Hukum Wanita Adzan

 
Hukum Wanita Adzan
Sumber Gambar: ilustrasi.Png

LADUNI.ID, Jakarta – Dalam kehidupan sehari hari, kita sebagai umat muslim tentunya mendengar adzan 5 kali dalam sehari, yakni ketika waktu waktu shalat wajib dimana adzan dilakukan di semua mushalla dan masjid sebagai pengingat telah tiba waktu shalat wajib agar semua umat muslim segera meninggalkan pekerjaannya dan segera menuju pada Allah SWT.

Pada umumnya, adzan dilakukan oleh laki-laki, yakni laki-laki yang sudah baligh dan bisa melafalkan adzan dengan baik sehingga mengggah hati orang yang mendengarnya untuk segera menuju pada rutinitas shalat. Namun, pernahkah kita mendengar mengenai adzan yang dilantunkan wanita?

Kalau seandainya ada perempuan yang adzan saat masuk waktu shalat pada suatu mesjid atau tempat-tempat shalat, seperti mushalla atau surau. Bagaimana hukumnya dalam fiqih Madzhab yang empat khususnya madzhab Syafi’i?

Dalam Kitab Minhajul Qowim  dijelaskan sebagai berikut:

(ويستحب الإقامة وحدها للمرأة ) لنفسها وللنساء لا للرجال والخناثى وللخنثى لنفسه وللنساء لا للرجال أما الأذان فلا يندب للمرأة مطلقا فإن أذنت سرا لها أو لمثلها أبيح أو جهرا فوق ما تسمع صواحبها وثمة من يحرم نظره إليها حرم للإفتتان بصوتها كوجهها

“Disunnahkan Iqamat saja bagi wanita untuk dirinya dan untuk sesama kaum wanita, tidak iqamat untuk kaum laki-laki, kaum banci. Disunnahkan juga iqamat bagi banci untuk dirinya dan kaum wanita tidak untuk kaum laki-laki. Sedangkan Adzan maka tidak disunnahkan bagi wanita secara muthlak, namun bila ia Adzan secara pelan untuk dirinya atau untuk sesamanya (wanita) diperbolehkan. Bila Adzannya dengan keras dalam batas diluar yang dia perdengarkan pada teman-temannya, disana ada ulama berpendapat haram melihat wajah wanita karena khawatir menimbulkan fitnah begitu juga dengan suaranya”.

Dalam  Kitab I’anatu At-Thalibin dijelaskan sebagai berikut:

وَ) سُنَّ (إِقَامَةٌ لأُنْثَى) سِرًّا وَخُنْثَى فَإِنْ أَذَّنَتْ لِلنِّسَاءِ سِرًّا ) لَمْ يُكْرَهْ أَوْ جَهْرًا حَرُمَ (قَوْلُهُ وَسُنَّ إِقَامَةٌ لأُنْثَى) أَيْ لِنَفْسِهَا وَلِلنِّسَاءِ لاَ لِلرِّجَالِ وَالْخُنَاثِيْ وَلاَ يُسَنُّ لَهَا اْلأَذَانُ مُطْلَقًا

“Disunnahkan iqamat bagi wanita dengan suara pelan, demikian pula waria. Bilamana seorang wanita Adzan sesama wanita dengan suara pelan maka tidak makruh, atau dengan suara keras maka haram. Kalimat “disunatkan iqamat bagi wanita” yakni bagi dirinya atau sesama wanita, bukan terhadap para pria dan waria. Tidaklah disunatkan bagi wanita Azan secara mutlak”.

Maka berdasarkan kitab fiqih syafi’iyah di atas jelaslah bahwa apabila dengan suara pelan untuk dirinya sendiri dan kaum sejenisnya (sesama wanita) boleh, tapi tidak sunnah. Dan apabila dengan suara keras sekira dapat didengar oleh orang laki-laki lain maka haram, walaupun adzan untuk dirinya sendiri atau untuk kaum sesama wanita saja. Namun tetap haram karena didengar oleh laki-laki di luar.

