Sifat Malu Perempuan Akan Menggiring kepada Keselamatan

 
Sifat Malu Perempuan Akan Menggiring kepada Keselamatan
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Wanita memiliki kedudukan sangat mulia di dalam Islam. Allah telah anugerahkan kepadanya fitrah keindahan yang tak hanya kecantikan pada sisi luarnya, tetapi juga kecantikan yang ada di dalam.

Wanita shalihah, ia yang selalu memandang hidup nya berdasarkan bagaimana aturan Islam memerintahkan. Allah memerintahkan wanita untuk menjaga kemuliaannya sebagai kaum Hawa. Sebagai seorang muslimah yang taat pada Nya dan pada Rasul Nya. Di tambah selalu memberikan manfaat untuk sesama.

Dalam Islam terkadang perempuan digambarkan dengan sifat malu sebagai perhiasan, kehormatan, sekaligus jati diri yang utama. Karena, pada hakikatnya para kaum Hawa memiliki peran strategis dan krusial di tengah-tengah peradaban.

Luhur tidaknya sebuah komunitas masyarakat dan bangsa turut ditentukan oleh sejauh mana tingkat kesalehan para perempuannnya. Dan, sejarah Islam membuktikan, kegemilangan peradaban Islam ditopang oleh akhlak dan kemuliaan para perempuan.

Demikian ujar Syekh Muhammad bin Musa As-Syarif, dalam karyanya yang berjudul Haya’ Al-Mar’ah Ushamh wa Unutsah wa Zinah. Serangan bertubi-tubi dunia luar bertujuan mencoba untuk merobohkan sedikit demi sedikit kemuliaan perempuan, termasuk memudarkan sifat malu, lewat gaya hidup, efek negatif dari keterbukaan informasi, hingga melibatkan propaganda budaya.

Padahal, dibandingkan para perempuan di era awal, mereka terkenal teguh menerapkan sifat malu. Lihatlah sikap yang ditunjukkan oleh putri dari Abu Bakar, yaitu Asma’. Suatu ketika, ia pernah menghindar lantaran malu bertemu segerombol sahabat dari kalangan Anshar. Rasulullah SAW pun menyarankannya agar mengambil arah lain.

Maka, hiasilah diri dengan malu. Sebab malu, kata seorang tokoh salaf, Abu Hatim Al-Busti, berarti menjauhkan diri dari segala perilaku yang tak disukai. Selain itu, mengutip Ensiklopedi Fikih Kuwait Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, sifat malu itu terbagi menjadi dua. Malunya seorang hamba kepada Allah SWT bila melanggar larangan-Nya dan malu melakukan segala perkara yang tak disukai, baik perkataan atau perbuatan.

Lantas, apa urgensi sifat malu bagi perempuan? Syekh As-Syarif mengatakan malu adalah bukti kecintaan tarhadap Allah SWT dan para rasul-Nya. Dan dengan malu agama seorang Muslimah akan tetap terpelihara. Malu membentengi dirinya dari tindakan yang tercela. Dan sebab malu itu pula, kehormatan dan keanggunan perempuan terjaga.

Perempuan yang berhias dengan sifat malu akan terjaga sikap femininnya yang sejati. Jauh bedanya dengan wanita yang tomboi atau kasar, misalnya bahkan perempuan yang bersolek terlewat batas sekali pun. Kecantikan dan keanggunan perempuan akan terpancar dengan sifat malu yang dimiliki.

Sifat malu juga mempertegas identitas dan jati diri seorang perempuan. Ia akan mampu menempatkan diri secara proporsional. Seperti diriwayatkan oleh Bukhari dari Busyair bin Ka’ab, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Telah tertulis dalam takdir, sesungguhnya terdapat kemuliaan dalam sebagian sifat malu dan kedewasaan di bagian lainnya. Dan, bagi seorang istri sifat malu akan menambah kecintaan kepada suami.”

Syekh As-Syarif mengakui memperteguh sifat malu bukan perkara gampang. Potret ketidakmampuan perempuan menguatkan sifat tersebut, seperti tergambar dalam beragam fenomena yang muncul di masyarakat. Tak heran didapati perempuan yang berperangai kasar, gaya berbicaranya tak patut, mengumbar konflik internal keluarga ke orang lain, berbusana tak etis dan cenderung menampakkan aurat, serta sering kali didapati sebagian oknum Muslimah merokok tanpa rasa malu.

Syekh As-Syarif tak terhenti pada kritikan, ia pun mengutarakan sederet solusi untuk menanamkan rasa malu bagi perempuan sejak dini. Yang paling mendasar adalah menanamkan keimanan dalam pribadi anak-anak perempuan. Keimanan ini melebihi segalanya. Dengan iman tersebut, seorang hamba akan tergiring untuk malu. Ketika turun perintah berjilbab dalam surah An-Nur, segenap sahabat perempuan bergegas menuju kamar dan menutup aurat mereka. Hanya keimanan yang mendorong hal itu terjadi. 

Selanjutnya, menciptakan pendidikan yang kondusif, paling tidak di level mendasar dan utama, yakni institusi keluarga. Para orang tua berkewajiban memberikan pemahaman yang memadai perihal pentingnya rasa malu bagi anak perempuan mereka.

Dan, jangan lupa memberikan suri teladan yang baik. Keteladanan memancing simpati dan ketertarikan. Berapa banyak pendidikan gagal lantaran nihil keteladanan. Ingin anak-anak perempuan malu, maka mulakan dan biasakan rasa malu dari diri sendiri.
 


Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada 2018-10-19. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan
__________
Editor: Kholaf Al Muntadar