Dari uraian di atas bisa di pahami kalau tidak membatalkan puasa dengan sebab masuk air ke rongga tubuh pada mandi yang di syariatkan adalah jika tidak sengaja dan sukar memelihara masuk air ke dalam rongga tubuh
Kaidah ini berdasarkan pada banyak sekali dalil al-Qur'an dan hadis yang dengan tegas menyatakan bahwa Allah dan Rasulullah menginginkan kemudahan, bukan mempersulit, misalnya:
Saat ngaji kitab Tanbihul Mughtarrin, di dalamnya sering kali imam as-Syaroni mengkritik orang-orang yang merasa bahwa mereka adalah penerus ulama salaf, dengan banyak sekali kritikan.
Ayat-ayat puasa yang menyatu padu dari ayat 183-187 dalam surat Al-Baqarah sangat menarik untuk dikaji, pada ayat 184 terdapat kalimat "ayyaman ma'dudat", yang dalam kajian Bahasa dan sastra memiliki beberapa arti; Pertama. Ayyam (hari-hari) adalah jama' qillah (jamak terbatas, 3-10), dan kata ma'dudaat (tertentu) juga dianggap jama' qillah.
Ini 10 hal yang membuat doa Anda tidak dijawab oleh Allah Subhanahu wa ta'ala. Apa saja itu?
Kalau sudah begini, artinya kita menjadi seorang hamba yang memilah-milah ibadah berdasarkan waktu, kondisi dan situasi. Ini sama saja namanya kita rajin ibadah sesaat
Sebagian alamat wanita solihah adalah ketika sifatnya adalah takut kpd Allah, kekayaannya adalah menerima atas pemberian Allah
Pada bahasan sebelumnya telah dibahas bahwa fakta yang ada sebelumnya tak bisa digugurkan dengan hal baru yang masih bersifat praduga. Sekarang bahasannya adalah kebalikannya, yakni ketika sesuatu yang dinilai sebagai keyakinan ternyata keliru sebab faktanya menyatakan sebaliknya. Dalam hal ini maka berlaku kaidah di atas.
Menurut Thahir bin Asyur, penempatan ayat ini setelah penyebutan tiga sifat Allah (Arrahman, Arrahim dan Robbil alamini) dalam beberapa ayat sebelumnya, bukanlah sekadar untuk mengurutkan sifat-sifat Allah, melainkan sifat yang disebutkan terakhir (Pemilik Hari kemudian) ini merupakan konsekuensi dari tiga sifat sebelumnya. Berikut paparan lengkap dari Ibnu Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir;
Akan tetapi mungkin penting untuk dicatat bahwa dengan menyebutkan nama-nama perempuan ini, Ibn Arabi ingin memperlihatkan juga pandangannya tentang relasi laki-laki dan perempuan dalam perspektif gender. Perempuan, katanya dalam al-Futuhat al-Makkiyah, adalah jiwa yang sempurna.