"Ranjau" Maut Pidie: Menunggu Korban atau Kanyata (Kampanye Nyata)

 

LADUNI. ID,  KOLOM- Salah satu daerah di belahan barat Indonesia dikenal dengan nama Pidie. Sejarah telah mencatat kegigihannya bangsa Pedir yang sering disebutkan sebagai asal kata Pidie. Catatan sejarah yang diabadikan dalam Sebuah buku lama yang ditulis sejarawan M Junus Djamil yang disusun dengan ketikan mesin tik, mengungkapkan hal itu.

Buku dengan judul “Silsilah Tawarick Radja-radja Kerajaan Aceh” didalam buku itu disebutkan bahwa setelah kerajaan Sama Indra takluk pada Kerajaan Aceh Darussalam, makan sultan Aceh selanjutnya, Sultan Mahmud II Alaiddin Johan Sjah mengangkat Raja Husein Sjah menjadi sultan muda di negeri Sama Indra yang otonom di bawah Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Sama Indra kemudian berganti nama menjadi Kerajaan Pedir, yang lama kelamaan berubah menjadi Pidie seperti yang dikenal sekarang.

Kini Kabupaten Pidie setelah pemekaran lahirnya saudara mudanya bernama Pidie Jaya merupakan salah satu kabupaten di provinsi Aceh dan lusat pemerintahan kabupaten ini masih  berada di Kota Sigli, kabupaten ini merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk termasuk  terbesar  di provinsi Aceh setelah Kabupaten Aceh Utara. 

Berdasarkan data yang dihimpun menunjukkan dua pertiga masyarakat kabupaten ini ada di perantauan, buat masyarakat wilayah ini merantau adalah sebuah kebiasaan yang turun temurun untuk melatih kemandirian dan keterampilan. Masyarakat wilayah ini mendominasi pasar-pasar di berbagai wilayah di provinsi Aceh dan sebagian ke provinsi sumatera utara dan negara tetangga malaysia. Selain itu, wilayah ini juga terkenal sebagai daerah asal tokoh-tokoh terkenal Aceh. Kini kabupaten dengan penduduk berjumlah 437.740 jiwa itu tersebar dalam wilayahnya 23 kecamatan.

Salah satu kawasan yang padat penduduk dan lalu lintas jalan yang padat berada di lintasan jalan Sigli-Kembang Tanjung. Jalan itu mwnghubungkan beberapa kecamatan baik Glumpang Baro,  Glumpang Minyeuk, Mutiara dan Simpang Tiga.

Namun sangat disayangkan padatnya jalan tersebut seakan ternodai oleh "ranjau abadi" yang "sengaja" di tempatkan di jalan negara tersebut. "Ranjau" itu terletak   di jembatan Cereucok Timur, Kecamatan Simpang Tiga. Tentunya serpihan ranjau itu belum memakan korban yang menewaskan anak adam yang melintasi jalan padat itu. 

Namanya "ranjau" pastilah mengintai korban, kalau tidak sekarang pasti esok ataupun lusa, selama belum di "basmi" keberadaannya. Anehnya negeri yang terkenal dengan banyaknya lahir tokoh dan saudagar kaya bahkan konglomerat tidak terpikirkan mengatasi "Ranjau maut" itu. Lantaskah negeri ini, tidak ada rajanya yang dahulu terkenal gagah berani dan akrabnya dengan rakyat atau sudah almarhum sebelum waktunya?

Rakyat itu hanya diperlukan dan "dijual" kala menjelang pilkada ataupun menjelang pemilihan presiden dan pemilihan legislatif saja dan selepas itu di lepaskan kembali ke habitatnya, benarkah demikian? 
 
Fenomena "ranjau maut" alias rajut alias lubang di atas jembatan yang melintasi jalan provinsi dari Sigli menuju Kembang Tanjong itu telah lama rusak, akibat dinaiki truk pengangkut material proyek. Meski lubang tersebut telah lama, tapi Pemkab belum memperbaikinya.

Salah seorang anggota DPRK Pidie melalui surat khabar ternama juga telah menyuarakan keprihatinannya.  Lantas apakah itu "manisan" dan "lipstik" menjelang pemilihan legislatif yang akan dilaksanakan tahun 2019 mendatang? Bro, jangan thingking negatif, dosa tau! 

Kita harus tahsin zan (thingking positif) dan kita  haqqul yakin itu berasal dari hati nurani dan tugasnya sebagai wakil rakyat menyuarakan suara rakyat walaupun di masa kampanye sedang bergulir ini. Terlebih berpikir positif itu lebih indah dan menyejukkan dari thingking negatif.

Sang wakil rakyat itu menyebutkan Pemkab Pidie tidak harus menunggu Pemerintah Aceh terhadap lubang di atas jembatan di Gampong Cereucok Timur. Ia menambahkan, jika menunggu diperbaiki Pemerintah Aceh, mengingat jalan tersebut wewenang provinsi. Maka siap-siap akan adanya korban yang terenggut di jembatan itu. Sebab, lambat laun pengguna jalan terutama pengguna sepeda motor akan terperosok di jembatan. Kita yakin korban akan terjatuh di jembatan itu, terutama pada malam hari. (Serambi Indonesia, Kamis/18/10/2018).

Apa yang terjadi di jalan raya tersebut ada "ranjau" seharusnya tidak harus menunggu turun tangan pemerintah walaupun itu kewajibannya, mencermati saat ini tahun politik dan kampanye, seharusnya para caleg atau parpol dapat menjadikan ini sebagai bentuk "kampanye nyata" (kanyata) membasmi "ranjau" itu dan hanya seberapa nilainya tidak sampai jutaanpun harus "menyedekahkan" dana kampanyenya. Adakah kanyata itu lahir akhir tahun ini? 

Beranjak dari itu kita sebagai muslim terlebih itu menyangkut hajat orang banyak dan mencegah dari musibah dan kecelakaan, sudah sepatutnya itu dapat dilaksanakan oleh masyarakat lewat arahan pimpinan atau raja sekitar tidak harus menunggu korban bertitel almarhum atau almarhumah sebagaimana apa yang disampaikan wakil rakyat negeri "Cina Hitam" itu. Bukankah itu pahalanya sangat besar menyelamatkan jiwa manusia dalam perspektif syariat kita.

Sekali lagi marilah kita bersama membangun Pidie ini, pilihlah pemimpin dan wakil rakyat yang merakyat dan mampu membawa Pidie yang bermartabat dan maju bek Pidie Meusipreuk menuju negeri BERIMAN (Bersih, relegius, intelektualitas,  maju, adil dan navigator).  Semoga... 

Wallahu Muwaffiq Ila Aqwamith Tariq
***Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penikmat Kopi BMW Cek Pen Lamkawe