Hukum Bermakmum Shalat kepada Golongan Khawarij

 
Hukum Bermakmum Shalat kepada Golongan Khawarij
Sumber Gambar: Foto Istimewa (Ilustrasi Foto)

Laduni.ID, Jakarta - Khawarij adalah salah satu sekte atau kelompok yang dalam sejarah perjalanan Islam telah memberikan pengaruh terhadap gerakan ekstrimisme dalam Islam. Sekte Khawarij telah menjadikan potret ajaran Islam yang Rahmatan lil 'Alamin menjadi ajaran Islam yang intoleran dan menebar kebencian terhadap sesama muslim. Dalam perjalanan sejarah Islam sekte Khawarij adalah kelompok yang lahir pasca terjadinya perang shiffin antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bi Abi Sufyan. Mereka adalah kelompok yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib karena menganggap Ali telah kafir karena menerima arbitrase dari kelompomm Muawiyah dan mereka juga mengkafirkan kelompok Muawiyah karena menentang pemerintahan Ali yang sah pada saat itu. Sehingga menurut Khawarij antara kelompok Ali dan Muawiyah dua-danya kafir kecuali mereka yang tidak kafir.

Definisi di atas adalah definisi dalam pandangan yang sempit, karena kelompok tersebut jika kaitkan dengan masa sekarang dipastikan sudah tidak ada lagi dikarenakan matinya seluruh penentang kelompok Ali. Namun pada kenyatannya masih banyak kelompok yang manhajnya menyerupai kelompok tersebut. Sehingga sebagian sejarawan meberikan definisi Khawarij secara luas seperti As-Syahrastani dalam Al-Milal wan Nihal menyebutkan bahwa siapapun yang keluar atau melawan penguasa yang sah adalah Khawarij.

Baca Juga: Hukum Menepuk Pundak Imam oleh Orang yang Akan Bermakmum

كل من خرج على الإمام الحق الذي اتفقت الجماعة عليه يسمى خارجياً، سواء كان الخروج في أيام الصحابة على الأئمة الراشدين أو كان بعدهم على التابعين لهم بإحسان والأئمة في كل زمان

"Setiap orang yang keluar menentang pemimpin yang sah yang telah diputuskan oleh masyarakat disebut sebagai Khawarij,  baik penentangan itu terjadi di masa sahabat terhadap para Khulafaur Rasyidin atau terjadi setelah mereka terhadap para tabiin yang baik dan para pemimpin di setiap zaman"

Dari definisi yang dijelaskan oleh As-Syahrastani di atas bisa kita simpulkan bahwa kelompok Khawarij adalah orang yang menentang dan melawan pemerintah yang sah secara hukum. Maka kelompok Khawarij bisa dikatakan masih ada hingga saat ini yaitu kelompok-kelomok penentang pemerintah yang sah dan kalangan separatis di sebuah negara seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan kelompok sejenisnya.

Berikut beberapa ciri-ciri kelompok Khawarij yang dikutip dari beberpa keterangan dari kitab-kitab mu'tabar diantaranya:
1. Sangat tekun beribadah namun tidak dibarengi dengan pemahaman yang baik. (Lihat Ibnul Jauzi, Talbis Iblis, 83)
2. Merasa siapa pun yang menentang mereka sebagai penentang kitabullah. (Lihat Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan-Nihayah, X, 565)
3. Mencela kaum muslimin dengan ayat-ayat yang sebenarnya ditujukan pada non-muslim. (Lihat komentar Sahabat Ibnu Umar kepada Khawarij dalam Riwayat Al-Bukhari)
4. Meragukan keislaman orang lain sehingga gemar memberikan ujian. (Lihat Al-Lalika’i, Syarh Ushul I’tiqad Ahli As-Sunnah, V, 1060)
5. Mewajibkan pemberontakan pada penguasa karena berbeda pandangan. (Lihat As-Syahrastani, Al-Milal wan-Nihal, I, 115)

Dari beberapa ciri di atas bisa kita telusuri siapa Khawarij di era saat ini dan bagaimana aktifitas mereka. Berkaitan dengan hal di atas lalu bagaimana hukumnya jika kita bermakmum shalat kepada kelompok Khawarij ? apakah sah shalatnya atau harus melakukan I'adah (mengulangi shalat)?

