Iradah dan Ridho Allah adalah dua hal yang sering dicampur aduk oleh nafsu seseorang, sehingga akalnya pun ikut bingung. Para ulama telah memberi garis pemisah yang jelas antara keduanya, tapi nafsu terus mengajak agar keduanya dicampur aduk. Dan akhirnya kebingungan sendiri dalam menentukan sikap.
Manusia yang dilahirkan telah ditentukan kapan matinya dan cara hidupnya. Karena itu, bisa dikatakan bahwa kita hidup dengan menjalankan auto pilot dari Allah.
Dari sinilah semakin jelas bagaimana Islam sangat memperhatian kesholehan sosial dan moral, tidak melulu soal sholeh ritual. Tetapi dari sini juga bisa dipahami bahwa kesholehan ritual itu seharusnya justru mendorong seseorang untuk juga sholeh sosial dan moral.
Kemerdekaan bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya. Ia adalah hasil dari perjuangan para pahlawan bangsa yang penuh dengan pengorbanan jiwa dan raga. Namun, yang lebih utama, ditegaskanlah bahwa kemerdekaan adalah karunia dari Allah SWT.
Dalam kitab Tafsir At-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Baghawi, Tafsir Al-Alusi dan Tafsir Fath al-Qadir dijelaskan bahwa yang dimaksud "ماظهر منها" yang biasa tampak terlihat adalah wajah dan telapak tangan.
Jadi, dari sini mestinya bisa dipahami dengan baik, bahwa kalau menghendaki perang, maka harus sesuai kontekstual, pakailah ayat-ayat perang ini di negara perang. Jangan di negara yang damai.
Mencintai tanah air adalah hal yang sifatnya alami pada diri manusia. Karena sifatnya yang alamiah melekat pada diri manusia, maka hal tersebut tidak dilarang oleh agama Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran dan nilai-nilai Islam.
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam ras, suku, bahasa, agama atau keyakinan. Semuanya diikat dalam satu kesepakatan yang tidak bisa diganggu-gugat, yakni Bhinneka Tunggal Eka.
Di dalam Bahasa Arab, shighat merupakan redaksi satu lafadh yang diucapkan. Nabi Muhammad SAW senantiasa berdoa kepada Allah SWT.
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)