Turki Larang Warganya Komentari Krisis Ekonomi di Medsos

 
Turki Larang Warganya Komentari Krisis Ekonomi di Medsos

LADUNI.ID, Turki - Presiden Turki Tayyip Erdogan menggambarkan kebijakan AS itu sebagai rudal perang ekonomi yang dilancarkan Negeri Paman Sam terhadap Turki. Meski nilai lira terpuruk, dalam pidatonya Minggu (12/8) kemarin, Erdogan membantah bahwa negaranya berada dalam krisis. Ia menganggap anjloknya nilai tukar lira hanya sebagai fluktuasi yang tak ada hubungannya dengan fundamental ekonomi.

Dia bahkan menganggap peristiwa ini hanya bentuk "penyerangan" dari kelompok oposisi yang berupaya menggulingkannya dalam upaya kudeta gagal 2016 lalu.

"Mereka yang tidak bisa bersaing dengan kami di arena pertarungan telah membawa skenario kurs fiktif online yang tak ada hubungannya dengan kondisi riil Turki, produksi dan ekonomi riil. Negara ini tidak runtuh, tidak hancur atau bangkrut karena krisis," tegas Erdogan

Untuk meredam kekhawatiran dimasyarakat dengan kondisi krisis ekonomi yang sedang dihadapi maka Kementerian Dalam Negeri Turki mengatakan tengah mengambil langkah hukum yang diperlukan untuk menindak setiap unggahan media sosial berisikan komentar mengenai krisis ekonomi di negara itu.

Kemdagri memaparkan sedikitnya 346 akun media sosial sudah berada dalam pengawasan pemerintah sejak 7 Agustus lalu. Ratusan akun tersebut dinilai telah mengunggah komentar soal lemahnya nilai mata uang lira terhadap dolar Amerika "dengan cara yang provokatif."

Dikutip Reuters, Ankara bahkan telah menetapkan serangkaian langkah hukum terhadap akun-akun tersebut.
Selain itu, kantor jaksa Turki juga disebut tengah menyelidiki sejumlah individu yang dianggap pemerintah "terlibat upaya mengancam keamanan ekonomi" negara.

Jaksa menganggap Turki tengah menjadi target serangan ekonomi. Otoritas Turki berjanji akan menindak hukum segala berita hingga komentar tertulis maupun visual di media sosial yang terlibat upaya tersebut.

Nilai mata uang lira terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat hingga 18 persen terutama setelah Presiden AS Donald Trump menetapkan kebijakan menggandakan tarif impor produk baja dan aluminium asal Turki belum lama ini.

Akibat keputusan AS itu, nilai lira disebut berada di titik terendah sejak 2001 lalu. Kebijakan proteksionisme itu diberlakukan Gedung Putih sebagai sanksi bagi Turki lantaran enggan membebaskan seorang pendeta Evangelis asal Amerika, Andrew Brunson, yang ditahan atas tuduhan terorisme.

Sepanjang tahun ini, mata uang Lira memang terus melemah hingga 40 persen. Sebagian besar dipicu oleh kekhawatiran atas pengaruh Erdogan dalam ekonomi, seruan berulang terkait kebijakan suku bunga rendah dalam menghadapi inflasi tinggi, dan relasi Turki-AS yang kian memburuk belakangan ini.

Selain cekcok terkait penahanan pendeta, Ankara dan Washington memang banyak berselisih pendapat dalam menanggapi isu internasional mulai dari perang sipil di Suriah hingga ambisi Turki membeli sistem pertahanan Rusia.