Wahdatul Wujud#6: Fenomena dan Kontroversial Wahdatul Wujud di Aceh

 
Wahdatul Wujud#6: Fenomena dan Kontroversial Wahdatul Wujud di Aceh

LADUNI.ID, TASAWUF- Salah satu kelompok di Aceh yang memahami ilmu agama dengan menyasar langsung kehakikatnya dengan mengalpakan syariat dikenal dengan “salik buta”,. Sang salik ini, mereka mengadopsi dan ‘menjual’ penisbatan kelompoknya kepada sosok ulama yang telah sampai kepada mahqamat Arifbillah dengan martabat wushulnya  seperti di Aceh dengan tokohnya Syekh Hamzah fanshuri dengan faham wahdatul wujud hulul wa ittihad.

Syekh Hamzah fanshuri yang kita ketahui terbebas dari ilustrasi seperti itu. Diantara kekhasan mereka para salik buta, tidak lagi menempuh jalur syariat, seperti melakukan sembahayang wajib hanya cukup dengan niat semata, tanpa melakukan rukun dan syarat yang telah ditetapkan oleh syarak, seperti berdiri, fatihah, rukuk, iktidal dan lainnya.

Mereka meninggalkan ilmu syariat baik fiqh, tasawuf dan tauhid. Mereka langsung menebos ke saripatinya (hakikat) tanpa terlebih dulu menempuh jalan pra menuju maqam hakikat mulai jalan syariat, tarekat,hakikat dan ma’rifah. Tentu saja dengan proses tarbiyah dengan belajar ilmu agama dan beramal dengan petunjuk yang telah digariskan para warisatul ambiya dalam hal ini ulama. Distulah letak kesalahan mereka.

Ulama tasawuf dan sufi yang berfaham wahdatul syuhudpun sangat benci kepada sekte tersebut seperti “salikulul ‘ama” alias salik buta. Beranjak dari hal diatas seseorang yang mengambil pemahaman wahdatul wujud bukan dari para ulama sufi, maka dikhawatirkan akan melahirkan kesalah pahaman seperti yang terjadi pada golongan ini.

Seluruh makhluk pada mula berada dalam posisi tiada (‘adam) kemudian mereka berubah status menjadi wujud (maujud). Prosesi mereka menjadi maujud tentu saja tidak terlepas dari sebuah kekuatan yang besar berada di belakangnya yakni Allah Swt. secara esensialnya semua makhluk ini maujud di sebabkan Allah yang telah mewujudkan diri mereka, tanpa wujud dan izin Allah swt sungguh tiada seorangpun makhluk yang ada.

Para arifbillah mereka dalam memahami dan merasakan kewujudan diri mereka bahkan semua elemen makhluk itu datang semuanya dari Allah Swt dan tidak mempunyai sebuah prasangka dan pemahaman bahwa wujud mereka itu mustaqil (mandiri) namun mereka tetap berprinsp bahwa kewujudan diri mereka dengan izin dan kekuasan Allah Swt.

 

Helmi Abu Bakar El-Langkawi

Penggiat Literasi dan Sosial Agama serta Dewan Guru Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga, Bireun