Wirid Para Abdal (4): Doa Allohummarham Ummata Muhammad dan Tashbih al-`Aliyyid Dayyân

 
Wirid Para Abdal (4): Doa Allohummarham Ummata Muhammad dan Tashbih al-`Aliyyid Dayyân

Nur Kholik Ridwan

Anggota PP RMI NU

Doanya

Imam Afifuddin al-Yafi’i asy-Syafi`i asy-Syadzili al-Qodiri, menulis dalam kitab Raudhur Royâhin fî Hikâyatish Shôlihîn, dalam Hikayat ke-407, tentang salah seorang sholihin. Dalam sebuah cerita, al-Yafi`i menjelaskan bahwa dalam sholatnya, seorang sholihin berdoa dengan doa ini:

“Alhôhumashlih ummata Muhammad, Allôhummarham ummata Muhammad, Allohuma farrij `an ummati Muhammad.”

Artinya:
“Ya Alloh jadikanlah baik umat Nabi Muhammad, ya Alloh kasihsayangilah umat Nabi Muhammad, Ya Alloh hapuskanlah kesedihan/kesusahan dari umat Nabi Muhammad.” Maka setelah sholat maghrib saya berkata kepadanya, dari mana doa ini, dia berkata:

“Barang siapa berdoa dengan doa itu setiap hari 3 kali, Alloh mencatatnnya termasuk dalam kalangan Abdal.” Maka saya berkata: “Siapa yang mengajarimu hal ini?” Maka dia berkata: “Imanmu tidak menjangkau ke situ.”

Al-Yafi’i kemudian berkata: “Berkata asy-Syaikh al-Imam al-Arif billâhi ta`âlâ, yang memiliki maqom tinggi, Abul Hasan asy-Syadzili dan selainnya dari kalangan guru besar para `Arifin menyebutkan bahwa “barang siapa setiap hari berdoa dengan doa:

“Allohumaghfir li ummati Muhammad, Allohumarham ummata Muhammad, Allohumastur ummata Muhammad, Allohumajbur ummata Muhammad”

Artinya:

“Ya Alloh ampunilah umat Nabi Muhammad, ya Alloh kasihsayangilah umat Nabi Muhammad, Ya Alloh tutuplah umat Nabi Muhammad, ya Alloh sulamilah kekurangan umat Nabi Muhammad,” maka Alloh akan mencatatnya termasuk dari kalangan al-Abror, rodhiyallôhu `anhum.”

Al-Yafi`i menambahkan: “Mereka berkata: “Dan itu adalah doanya Nabi Hidhir alaihissalam…” (Afifuddin Abis Sa`adat Abdillah bin As`ad al-Yafi`i al-Yamani, Raudhur Royâhin fî Hikayâtish Shôlihîn, al-Maktabah at-Taufiqiyah, hlm. 315). Lagi-lagi di sini Nabi Hidhir disebutkan sebagai asal dari doa yang dimalkan para Abdal itu.

Hafizh Murtadho az-Zubaidi juga mengemukakan: “Dan katakanlah doa setiap hari 10 x, dengan doa:

“Allohumashlih ummata Muhammad Allohumarham Ummata Muhammad Allohuma farrij `an ummata Muhammad shollahu alaihi wasallam, dikatakan bahwa yang membaca itu ditulis dengan pahala badal dari para abdal” (Ithâfus Sadatil Muttaqin, V: 171).

Selain itu, Hafizh Murtadho az-Zubaidi juga mengemukakan kaum Abdal senantiasa beristighfar untuk kaum muslimin dan muslimat:

“Tentang firman Alloh pada surat ar-Rum [30] dari mulai ayat 17 sampai dengan ayat yang akhirnya wakadzalika tukhrojûn (ayat 19), dan barangsiapa beristighfar untuk kaum mukmin dan mukminat 50 x setiap hari (25 x pagi dan 25 x sore), maka dia dicatat termasuk para Abdal, karena adanya atsar dalam soal itu” (Ithâfus Sâdatil Muttaqîn, V: 171).

Jadi, istighfâr untuk kaum muslimin-mukminin laki-laki dan perempuan sebanyak 50 x sehari, 25 kali pagi dan 25 kali sore, menurut Hafizh Murtadho az-Zubaidi, dapat menempatkan orang itu ke dalam golongan Abdal. Ingat pula, jenis istighfar dalam al-Musabba`at al-`Asyara juga istighfar lilmuslimin walmuslimat wal mu’minin wal mu’minat, dibarengi istighfar untuk orang tua, anak dan keturunan.

Tasbihnya

Imam al-Ghozali di dalam kitab Ihya’ `Ulumiddin juga mengetengahkan satu tashbih yang merupakan tashbihnya para Abdal berdasarkan riwayat dari Imam Ibrahim bin Azhom. Imam al-Ghozali mengatakan begini:

“Dan diriwayatkan dari Syaikh Ibrohim bin Azhom, dari sebagian Abdal, dia ketika sedang sholat di suatu malam di pinggir laut, maka dia mendengar suara yang tinggi/kuat, dan dia tidak melihat seseorang. Maka dia berkata: “Siapakan engkau, saya mendengar suaramu, tetapi tidak melihat engkau?”

“Suara itu mengatakan: “Saya adalah seorang malak dari kalangan malaikat, yang ditugaskan menjaga laut ini. Saya bertashbih kepada Alloh ta`ala dengan tashbih ini sejak saya diciptakan.” Saya berkata: “Siapa namamu?” namaku: “Mahlhaya’il.” Saya berkata: “Apa pahala orang yang membaca tashbih ini: “Barang siapa yang membaca tasbih ini 100 x, maka dia tidak akan meninggal sebelum dia melihat tempatnya di surga.”

Redaksi tashbihnya, ini:

Subhânallôh al-`Âliyyid Dayyân.
Subhânallôh asy-Syadîdil Arkân.
Subhâna man Yadzhabu billaili wa ya’ti bin nahâr.
Subhâna man lâ Yusghiluhu Sya’nun `an Sya’nin.
Subhânallôh al-Hannânil Mannân
Subhânallôh al-Musabbahi fî kulli makân.

Artinya:
Maha Suci Alloh Al-`Aliyyi dan Maha Perkasa. Maha Suci Alloh yang mengokohkan sendi-sendi ciptaan-Nya. Maha Suci Alloh yang menggeser malam dan mendatangkan siang. Maha Suci Alloh yang tidak disibukkan oleh suatu keadaan dari keadaan lain. Maha Suci Alloh Yang Maha Penyantun dan yang Maha Melimpah rahmat-Nya. Maha Suci Alloh yang dipuji makhluknya di seluruh tempat.

Hafizh Murtadho az-Zubaidi mengomentari tashbih para Abdal adalah tasbih itu sebagaimana yang juga dikemaukakan Shohibul Qutt. Dan berkata: “Mereka mengabarkan kepadaku bahwa Syaikh Ibrohim bin Azhom menerima dari sebagian Abdal,” dan ini dinukil pengarang al-`Awariful Ma`arif juga…” (Ithâfus Sâdatil Muttaqîn, V: 135).

Bertasbih dengan redaksi tasbih Al-`Aliyyid Dayyan ini termasuk dari amalan para Abdal, sebagaimana disebut Imam al-Ghozali dan Hafizh Murtadho az-Zubaidi. Sementara bertashbih itu sendiri memang diperintahkan oleh Alloh, terutama pada pagi dan sore

 

 

Tags