Keteladanan dalam menuntun mayarakat mengenal Islam dengan penuh kasih sayang melalui pendekatan budaya di atas mencerminkan tentang keluwesan sikap dan luasnya pandangan KH. Chudlori.
Rauhah merupakan salah satu tradisi istimewa yang terus dilestarikan oleh kalangan habaib, khususnya di Indonesia dan di Yaman. Kata rauhah yang berarti “pertemuan yang menenangkan” ini mencerminkan inti dari kegiatannya—sebuah momen penuh ketenangan, keberkahan, dan ilmu.
Obrolan antara Gus Dur dan Jaya Suprana ini menunjukkan bagaimana agama dan budaya saling melengkapi dalam membentuk identitas Nusantara. Gus Dur menekankan pentingnya memahami konteks lokal dalam dakwah, seperti yang dilakukan Wali Songo dengan mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam budaya setempat.
Kyai Utsman (ayah KH. Asrori Al-Ishaqi) sejak menjadi santri sudah terkenal ke-ta’dhim-annya kepada gurunya, Kyai Romli Tamim, Rejoso Peterongan. Sangking tawadhu'nya dan ta’dhim-nya, setiap Kyai Utsman sowan ke Mbah Kyai Romli di Jombang, beliau jalan kaki dari ndalem-nya di Surabaya ke Jombang.
Meskipun Guru Sekumpul telah wafat pada 5 Rajab 1426 Hijriyah, tapi cinta para jamaah kepada beliau tidak pernah memudar. Bahkan, magnet spiritualnya semakin kuat, menarik jutaan orang untuk hadir di haul ini setiap tahunnya.
Dalam gereja, beliau menyampaikan ceramah dengan penuh kelembutan dan kebijaksanaan, menjelaskan perspektif Islam tentang Nabi Isa AS tanpa mengurangi rasa hormat terhadap keyakinan umat Kristiani.
Salah satu bukti komitmen Gus Dur adalah instruksinya agar Banser menjaga gereja-gereja saat perayaan Natal. Langkah ini, bukan hanya untuk memastikan keamanan umat Nasrani, tetapi juga sebagai pesan tersirat agar umat Kristen turut melindungi umat Islam yang menjadi minoritas di daerah-daerah lain.
Walhasil, komitmen NU dalam menjaga NKRI dengan menginstruksikan Banser sebagai bagian yang turut dalam menjaga gereja ketika menjelang malam Natal tidak bisa dipandang sebelah mata. Komitmen ini menjadi pesan bagi dunia agar saling menjaga di antara kaum pemeluk agama.
Suatu hari, seorang warga Tionghoa yang juga non-muslim sowan ke kediaman Kyai Bisri Mustofa di Leteh, Rembang. Warga Tionghoa tersebut merupakan tetangga sekaligus sahabat dekat Kyai Bisri.
Kedekatan dan keistimewaan Gus Dur di mata para habaib tidak bisa diragukan. Gus Dur adalah sosok yang sangat dekat dan akrab dengan para habaib, khususnya dengan keluarga Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, Kwitang.