Fanatik Rindu, Kultus Cinta pada Sang Musthafa

 
Fanatik Rindu, Kultus Cinta pada Sang Musthafa

LADUNI.ID - Seringkali kita saksikan berbagai pertunjukan tembang-tembang cinta untuk Rasul saw, dengan berbagai apresiasi, ekspresi dan aksi, bahkan akhir-akhir ini ritme-ritme musik yang mengirinya cukup bervariasi baik dari kelas bawah (tradisional) dengan menggunakan hadrah, sampai kelas atas (modern) yang tidak ada bedanya dengan musik-musik rock, jaz, pop dan rock ‘n roll seperti menggunakan dram, gitar, piano dan lainnya. Ada juga, entah, kelas apa namanya yang tidak menggunakan alat-alat musik, mereka hanya asyik masyuk dengan suara-suara merdunya.

Saya sendiri cukup kagum dan merinding ketika mereka asyik menembangkan, melagukan, mendendangkan lagu-lagu cintanya pada sang Rasul saw, dan memang seharusnya ungkapan-ungkapan itu terus mengalir dari umatnya, karena ia adalah manusia luar biasa yang harus diteladani, disanjung dan bahkan seluruh aktivitasnya terekam dalam jiwa-jiwa mereka.

Suatu hari Urwah Al-Tsaqafi, salah seorang utusan Makkah melaporkan kepada kaumnya, “orang Islam itu luar biasa! Demi Allah, aku pernah menjadi utusan menemui raja-raja. Aku pernah berkunjung kepada Kaisar, Kisra, dan Najasi. Demi Allah, belum pernah aku melihat sahabat-sahabat mengagungkan Muhammad. Demi Allah, jika ia meludah, ludahnya selalu jatuh pada telapak tangan salah seorang di antara mereka. Ia usapkan ludah itu kewajahnya dan kulitnya. Bila ia memerintah, mereka berlomba melaksanakannya; bila ia hendak berwudhu, mereka hampir berkelahi untuk memperebutkan air wudhunya. Bila ia berbicara, mereka merendahkan suara di hadapannya. Mereka menundukkan pandangan di hadapannya karena memuliakannya (shahih Bukhari 3 :255).

Dan dalam peristiwa lain, Ummu Sulaym menampung keringat beliau pada sebuah botol, sedangkan beliau dalam keadaaan tidur, dan setelah bangun, Nabi Saw bertanya, “apa yang kamu lakukan wahai Ummu Sulaym?” ia menjawab, “Ya Rasulallah, kami mengharapkan berkahnya buat anak-anak kami.” Mendengar, Nabi Saw. Bersabda, “Ashabti, Engkau benar (Musnad Ahmad 3 : 221-226) “kultus individualkah” yang dilakukan mereka? Atau bahkan syirk? tanyakanlah pada nurani kita masing-masing, sedangkan beliau tidak pernah menegur apalagi melarang sahabat yang melakukan demikian, bahkan ia menganjurkannya.

Ketika Majnun mencium dinding rumah layla, Ia menciumnya karena kecintaannya, ia tidak menyekutukan Tuhan. Ketika seorang perempuan mendekap pakaian suaminya yang meninggalkannya dan membasahinya dengan linangan air mata, ia tidak terlibat dalam perbuatan syirk. Ia sedang mengekspresikan kerinduannya pada suaminya.

Cinta yang tulus tidak dapat disembunyikan. Cinta yang sejati merindukan bukti. Apakah kita akan menyalahkan mereka yang meraung-raung menangis, meronta-ronta sambil bersalawat, berjingkrak-jingkrak sambil mengalirkan air mata, mengayun-ayunkan kepala, badan dan tangan untuk mengekspresikan kecintaanya. Selama di sana ada cinta maka di sana pulalah berbagai macam ekspresi dan aksi akan terungkap.

Dan di antara bukti kecintaanya padanya adalah mengenang dan memuliakan, atshar, yakni apa saja –peristiwa, tempat dan waktu- dengan apa yang ia lakukan. Dan nikmat menyebut namanya –bersalawat-, gemetar mendengar alunan-alunan pujian padanya, dan ia tidak pernah bosan melantunkan nama-namanya yang mempesona –Muhammad- itulah nama pribadi yang menggetarkan jagat raya, memadamkan api kisra yang menyala berabad-abad, meruntuhkan tembok-tembok perkasa ketika tampak cahaya kelahirannya. Karena mereka tahu Nabi Saw. Adalah kekasih Tuhan, yang tanpa dia tidak akan diciptakann alam semesta ini. Semuanya menjadi kecil, jika namanya menguap ke berbagai sudut dan sendi-sendi peradaban.

Oleh: Halimi Zuhdy

Dosen Bahasa dan Sastra Arab UIN Maliki Malang