Hukum Dzikir dan Doa dengan Suara Keras Usai Shalat Berjamaah

 
Hukum Dzikir dan Doa dengan Suara Keras Usai Shalat Berjamaah
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Berdizkir dan membaca doa setelah menunaikan ibadah shalat telah menjadi kebiasaan sebagian besar umat Islam di Indonesia, khususnya kalangan warga Nahdliyin. Mereka melaksanakan ibadah shalat berjamaah yang kemudian dialnjutkan dengan membaca dzikir dan doa bersama dengan suara yang cukup keras atau minimal terdengar orang yang ikut berjamaah.  

Namun, meski kebiasaan tersebut telah menjadi rutinitas yang lumrah dilakukan, ternyata tidak sedikit dijumpai satu fenomena sejumlah penceramah yang menyoal kebiasaan tersebut. Dijumpai di beberapa kantor, rumah sakit, puskesmas dan di sejumlah instansi, termasuk dalam instansi pemerintahan, diadakan pengajia yang penceramahnya mengajarkan bahwa dzikir dan doa berjamaah seusai shalat fardhu itu tidak ada dasarnya dan itu adalah termasuk amalan bid'ah, dan dianggap sebagai hanya kebiasaan kelompok tertentu, dan tidak ada dalilnya dari Rasulullah SAW.

Lalu yang terjadi, terkadang orang-orang atau pegawai kantoran yang terpengaruh dengan ceramah seperti itu, ketika shalat di masjid dekat rumahnya, mereka tidak mau lagi bergabung dengan imam dan jamaah untuk berdzikir dan berdoa bersama. Usai salam dari shalat sebentar, langsung mereka berdiri dan pulang, walau di sampingnya sedang ada yang masih berdzikir dan angkat tangan berdoa.

Sepertinya kejadian seperti ini sudah terjadi di mana-mana. Tampak pula atas segala yang terjadi itu, memang dilaksanakan secara sistemik dan terprogram yang menyasar para pegawai di kantor, rumah sakit atau di instasi-instasi pemerintah lainnya.

Muncul kekhawatiran, kebersamaan dan ukhuwah di beberapa masjid dan masyarakat cenderung mulai terganggu dengan adanya terpolarisasi, berkelompok-kelompok, bahkan memprihatinkan ketika satu kelompok menilai bahwa mereka yang berdzikir dan berdoa secara berjamaah adalah pelaku bid'ah. Sementara dalil yang dipakai adalah Hadis yang menyatakan bahwa semua perbuatan bid'ah adalah sesat. Dan bahwa semua yang sesat akan masuk neraka. Hadis tersebut sangat fasih dihafal, tapi belum tentu mengerti pengertian dan batasan arti bid'ah yang dimaksud di dalamnya. Mereka terlalu gampang memvonis orang lain, bahkan sebagian ulama terdahulu dianggapnya juga sebagai pelaku bid'ah.

Menyikapi kejadian seperti ini dan beberapa pertanyaan dan permintaan, maka dengan segenap rendah hati saya menulis masalah ini dan mencoba untuk menguraikan argumentasi dengan jelas.

Berdzikir dan berdoa adalah ibadah yang akan melembutkan hati dan menjauhkan dari sifat sombong dan angkuh. Orang yang malas Berdzikir dan berdoa biasanya terlalu percaya diri pada usaha dan kemampuannya, sehingga rasa ketergantungannya kepada Allah sedikit dan hatinya biasanya keras, angkuh dan sombong, kecuali ketika ditimpa musibah, mereka baru minta tolong kepada ustadz, kyai, ulama dan teman-temannya agar didoakan.

Berdzikir dan berdoa seusai shalat fardhu dengan suara keras atau terdengar adalah sesuatu yang sudah dipraktikkan oleh para sahabat Nabi SAW dan para ulama salaf yang sholeh.

Praktik dzikir dan berdoa dengan suara kerasa setelah shalat berjamaah tersebut didasarkan pada Hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau berkata: 

إِنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوْا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ

"Sesungguhnya meninggikan mengeraskan suara dalam berdzikir ketika selesai shalat fardhu adalah biasa dilakukan pada zaman Nabi SAW. Kata Ibnu Abbas: 'Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai shalat karena mendengar suara berdzikir yang keras itu.'" (HR. Bukhari)

Dalam riwayat di atas bisa dipahami, bahwa adanya suara dzikir yang keras dan terdengar, membuat Ibnu Abbas tahu bahwa shalat fardhu berjamaah di masjid telah selesai dikerjakan. Pada masa itu belum ada alat pengeras suara seperti mikrofon, tapi mereka bisa mendengar bacaan dzikir seusai shalat, maka itu artinya mereka berdzikir bukan dalam hati, tapi dibaca dengan lafadh dan tentu bersuara.

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, menjelaskan mengenai Hadis tersebut dengan mengatakan:

وَقَدْ وَافَقَهُ مُسْلِمٌ وَالْجُمْهُوْرُ عَلَى ذَالِكَ وَفِيْهِ دَلِيْلٌ عَلَى جَوَازِ الْجَهْرِ بِالذِّكْرِ عَقِبَ الصَّلَاةِ

"Sungguh riwayat ini disetujui oleh Imam Muslim dan mayoritas ulama. Dan Hadis ini merupakan dalil tentang bolehnya berdzikir dengan suara keras seusai shalat."

Kata Imam As-Suyuthi dalam Kitab Al-Hawiy li Al-Fatawa

وَالذِّكْرُ فِي الْمَلَأِ لَا يَكُوْنُ إِلَّا عَنْ جَهْرٍ

"Dzikir dalam berjamaah tidak terlaksana kecuali dengan suara keras."

