Kembangkan Energi Terbarukan, Dosen IPB Raih Penghargaan dari Presiden Prancis

 
Kembangkan Energi Terbarukan, Dosen IPB Raih Penghargaan dari Presiden Prancis

LADUNI.ID,BOGOR -  Dosen Teknologi Industri Pertanian,Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr. Ika Amalia Kartika, mendapat penghargaan dari Presiden Prancis berkat temuannya yang mengembangkan energi terbarukan berupa biodiesel dari biji buah nyamplung. 

Biji buah nyamplung adalah biji yang dihasilkan dari tanaman nyamplung. Tanaman ini banyak ditemukan di daerah pesisir pantai maupun di tepi sungai. Sampai saat ini biji buah nyamplung belum banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut memotivasi Dr. Ika untuk memanfaatkan biji buah nyamplung sebagai bahan biodiesel.

Upaya yang dilakukan oleh Dr. Ika saat ini adalah pengembangan riset biodiesel dari biji buah nyamplung. Pengembangan riset tersebut mencakup pemurnian minyak nyamplung dari resin, peningkatan rendemen hasil transesterifikasi in situ, dan produk sampingan dari biji buah nyamplung. 

Untuk itu, Dr. Ika turut ikut serta dalam kegiatan Make Our Planet Great Again tahun 2018, sebuah program yang diinisasi oleh pemerintah Prancis sebagai upaya dalam penanganan pemanasan global. Program tersebut diperuntukkan oleh peneliti, mahasiswa doktoral, dan mahasiswa internasional. Pada program yang diikuti dari berbagai negara di dunia, Dr. Ika mendapat penghargaan Laureate dalam program Make Our Planet Great Agian 2018 dari Presiden Prancis bulan Oktober lalu. 

Sebelum menggunakan biji buah nyamplung, awalnya, Dr. Ika menggunakan buah jarak sebagai bahan baku biodiesel, namun ternyata kadar minyak buah jarak terlalu rendah (hanya 37 persen bahkan bisa lebih rendah lagi yakni 20 persen). Sehingga Dr. Ika memutuskan mencari pengganti buah jarak dan menemukan biji buah nyamplung. Menurutnya, kadar minyak yang dihasilkan dari biji buah nyamplung dapat mencapai 50 persen. 

“Selain rendemen yang dihasilkan tinggi, produktivitas buah nyamplung juga tinggi. Produktivitas buah nyamplung bisa mencapai 20 ton per hektare,” ujar Dr. Ika sebagaimana dilansir dari laman resmi IPB 

Ika mengaku, terdapat beberapa peraturan yang harus dipenuhi dalam pengembangan biodiesel. Beberapa di antaranya adalah bahan baku biodisel tidak berasal dari bahan pangan, harga lebih murah dan tentunya ramah lingkungan, baik dari proses pembuatannya maupun hasil akhirnya. Ia menilai, dengan menggunakan biji buah nyamplung, proses pembuatan biodiesel lebih ramah lingkungan. Pasalnya proses pembuatan biodisel dari biji buah nyamplung tidak perlu melakukan pembuatan minyak dan pemurnian terlebih dahulu, melainkan cukup dengan teknologi transesterifikasi in situ.

“Dengan menggunakan teknologi transesterifikasi in situ, proses pembuatan minyak dan pemurnian minyak dapat dihilangkan sehingga harga biodiesel dari biji buah nyamplung lebih murah. Di sisi lain, rendemen yang dihasilkan pun juga lebih banyak,” ujar Dr. Ika.

Meskipun biji buah nyamplung memiliki potensi yang besar sebagai bahan baku biodiesel, masih terdapat beberapa permasahan dalam proses pembuatannya. Menurut pengakuan Dr. Ika, proses pembuatan minyak nyamplung memerlukan teknologi ekstruksi yang dapat beroperasi dengan cepat dan kontinyu. Di sisi lain, kandungan resin yang ditemukan dalam minyak nyamplung juga menjadi masalah yang harus segera diselesaikan. Ke depannya, Dr. Ika akan berusaha menjadikan resin sebagai produk yang bernilai tinggi.