“Ya Allah, mudahkanlah aku mengunjungi Makkah dan Madinah, dan masjid yang diberkahi dengan haq kalimat La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallama.”
Selain karena merupakan perintah Allah SWT agar kita bershalawat, membaca shalawat juga diungkapkan untuk menyatakan cinta dan rindu kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Puncaknya, adalah mendapat ridho Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Tulisan ini akan membahas dan mengupas keistimewaan Asmaul Husna kesembilan yang disebut “Al-Jabbaru”. Nama yang ini bermakna bahwa Allah SWT merupakan Dzat Yang Maha Gagah Perkasa dan Dialah yang Maha Berkehendak dan Maha Kuat memaksakan kehendaknya kepada siapapun.
Allah menganugerahkan amalan shalawat Nabi SAW untuk umat Muslim sebagai wasilah yang agung untuk semua hajat, bukan hanya soal urusan dunia namun juga syafaat, mulai dari sakaratul maut, di alam kubur, juga kelak saat di Hari Kiamat.
Termasuk amalan Malam Nishfu Sya’ban yang sudah dilakukan sejak dulu oleh para ulama adalah membaca Surat Yasin tiga kali selepas melaksanakan shalat Maghrib.
Dalam Kitab Kanzun Najah was Surur dijelaskan, bahwa salah satu amalan di Malam Nishfu Sya'ban agar mendapatkan anugerah Allah SWT berupa keamanan dan keselamatan diri adalah dengan membaca kalimat doa Nabi Yunus sebanyak 2375 kali.
Di Malam Nishfu Sya’ban sebagaimana tradisi ulama terdahulu, kita dianjurkan untuk membaca Surat Yasin tiga kali. Bacaan yang pertama diniati agar diberi panjang umur dalam ketaatan. Bacaan yang kedua diniati agar dilapangkan rezeki. Dan bacaan yang ketiga diniati agar ditetapkannya iman.
Misalnya agar rumah atau tempat yang baru dihuni mendapatkan keberkahan dan aman dari gangguan jin, sebagian ulama menganjurkan kita untuk melakukan amalan tertentu ketika menempatinya, yang tentu muaranya adalah bersandar kepada Allah SWT.
Secara umum membaca semua Surat Al-Qur’an sangat dianjurkan. Tradisi membaca Surat Yasin atau surat tertentu lainnya dari Al-Qur’an itu bukan menegasikan satu sama lain.
KH. R. As’ad Syamsul Arifin pernah berwasiat kepada santri-santrinya untuk selalu mengamalkan Ratibul Haddad. Ternyata di balik perintah tersebut terdapat sejarah yang terpendam, sebagaimana disampaikan oleh putri beliau, Nyai Makkiyah As’ad.