“Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah: 128)
Sesungguhnya perayaan peringatan Maulid Nabi SAW merupakan ekspresi atau ungkapan rasa bahagia dan senang kepada Nabi Al-Musthofa (nabi pilihan), dan bahwa kelahirannya membawa keberkahan dan manfaat yang besar, bahkan kepada orang kafir (Abu Lahab).
Nabi Muhammad SAW adalah makhluk Allah yang paling mulia, pemimpin para nabi dan rasul. Menjadi umat Rasulullah SAW adalah impian para ummat terdahulu, bahkan diterangkan dalam berbagai riwayat bahwa para nabi pun berkeinginan untuk menjadi umat Nabi Muhammad SAW.
Pada hakikatnya, tidak ada seorang Muslim pun yang tidak mencintai Nabi Muhammad SAW. Ketika ditanya, pasti semua umat Islam di seluruh dunia mengaku mencintai Nabi Muhammad SAW, meski mereka hidup ratusan bahkan ribuan tahun setelahnya.
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10)
Sabar merupakan salah satu sifat yang mulia. Bahkan Allah memberi pujian atau apresiasi pada sesorang yang mempunyai sifat tersebut. Karena memang sifat ini merupakan cara terbaik untuk menahan hawa nafsu.
Pemimpin yang besar adalah pemimpin yang memiliki jiwa besar untuk bersedia merendahkan diri melayani mereka yang ia dipimpin dengan rasa yang penuh pengabdian. Fokusnya hanyalah bagaimana menyejahterakan, mengantarkan segala kebaikan bagi mereka yang dipimpinnya.
“Wajib bagi seorang Muslim untuk mendengar dan taat dalam hal yang ia sukai atau tidak ia sukai. Kecuali dia diperintah pada suatu kemaksiatan. Jika diperintah berbuat maksiat, maka tak ada kata mendengar dan taat.” (HR. Muslim).
Peran ulama, pemerintah dan rakyat, saya rasa adalah kunci dari kestabilan dan ketenteraman negara. Ketika ketiganya sudah berjalan di jalannya masing-masing, mustahil negara akan tidak tenteram apalagi di ambang kehancuran.
Para ulama Ahlussunnah wal Jamaah memiliki cara dakwah yang damai, santun, dan menyejukkan. Mereka tidak pernah berteriak keras tanpa arah yang jelas, apalagi mencaci-maki.