Perlu dipahami, bahwa Islam tidak pernah meminta pengikutnya beramal melebihi kemampuannya. Beramallah sesuai dengan kemampuan. Semasa hidupnya, Rasulullah pun sering mengingatkan sahabatnya yang beramal berlebihan. Mereka beramal sebanyak-banyaknya hingga melupakan hak tubuhnya, yaitu istirahat.
Pendapat bahwa anak tersebut adalah Ismail didukung oleh berbagai alasan termasuk lokasi peristiwa yang berada di Makkah, di mana Ismail dan ibunya tinggal, serta peran Ismail dalam membangun Ka'bah bersama Ibrahim.
"Boleh bagi orang yang sudah melakukan ibadah haji dipanggil "haji" (pak haji/bu haji). Meski setelah beberapa tahun dan sesudah wafatnya. Tidak ada kemakruhan dalam masalah ini." (Imam Nawawi, Al-Majmu', jilid 8, hlm. 281)
“(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.”
“Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia adalah (Baitullah) yang (berada) di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.”
Al-Qur’an merekam kisah para nabi terdahulu yang kemudian menjadi inspirasi untuk kaum beriman. Di antaranya adalah seputar kisah Nabi Ibrahim AS yang mendapatkan perintah dari Allah SWT agar meninggalkan istri dan anaknya di lembah yang gersang dan tandus, yaitu Makkah.
Dengan thawaf, seorang Muslim merasakan kedekatan spiritual dengan Allah. Berada dekat dengan Kakbah, tempat yang sangat suci, menumbuhkan perasaan khusyuk dan tawadhu. Ini merupakan momen introspeksi dan pembersihan diri dari dosa-dosa.
Ketika Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah di Makkah, kiblat pertama umat Islam adalah Masjidil Aqsha di Yerussalem. Kiblat ini juga merupakan kiblat bagi umat Yahudi dan Kristen pada saat itu.
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11).
"Dari Jubair bin Muth'im r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda: 'Wahai Bani Abdi Manaf, jangan kalian halangi seseorang yang thawaf di Baitullah ini shalat, pada waktu kapan saja ia mau, malam atau siang.'"