Rawon, Nikmat Kedamaian Nusantara

 
Rawon, Nikmat Kedamaian Nusantara
Sumber Gambar: Ilustrasi/Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Makan siang hari ini terasa berbeda, saya baru tahu, kalau di salah satu kedai kantin kantor kami ini, menyediakan Nasi Rawon, tau nya juga karena ibu penjual menawarkan ke saya, "Rawon juga ada mas," ya sudah jadilah saya memesan satu porsi plus telor asin dan tak lupa kerupuk putih.

Kurang dari 10 menit, satu porsi Nasi Rawon sudah siap saya nikmati, bedanya dengan Rawon yang ada di Sidoarjo atau Surabaya, Rawon ini ada taburan daun daun kemangi, dengan tekstur kuah yang lebih hitam, namun kekentalannya tidak sekental Rawon Setan Surabaya atau Rawon Gajahmada Sidoarjo.

Telor asin dan sedikit sambal saya masukkan ke dalam, dan Bismillah sendokan pertama segera masuk menyapa lidah dan ruang dalam mulut saya.

Rasanya tak jauh beda dengan rawon-rawon legenda di Jawa Timur, rasa legit khas kluwek sebagai bahan utama rawon tetap terasa, ditambah potongan daging serta kemangi dan bawang goreng di dalamnya, dan tentu saja tak lupa ada nasi serta cuilan krupuk putih yang memanjakan lidah saya.

Semoga leluhur Nusantara yang menemukan racikan rawon ini, mendapatkan ganjaran yang tidak terputus. Bagaimana tidak, beliau telah membuat saya dan entah berapa banyak orang di dunia ini, tersenyum dan mengecap nikmat karena hasil karyanya.

Entah bagaimana, sang pencipta Rawon ini, bisa mempersatukan Kluwek, tanaman pegunungan yang secara kasat mata hitam legam, dan bukan hal yang lumrah untuk dimakan langsung, dipersatukan dengan bumbu bumbu lain yang sumbernya sangat berjauhan secara asal fisiknya, sebut saja garam yang berasal dari lokasi dekat pantai.

Belum lagi ditambah dengan potongan daging sapi, plus telor asin, yang notabene dari hewan yang berbeda dan bisa jadi asal tempatnya berjauhan, serta komponen komponen bumbu bumbu lain, yang bersatu dalam sebuah racikan yang ciamik, yang InsyaAllah akan terus bisa dinikmati hingga anak cucu kita kelak.

Namun apa jadinya, jika tiba-tiba piring yang berisi nasi rawon saya ini jatuh dan pecah berhamburan di lantai? Nasi rawon tetap akan menjadi nasi rawon, hanya saja pastinya keinginan kita untuk menikmati akan hilang, ketika semua berceceran tercerai berai, selera akan musnah dan berganti dengan risih serta rasa bersalah.

Nusantara ini sangat heterogen, sangat bermacam-macam isi nya, tidak hanya agama suku dan warna kulit, bahkan bahasa adat serta kebiasaan paling kecil pun sangat berbeda beda.

Ada yang hitam ada yang kuning dan sawo matang. Ada yang dari lautan, pegunungan desa dan perkotaaan. Ada yang jika berkata kata lembut, ada juga yang bahkan bernyanyi hymne saja, volumenya maksimal. Dan semua perbedaan tersebut, oleh leluhur nusantara ini sudah mampu disatukan dalam sebuah piring yang bernama Indonesia.

Rasanya sangat disayangkan, jika ada yang sengaja ingin menjatuhkan piring ini, sehingga pecah dan isinya tercerai-berai, dan tidak akan bisa dinikmati oleh anak cucu kita kelak.

Rasanya tidak ada satupun yang mau di tuding oleh sejarah, bahwa dia lah penyebab piring ini jatuh dan pecah dibawah sana.

"Cak dimana? meeting sudah mau dimulai," suara di lantai atas yang menelpon saya tersebut, membuyarkan lamunan siang ini, segera sisa air mineral di botol ini mengalir membasahi tenggorokan.

Sembari bergegas berjalan menuju lantai lokasi meeting mingguan, bibir ini tersenyum sambil berbisik syukur atas nikmat Rawon dan Indonesia tercinta, “Alhamdulillah hi Rabbil Alamin. Maturnuwun Gusti Allah. Maturnuwun Para leluluhur dan pendiri bangsa.”

Oleh: Dodik Ariyanto


Editor: Daniel Simatupang