Jadi, memperingati haul Sayyidah Khadijah itu bukanlah suatu hal yang terlarang, sebab sebagaimana substansi dalam Hadis di atas, hakikatnya Rasulullah SAW juga selalu mengenang Sayyidah Khadijah dengan membagikan daging kambing yang disembelihnya kepada teman-teman dan kerabat istrinya itu.
Dengan berpuasa dan membaca Al-Qur’an, maka hal ini berarti kita juga mengikuti perintah Nabi Muhammad SAW. Dan jika kita mengikuti perintah Nabi Muhammad SAW, maka kita juga berharap mendapatkan syafaat dari beliau. Sungguh beruntunglah kita jika mendapatkan keutamaan itu.
Tetapi semangat dalam berbagi itu, jangan sampai dirusak nilainya dengan niat hanya sekadar untuk pamer atau karena ingin tenar dan suka menyebut jasa kebaikannya. Apalagi juga disertai dengan menyakiti perasaan orang yang menerima.
"Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-Quran maka ia akan mendapat satu kebaikan dan dari satu kebaikan itu berlipat menjadi sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan alif lam mim sebagai satu huruf. Akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf." (HR. At-Tirmidzi)
Karena Ramadhan itu dipenuhi keberkahan dan rahmat, maka sangat dianjurkan agar umat Islam bersungguh-sungguh dalam menghidupkan malam-malamnya dengan berbagai ibadah, khususnya dengan melaksanakan shalat Tarawih dan Witir.
“Tarawih itu sunnah. Sementara mencari nafkah itu wajib. Menghindari diri dari kemiskinan secara ekonomi supaya tidak menjadi beban orang lain, itu adalah hal yang paling utama," sambung Gus Baha.
“Barang siapa berpuasa Ramadhan karena percaya kepada Allah dan hanya mengharapkan (ridho) Allah SWT, maka akan diampuni semua dosa yang telah dilakukannya.”(HR. Bukhari)
“Setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan bagi setiap orang itu adalah bagian dari apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari)
Ulama yang menolak penggunaan hisab berargumentasi, bahwa Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) menggantungkan pelaksanaan puasa kepada tanda-tanda (fenomena alam) yang tetap, lagi tidak berubah selamanya, yaitu dengan cara melakukan ru’yatul hilal dan ikmal, yakni menyempurnakan usia bulan 30 hari.
"Dari Ibnu Umar r.a, bahwa Nabi SAW bersabda: 'Kami adalah umat yang tidak dapat menulis dan berhitung satu bulan itu seperti ini.' Maksudnya, satu saat terkadang berjumlah 29 hari dan pada waktu lain 30 hari." (HR. Bukhari)