Lahirnya dan Berkembangnya Tarekat di Aceh

 
Lahirnya dan Berkembangnya Tarekat di Aceh

LADUNI.ID, SEJARAH-  Perjalanannya disambut oleh masyarakat dan selalu diterima setiap isi ceramahnya. Bukan hanya Tgk. M. Daud Beureueh ulama yang berdakwah tentang masalah tersebut, tetapi  ratusan para  da‟i kondang diundang oleh masyarakat untuk memberi ceramah, khususnya pada waktu peringatan Isra Mi‟raj Nabi Muhammad SAW dan Nuzul al-Qur‟an.

 Di antara mereka yang terkenal, yaitu Tgk. Ayub Sami dan Tgk. Usman Gumpung di Pidie, Tgk.  Hasballah Indrapuri  dan Tgk. Abdul  Wahab Seulimuem  di Aceh Besar, Tgk. Tanjungan Samalanga dan Tgk. Keumala di Aceh Utara, Tgk. Kruet Lintang dan Tgk. Husein al-Mujahid di Aceh Timur.

Di samping menjelaskan masalah ibadah, mereka juga selalu menganjurkan bekerja keras dalam hal peningkatan ekonomi dan memelihara budaya Aceh dengan menjaga Aceh  sebagai  “Serambi Mekkah” (the verandah of Mecca). Beberapa ulama Aceh juga menggunakan media tarekat dalam mendidik rakyat Aceh untuk menjadi orang saleh.

Sekitar tahun 1960-an, seorang ulama  terkenal  Syekh  Yatim  al-Khalidi,  berasal  dari  Dayah  Tangan- tangan, Aceh Barat, mengadakan perjalanan ke seluruh wilayah Aceh untuk mengajak rakyat Aceh menjadi anggota Tarekat Naqsyabandiah. Melalui tarekat ini akan terjalin ikatan antara sesama Muslim, khususnya antara pengikut dan guru.

Regenerasi spiritual masyarakat Aceh merupakan tujuan ulama. Setelah Aceh mendapatkan status Daerah Istimewa, para ulama terlibat dalam membangun keistimewaan daerah ini dalam bidang agama.

Di satu pihak, mereka terlibat dalam implementasi hukum Islam di Aceh yang sesuai dengan Peraturan Daerah No. 6.1968.88  Di pihak lain, para ulama juga berdakwah dalam rangka menyatukan masyarakat dalam keimanan dan ajaran Islam. A. Hasjmy, mantan gubernur Aceh, sebagai ulama Aceh menyatakan bahwa Islam merupakan pandangan hidup terbaik.

Ulama ini,  di  samping  lebih  dikenal  sebagai  penulis  ketimbang  dai, menggunakan penanya dalam kegiatan dakwah. Dalam satu artikelnya, dia  mengatakan:  “Allah   telah   menetapkan al-Qur‟an   sebagai   petunjuk bagi masyarakat, tidak hanya urusan pribadi melainkan juga urusan Negara  dan  rakyat.

 Ini  menunjukkan  bahwa  Al-Qur‟an   terdiri  dari berbagai petunjuk, secara tidak langsung dan langsung sebagai kebutuhan aktivitas manusia”. Sampai sekarang, para ulama terus melakukan pengawasan terhadap situasi Aceh, dan setiap sesuatu yang menyalahi keyakinan mereka, akan ditegur oleh mereka.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Literasi Asal Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga

 

Sumber: Nuraini, Potret Islam Tradisional “Dayah Dan Ulama Di Aceh Abad Ke-20” Dalam Perspektif Sejarah, 2014