Bagi orang yang bermakmum kepada kelompok Khawarij maka shalatnya dianggap tidak sah dan harus I'adah (mengulangi shalat) jika imam tersebut berbuat bi'dah yang menjadikan kufur. Namun jika tidak demikian maka sah makmumnya namun makruh dan tetap haram bagi makmum yang merupakan tokoh terkemuka karena dikhawatirkan menjadi petunjuk kesesatan bagi pengikutnya. Jawaban ini sebgaimana dikutip dari Keputusan Mukhtamar Nahdlatul Ulama ke-13 di Menes Banten pada tanggal 13 Rabiuts Tsani 1357 H/12 Juli 1938 M. Berikut jawaban lengkapnya:

"Tidak sah makmumnya dan si makmum wajib i’adah (shalat lagi) apabila si imam berbuat bid’ah yang menjadikan kufur, seperti tidak mengakui, bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. Kalau tidak demikian, maka sahlah bermakmumnya dan hukumnya makruh tapi haram apabila si makmum itu orang terkemuka, karena mengkhawatirkan sesatnya para pengikutnya"

Baca Juga: Hukum Menempelkan Kaki Ketika Shalat Berjamaah

Adapun kitab yang dijadikan landasan keterangan tersebut adalah kitab Al-Minhaj Al-Qawim karya Imam Ibnu Hajar Al-Haitami

أَمَّا مَنْ يَكْفُرُ بِبِدْعَتِهِ كَمُنْكِرِ عِلْمِ اللهِ بِالْجُزْئِيَّاتِ وَبِالْمَعْدُوْمِ وَالْبَعْثِ وَالْحَشْرِ لِلأَجْسَادِ وَكَذَا الْمُجَسِّمُ عَلَى تَنَاقُضٍ فِيْهِ. وَالْقَائِلُ بِالْجِهَةِ عَلَى قَوْلٍ نُقِلَ عَنِ الْأَئِمَّهِ الْاَرْبَعَةِ فَلاَ يَصِحُّ اْلإِقْتِدَاءُ بِهِ كَسَائِرِ الْكُفَّارِ.

"Adapun orang yang kufur dengan bid’ahnya sama dengan orang yang mengingkari ke Mahatahuan Allah SWT. dengan hal-hal yang parsial  dan sesuatu yang tidak ada, yang mengingkari kebangkitan dari kubur, dan penghimpunan makhkuk di padang mahsyar, begitu pula orang yang menganggap Allah SWT. berjisim yang masih diperselisihkan, dan orang yang berpendapat Allah SWT terbatasi dengan arah (yang disinyalir) berdasarkan satu pendapat dari imam madzhab empat, maka hukum kepada mereka tidak sah, seperti halnya  orang-orang kafir"

(وَ) إِمَامَةُ (الْمُبْتَدِعِ) الَّذِيْ لَمْ يَكْفُرْ بِبِدْعَتِهِ وَاْلإِقْتِدَاءُ بِهِ وَإِنْ لَمْ يُوْجَدْ غَيْرُهُ كَالْفَاسِقِ بَلْ أَوْلَى، وَبَحَّثَ اْلأَذْرَعِيّ حُرْمَةَ اْلإِقْتِدَاءِ بِهِ عَلَى عَالِمٍ شَهِيْرٍ  لِأَنَّهُ سَبَبٌ لإِغْوَاءِ الْعَامَّةِ بِبِدْعَتِهِ

"Dan keimaman pelaku bid’ah yang tidak sampai kufur dengan bid’ahnya, dan bermakmum dengannya meskipun tidak ada selain dirinya, itu seperti bermakmum kepada orang fasik, bahkan lebih makruh. Imam Al-Adzra’i membahas keharaman bermakmum dengan orang tersebut bagi orang pandai yang terkenal, karena dapat menyebabkan keterpedayaan orang awam dengan bid’ahnya itu"

Wallahu A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 23 Juli 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan


Referensi:
1. Dinukil dari Tulisan Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti di Aswaja Center Jember yang dimuat di NU Online
2. Kitab Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam No. 218