَلاَمُ اللهِ بَيْنَ الدَّفَّتَيْنِ أَي بَيْنَ دَفْتَيِ الْمُصْحَفِ Mushaf adalah nama bagi sesuatu yang tertulis firman Allah Swt. yang berada di antara dua sampul.

  1.  Anwar al-Syuruq fi Ahkam al-Shunduq [3]

وَقَدْ سُئِلْتُ عَنْ سَمَاعِ طَرَبِهِ  *  فَقُلْتُ بَحْثًا أَنَّهُ لاَ بَأْسَ بِهِ Aku pernah ditanya tentang mendengarkan alat musik, Maka aku jawab sesuai dengan penelitian, yang demikian itu tidak mengapa.

  1.  Al-Fatawa al-Syar’iyah [4]

وَقَدْ نَصَّ الْحَنَفِيَّةُ إِنْ سَمِعَ آيَةَ السَّجْدَةِ مِنَ الطَّيْرِ كَالْبَبْغَاءِ لاَ يَجِبُ عَلَيْهِ السَّجْدَةُ فِي الْقَوْلِ الْمُخْتَارِ  لِأَنَّهَا لَيْسَتْ قِرَآءَةً بَلْ مُحَاكَةً لِعَدَمِ التَّمْيِـيْزِ. وَقِيْلَ يَجِبُ  لِأَنَّ السَّامِعَ قَدْ سَمِعَ كَلاَمَ اللهِ وَإِنْ كَانَ مِنَ الطَّيْرِ الْحَاكِي

Kalangan Hanafiyah menyatakan, bahwa mendengar ayat sajadah dari burung seperti Beo, menurut pendapat yang terpilih, tidak wajib sujud karena bukan bacaan yang sebenarnya namun sekedar kicauan karena tidak terdapat sifat tamyiz darinya. Pendapat yang lain menyatakan, wajib bersujud karena orang yang mendengarkan itu telah mendengarkan firman Allah Swt. walaupun dari burung yang sedang berkicau.

[1] Muhammad Syaththa al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, (Indonesia: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th.), Jilid I, h. 66.

[2] Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Matn Abi Syuja, (Bandung: Syarikah al-Ma’rif, t. th.), Juz I, h. 118.

[3] Muhammad Ali al-Maliki, Anwar al-Syuruq fi Ahkam al-Shunduq, h. 30.

[4] Husain Makhluf, al-Fatawa al-Syar’iyah, Juz I, h. 298.