Abu Teupin Raya Al-Falaqy #8: Ulama Kharismatik Aceh Dikagumi Syekh Al-Azhar Mesir

 
Abu Teupin Raya Al-Falaqy #8: Ulama Kharismatik Aceh Dikagumi Syekh Al-Azhar Mesir
Sumber Gambar: Foto Ist

Laduni.ID, Aceh- Abu Teupin Raya sebagaimana nama Beliau dalam kitabnya Teungku Muhammad Ali Irsyad Sigli Al-Asyi Al-Indunisy atau panggilan Abuya Di Lampoh Paya atau Abu Muhammad Ali Teupin Raya merupakan seorang ulama kharismatik Aceh yang berasal dari Kabupaten Pidie, dan lahir pada tahun 1921 M di Desa Kayee Jatoe pemukiman Teupin Raya, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, dari darah Beliau mengalir darahnya bangsawan serta ulama.

Baca juga: Sejarah NU Kebumen, Awalnya 9 Orang Meningkat Jadi 90.000

Aktivitas pembelajaran Abu Teupin Raya selama kurang lebih 5 (lima) tahun di Jấmiʻah  al-Azhar ternyata telah mempengaruhi pola dan skema pemikiran pendidikan yang selanjutnya diaktualisasikan pada institusi pendidikan yang ia dirikan di Aceh. digunakan oleh seorang pemikir dalam mereproduksi pemikiran pendidikannya.

Abu Teupin Raya berkat kepandaiannya, selamabBelajar di Mesir merupakan sebuah kebanggaan, terlebih di bidang Ilmu Falak. Salah seorang yang menjadi dosen Ilmu Falak di sana adalah seorang ulama yang sudah tua bernama Syeikh Ulaa Al-Banna. Syekh sangat bangga dan takjub dengan kepandaian Abu Teupin Raya di bidang Ilmu Falak. Wajar beliau merasa heran karena selama hidupnya, dan selama mengajar menjadi guru dalam ilmu Falaki as-Syar’i di al-Azhar belum pernah ada seorang pun yang belajar kepada beliau yang mempunyai kemampuan yang luar biasa seperti  muridnya ini (Teungku Muhammad Ali Irsyad).

Baca juga: Sejarah Membuktikan NU Tetap Istiqomah Berjuang untuk Menyelamatkan Islam dan NKRI

Tentunya harus diakui bahwa saat ini, persoalan transformasi pemikiran pendidikan (educational thought) dilihat dari perspektif sejarah pemikiran (intellectual history) merupakan  tema  yang  belum  marak  disentuh  oleh  para  pengkaji  pemikiran.  Beberapa elemen pendidikan penting yang didapatkan selama belajar di dalam negeri masih bersifat lokal dan tradisional, baik dari aspek metode pembelaran maupun kurikulum secara berkesinambungan mengalami proses akulturasi dengan apa yang dipelajarinya di institusi pendidikan tinggi al-Azhar, Kairo.

Dalam konteks ini, perubahan pandangan pendidikan Abu Teupin Raya yang bercorak tradisional pada fase awal (sebelum belajar di Mesir) ke arah modernisasi pendidikan Islam pada fase berikutnya (setelah belajar di Jấmiʻah al-Azhar-Mesir) merupakan peristiwa transformasi dalam sejarah pemikirannya.

Lebih lanjut, dalam hal ini, jika ditilik lebih lanjut, pemikiran pendidikan Abu Teupin Raya tidaklah bersifat tunggal, dan perkembangannya tidak semata-mata dapat dipahami secara kronologis-diakronis, tetapi persoalan tersebut juga merupakan persoalan epistemik, yakni bagaimana setiap individu (dalam hal ini Abu Teupin Raya) menggunakan cara pandangnya untuk menafsirkan realitas pendidikan yang terjadi dalam rentang waktu tertentu (konteks setting historis tertentu).

 

***Helmi Abu Bakar el-Langkawi, Guru Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga