Belajar Produktivitas Menulis Dari Mursyid Thariqah K.H. M. Hanif Muslih, Lc. (Part 3 Habis)

 
Belajar Produktivitas Menulis Dari Mursyid Thariqah K.H. M. Hanif Muslih, Lc. (Part 3 Habis)

Gudang Ilmu Hikmah

Namun sebagaimana anak-anak seusianya, Hanif sangat penasaran terhadap ilmu hikmah. Karena tidak berani meminta kepada ayahnya, ia pun mengikuti teman-temannya berguru ilmu kanuragan kepada beberapa kiai ahli hikmah yang tinggal di sekitar Mranggen. Lucunya, begitu tahu Hanif adalah anak Kiai Muslih Mranggen, tak ada satu pun kiai yang mau memberikan ijazahnya kepada bocah itu.

“Minta saja sama ayahmu,” kata mereka, “Beliau itu gudangnya ilmu hikmah.” Betapa sedihnya Hanif mendengar penolakan itu. Untungnya tak lama kemudian desanya kedatangan tamu, seorang kiai ahli hikmah dari Jawa Timur, yang mau memberikan ijazah berbagai ilmu hikmah kepada siapa saja. Dengan semangat Hanif lalu ikut berguru. Ia mendapat ijazah sebuah amalan yang harus disertai puasa.

Tak disangka, ternyata lelakonnya itu ketahuan sang abah. Hanif pun dipanggil ke kamar pribadi Kiai Muslih dan dimarahi. “Kalau kamu senang mempelajari ilmu hikmah, nanti abah sendiri yang akan menjajal ilmu kamu,” bentak Kiai Muslih. Tentu saja wajah Hanif langsung pucat pasi karena ketakutan.

“Ilmu hikmah itu tidak usah dipelajari,” lanjut Mbah Muslih. “Yang penting sekarang kamu belajar ilmu agama dan ilmu pengetahuan sebaik-baiknya. Setelah menjadi orang alim, lalu kamu mengajar agar ilmumu mendapat keberkahan. Setelah itu insya Allah semua ilmu hikmah akan datang sendiri.”

Uniknya, meski marah, Kiai Muslih tidak menyuruh Hanif menghentikan puasanya. Sebaliknya, Sang Allamah justru menambah sebuah wirid yang dimaksudkan sebagai penyeimbang amalan ilmu hikmahnya tersebut.

Ketika disinggung mengenai aktivitas kethariqahannya, Kiai Hanif mengaku sudah ditawari untuk berbai’at oleh ayahnya sejak ia masih kuliah di Madinah. Namun waktu ia yang merasa belum siap menolak tawaran abahnya.

Ketika sang ayah wafat, dan Hanif pulang ke tanah air, kakaknya, Kiai Luthfi Hakim juga menawarinya untuk dibai’at. Namun lagi-lagi Kiai Hanif menolak karena merasa belum siap. Ia merasa sebagian besar waktunya saat itu habis untuk mengurus Rabithah Ma’ahidil Islamiyyah (RMI) Jawa Tengah yang selama tiga periode dipimpinnya.

“Selain itu, saat itu juga saya merasa masih banyak maksiat,” ungkap Kiai Hanif merendah.
Sejak pulang dari Madinah, Kiai Hanif dan Kiai Luthfi memang berbagi tugas. Sang kakak konsentrasi di dalam pondok mengurus santri dan thariqah. Dan Hanif yang kebagian tugas urusan luar pesantren dan masalah keumatan.

Namun pada tahun 2003, tepat dua tahun sebelum Kiai Luthfi wafat, Hanif dipanggil sang kakak dan diultimatum, “Mau atau tidak mau, sekarang juga kamu saya bai’at.”

Kiai Hanif yang sudah merasa semakin tua dan lebih tenang pun menerima. Ia menjalani tarbiyyah (pendidikan sufistik) dari sang kakak dan pamannya K.H. Ahmad Muthohhar yang juga diangkat sang ayah menjadi mursyid. Tak lama menjalani tarbiyyah, Hanif telah dianggap cukup dan diangkat menjadi khalifah, kemudian mursyid penuh.

Mursyid Pengganti

Meneruskan tradisi ayahnya, yang menjelang wafat mengangkat adiknya K.H. Ahmad Muthohhar Abdurrahman, putranya K.H. Luthfil Hakim, dan menantunya K.H. Makhdum Zein. K.H. Muhammad Ridwan, dan Kiai Abdurrahman Badawi sebagai pengganti, tak lama setelah dua mursyid seniornya wafat Kiai Hanif juga mengumpulkan keponakan-keponakannya. Lima ustadz muda yang merupakan putra lima mursyid sebelumnya itu ditawari untuk dibai’at dan dididik menjadi calon mursyid pengganti.

Namun diantara kelimanya hanya K.H. Said Lafif bin Luthi Hakim saja yang bersedia, sementara yang lain mengaku belum siap. Baru belakangan, putra K.H. Ahmad Muthohhar menyusul. Maka jadilah tiga mursyid itu yang secara bersamaan meneruskan tradisi kethariqahan Qadiriyyah wan Naqsyabandiyyah di Mranggen.

Selain membimbing di pesantrennya, belakangan Kiai Hanif juga sering menghadiri undangan murid-muridnya, untuk memimpin tawajjuhan (penhgajian thariqah) dan membai’at murid-murid baru. Saat ini murid TQN Mranggen memang telah tersebar hingga ke pulau-pulau lain di Nusantara, terutama Sumatera.

“Saya cuma meneruskan langkah Kiai Luthfil Hakim,” kata Kiai Hanif.

Dalam kehidupan modern ini, menurut Kiai Hanif Muslih, setiap orang idealnya masuk ke dalam salah satu thariqah yang mu’tabarah. Sebab seiring kemajuan zaman, problematika kehidupan yang dihadapi umat islam menjadi semakin kompleks.

“Dan dalam banyak kompleksitas itu menyebabkan banyak orang yang menderita stress. Di sinilah thariqah menawarkan sebuah solusi kedamaian dan ketentraman dengan pendekatan diri kepada Allah,” tutur Kiai Hanif.

Demikianlah sekelumit lagi tentang ulama unik dari pesantren, yang terus berkarya dalam ruang lingkup yang semakin sempit dikepung kemajuan zaman. Menutup perbincangan siang itu, Kiai Hanif berharap, thariqah akan semakin banyak diamalkan dan akan semakin menentramkan jiwa banyak orang. Amin.

(Ahmad Iftah Sidik, Pemerhati Kiai Kharismatik NU)