Suara keras yang dimaksud adalah suara yang sewajarnya dan tidak berlebih-lebihan, apalagi sampai teriak-teriak. Dalam kaedah ilmu Hadis, pernyataan sahabat seperti yang diungkapkan Ibnu Abbas dalam riwayat di atas dengan menggunakan kalimat berikut ini: 

كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

Artinya bahwa memang hal itu telah dilakukan pada masa Nabi SAW.

Hadis ini memang berstatus marfu', yakni sampai ke Rasulullah SAW, meski tidak diucapkan langsung oleh beliau. Karena itu, bisa dianggap hukumnya sama dengan Hadis ucapan Rasulullah SAW. Dan ini menjadi hujjah dasar dalil. Alasannya sangat besar kemungkinan Rasulullah SAW mengetahui hal itu (praktik) dan menetapkannya, mengingat betapa besarnya antusias para sahabat menanyakan urusan agama kepada Rasulullah SAW. (Nuruddin 'Itr, Manhaj An-Naqd fi' Ulum Al-Hadis, hlm. 330)

Dengan demikian, sangat jelas bahwa praktik berdzikir secara berjamaah adalah sesuatu yang berdasarkan dalil yang shahih, jadi sangat baik dan perlu ditradisikan. Manfaatnya sangat besar dalam meningkatkan motivasi berdzikir, kualitas spiritual dan kebersamaan. Sedangkan, orang yang sendirian biasanya semangatnya berbeda dengan berjamaah. Bahkan Imam Nawawi dalam kitabnya, Riyadhus Sholihin menulis satu bab khusus yang judulnya adalah berikut ini:

بَابُ فَضْلِ حِلَقِ الذِّكْرِ وَالنَّدْبِ إِلَى مُلَازَمَتِهَا وَالنَّهْيِ عَنْ مُفَارَقَتِهَا لِغَيْرِ عُذْرٍ 

"Bab Tentang Keutamaan Halaqah-Halaqah (Majelis) Dzikir dan Anjuran agar Selalu bergabung dengan Halaqah Dzikir dan Larangan Meninggalkannya tanpa Udzur"

Sebelum menjelaskan Hadis tentang berdoa secara berjamaah, saya menyampaikan di antara kaedah metode memahami Hadis ialah berikut ini:

جَمْعُ الْأَحَادِيْثِ الْوَارِدَةِ فِي الْمَوْضُوْعِ الْوَاحِدِ

"Mengumpulkan beberapa Hadis yang terkait dalam satu tema yang sama." (Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, Kayfa Nata'ammalu ma'a As-Sunnah An-Nabawiyyah, hlm. 103)

Artinya, membaca satu Hadis masih diperlukan Hadis-Hadis lainnya, karena biasanya penjelasannya terdapat pada Hadis yang lainnya. Dan bahwa Hadis mengenai berdzikir dan berdoa ini sangat banyak. Di antara Hadis yang menjelaskan tentang doa seusai shalat fardhu ialah berikut ini:

أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ؟ قَالَ جَوْفُ اللَّيْلِ الْأَخِرِ وَدُبُرِ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَةِ

"(Ada seseorang bertanya pada Nabi) Doa apakah yang paling cepat didengar (diterima)? Beliau menjawab: 'Doa di waktu tengah akhir malam dan usai shalat fardhu.'" (HR. At-Tirmidzi)

Hadis ini menjelaskan bahwa waktu berdoa yang sangat utama, di antaranya adalah setiap usai melaksanakan shalat fardhu. Lalu, timbullah pertanyaan, bagaimana caranya berdoa? Caranya bisa sendiri-sendiri, tetapi lebih baik dilakukan secara berjamaah. Hal ini berdasarkan Hadis yang bersumber dari Habib bin Maslamah Al-Fihri, katanya, ia mendengar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:

لَا يَجْتَمِعُ مَلَأٌ فَيَدْعُوْا بَعْضُهُمْ وَيُؤَمِّنُ بَعْضُهُمْ إِلَّا اَجَابَهُمُ اللهُ

"Tidaklah suatu kelompok berkumpul lalu di antara mereka ada yang berdoa dan yang lainnya menjawab amin, kecuali Allah akan menerima doanya." (HR. Thabarani)

Dalam Kitab Majma' Az-Zawaid wa Mamba' Al-Fawaid karya Al-Haitsami, dijelaskan bahwa para periwayat dalam sanad Hadis ini shahih, selain Ibnu Lahi'ah, yang dinilai hasan.

Al-Munawi dalam kitabnya, Faidh Al-Qadir Syarh Al-Jami' As-Shogir mengatakan berikut ini:

وَكَمَا يُنْدَبُ أَنْ يُؤَمِّنَ عَقِبَ دُعَائِهِ يُنْدَبُ أَنْ يُؤَمِّنَ عَلَى دُعَاءِ غَيْرِهِ إِنْ كَانَ الدَّاعِي مُسْلِمًا 

"Sebagaimana disunnahkan membaca amin seusai membaca doa untuk diri sendiri, maka disunnahkan juga membaca amin ketika mendengar orang lain berdoa jika yang berdoa adalah orang Islam."

Demikianlah penjelasan yang bisa disampaikan. Bisa saja semakin banyak orang membaca amin ketika ada yang memimpin doa, maka akan semakin mempercepat diterimanya doa tersebut. Wallahu 'Alam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 25 Oktober 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Dr. Wajidi Sayadi

Editor: Hakim