Tanggapan Fenomena Banyaknya Artis yang Hijrah (Bagian 1)

 
Tanggapan Fenomena Banyaknya Artis yang Hijrah (Bagian 1)

Perdebatan tentang nyanyian yang meliputi banyak hal, mulai alat musiknya, suara, konten nyanyian, gerakan tubuh dan sebagainya, sebenarnya telah tuntas dikaji oleh para ulama kita sejak ribuan tahun silam, baik yang mengharamkan maupun yang membolehkan.

Kedatangan Salafi-Wahabi ke negara kita dengan membawa banyak isu, diantara merambat ke masalah musik ini, mulai mengusik lagi perdebatan itu. Andaikan mereka menyampaikan kedua pendapat ulama di atas tentu tidak akan menjadi polemik, namun sudah menjadi tabiat mereka setiap masalah yang mereka yakini adalah yang paling benar dan pendapat yang lain pasti salah. Disinilah tulisan saya berpihak. Yaitu menyeimbangkan antara yang mengharamkan dan yang membolehkan.

Pendapat Yang Mengharamkan Musik

Tidak dipungkiri memang ada ulama yang berpendapat mengharamkan musik, baik dari kalangan Shahabat, ulama Madzhab dan sebagainya. Diantara dalil ayat Qur'an adalah Surat Luqman ayat 6. Imam Ibnu Katsir banyak mengutip penafsiran Lahwa Al-Hadis sebagai nyanyian dan alat musik. Namun ternyata Ibnu Katsir juga menampilkan penafsiran dari beberapa ulama ahli tafsir lainnya

ﻭﻗﺎﻝ اﻟﻀﺤﺎﻙ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: {ﻭﻣﻦ اﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ ﻳﺸﺘﺮﻱ ﻟﻬﻮ اﻟﺤﺪﻳﺚ}
ﻳﻌﻨﻲ: اﻟﺸﺮﻙ.

Adl-Dhahhak ketika menafsirkan firman Allah:
"... Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah... " (QS Luqman: 6). Ia berkata maksudnya adalah "Syirik".

ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﺃﺳﻠﻢ؛ ﻭاﺧﺘﺎﺭ اﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ ﺃﻧﻪ ﻛﻞ ﻛﻼﻡ ﻳﺼﺪ ﻋﻦ ﺁﻳﺎﺕ اﻟﻠﻪ ﻭاﺗﺒﺎﻉ ﺳﺒﻴﻠﻪ.

Demikian halnya yang dikatakan oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Sementara Ibnu Jarir memilih pendapat bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah setiap perkataan yang menghalangi dari ayat-ayat Allah dan mengikuti jalan-Nya (Tafsir Ibni Katsir 6/331)

Dalil hadis yang digunakan untuk mengharamkan musik adalah hadis Bukhari yang menyebutkan kalimat Ma'azif. Langsung saja mereka memvonis keharaman musik. Padahal ulama memiliki banyak penafsiran tentang makna Ma'azif:

ﻭﻫﻲ ﺁﻻﺕ اﻟﻤﻼﻫﻲ ﻭﻧﻘﻞ اﻟﻘﺮﻃﺒﻲ ﻋﻦ اﻟﺠﻮﻫﺮﻱ ﺃﻥ اﻟﻤﻌﺎﺯﻑ اﻟﻐﻨﺎء ﻭاﻟﺬﻱ ﻓﻲ ﺻﺤﺎﺣﻪ ﺃﻧﻬﺎ ﺁﻻﺕ اﻟﻠﻬﻮ ﻭﻗﻴﻞ ﺃﺻﻮاﺕ اﻟﻤﻼﻫﻲ ﻭﻓﻲ ﺣﻮاﺷﻲ اﻟﺪﻣﻴﺎﻃﻲ اﻟﻤﻌﺎﺯﻑ اﻟﺪﻓﻮﻑ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﻣﻤﺎ ﻳﻀﺮﺏ ﺑﻪ

Ma'azif adalah alat musik. Al-Qurthubi mengutip dari Al-Jauhari bahwa Ma'azif adalah nyanyian, sedangkan yang terdapat dalam kitab Shihahnya adalah alat musik. Ada yang mengatakan bahwa Ma'azif adalah suara nyanyian. Dalam Hasyiah Ad-Dimyati disebut bahwa Ma'azif adalah gendang dan alat musik yang ditabuh (Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath Al-Bari 10/55)

Jika dimaknai sebagai alat musik nyatanya di dalam hadis sahih lainnya Nabi membolehkan terbangan. Maka makna Ma'azif masih tetap dalam perdebatan.

Kesimpulannya, keharaman musik dan nyanyian adalah bersifat ijtihad dari penafsiran ayat Qur'an dan hadis Nabi. Dan seperti biasa Salafi Wahabi menggunakan satu penafsiran yang dianggap sebagai Tafsir tunggal yang paling benar. Padahal masih banyak ijtihad ulama lainnya yang membolehkan.

(Bersambung)

 

Ustadz Ma'ruf Khozin
Aswaja NU Center Jawa Timur