Hukum adzan wanita pernah diuraikan dalam kitab ulama yang didasarkan pada hadis, dalam pendapat tersebut disampaikan bahwa adzan yang dilantunkan oleh wanita ialah tidak sah hukumnya, pendapat tersebut juga diakui oleh ulama lain berdasarkan sumber syariat islam yang menjadi referensi mereka dan menjadi penguat. Adzan pertama saja dulu dilantunkan oleh sahabat Rasulullah laki-laki yang memiliki keutamaan bilal bin rabah berupa suara yang indah.

“Tidak sah adzan perempuan untuk jamaah laki-laki. Sebagaimana disebutkan mushannif (pengarang kitab Muhadzdzab) bahwa pendapat ini adalah pendapat madzhabnya serta pendapat jumhur ulama’ serta pendapat Imam As-Syafi'i dalam kitab Al-Umm,” (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Beirut: Darul Fikr, t.t], juz III, halaman 100).

Maka dari ulasan yang penulis sampaikan tentunya kita sekarang sudah mampu mengambil kesimpulan bahwa hukum wanita adzan ialah tidak diperbolehkan sebab adzan memang hak dan keutamaan lelaki sehingga wanita pun tidak seharusnya menyalahi kodrat tersebut, terlebih jika suara dikeraskan dan menimbulkan fitnah.

Ada berbagai pendapat ulama mengenai hukum wanita adzan yang tentunya didapat dari sumber syariat islam yang shahih, berikut diantaranya.

  • Imam Ahmad disebutkan bahwa hukumnya adalah makruh. Dalam pendapat lain disebutkan masih boleh. Ada juga salah satu pendapat beliau yang menyebutkan disunnahkan. Pendapat Imam Ahmad lainnya juga menyatakan bahwa yang disunnahkan adalah iqamah, bukanlah azan. Namun semua itu dibolehkan jika suara wanita tidak dikeraskan untuk didengar orang banyak. Jika suara tersebut dikeraskan, kami bisa jadi berpendapat hukumnya haram atau minimal makruh.” (Syarhul Mumthi‘, 2: 44).
  • Asy Syairozi berkata, “Dimakruhkan bagi wanita mengumandangkan azan. Namun disunnahkan mengumandangkan iqamah untuk sesama jama’ah wanita. Untuk azan terlarang karena azan itu dengan dikeraskan suaranya, sedangkan iqamah tidak demikian. Namun wanita tidaklah sah mengumandangkan azan untuk jama’ah laki-laki karena dalam masalah menjadi imam, wanita tidak sah mengimami laki-laki.” (Al Majmu’, 3: 75).
  • Imam Nawawi berkata, “Tidak sah jika wanita mengumandangkan azan untuk laki-laki. Namun kalau iqamah disunnahkan sesama jama’ah wanita, tidak untuk azan.” (Al Majmu‘, 3: 76).
  • Syaikh Musthofa Al ‘Adawi berkata, “Tidak ada dalil shahih yang menunjukkan wajibnya azan bagi wanita. Namun tidak ada pula hadits shahih yang menunjukkan haramnya.” (Jaami’ Ahkamin Nisaa‘, 1: 299).
  • Syaikh Musthofa Al ‘Adawi di akhir bahasan tentang azan bagi wanita menyatakan, “Kesimpulannya, tidak ada dalil yang menyatakan bahwa wanita terlarang mengumandangkan azan dan iqamah.
  • Begitu pula tidak ada dalil yang jelas yang menunjukkan wanita itu boleh mengumandangkannya. Jika saja wanita mengumandangkan iqamah, kami tidak menganggapnya terlarang. Jika pun mengumandangkan azan, hendaknya suaranya dilirihkan. Karena untuk mengingatkan imam saja, wanita tidak mengeraskan suara, namun dengan menepuk punggung telapak tangannya.” (Jaami’ Ahkamin Nisaa‘, 1: 303).

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga menjadi wawasan berkualitas untuk  pembaca semua. Akhir kata penulis ucapkan Terima kasih. Semoga berkah dan bermanfaat. Aamiin…  Wallaahu A’lam Wa Muwafiq Ila Aqwami Al-Thariq.

Sumber : Kitab I’anatu At-Thalibin dan Kitab Minhajul Qowim  `

___________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Minggu, 16 September 2018 . Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.
Editor : Sandipo