Dengan kata lain, problem yang kita hadapi dewasa ini bukan soal teks keagamaan, tapi soal kemanusiaan kita yang merasa terancam, tidak aman dan tidak nyaman. Ini menggerus kemanusiaan kita sehingga kita tidak lagi jernih, adil dan beradab dalam memahami teks keagamaan.
Teks yang global dan masih samar dalam Al-Qur'an hampir semuanya dijelaskan dalam Hadis. Hal ini sesuai dengan titah Allah sendiri dalam Al-Qur'an yang memberi tugas pada Nabi Muhammad untuk menjelaskannya.
Mbah Moen menyampaikan bahwa dalam bulan Rajab sebenarnya ada dua peristiwa besar, yakni Isra' Mi'raj dan pindahnya nur Nabi Muhammad SAW dari punggung Sayyidina Abdullah bin Abdul Mutholib ke rahim Sayyidah Aminah binti Wahab atau disebut dengan peristiwa wiladah pertama.
Allah "mengkritik" seorang Muslim karena memang ia salah atau melakukan kesalahan. Allah tidak akan "mengkritik" makhluk ciptaan-Nya hanya karena ia tidak beriman, sebab apa yang menjadi kesalahan seorang hamba saat ini kelak bisa jadi menjadi sebuah kebaikan.
“Sungguh Allah telah mengharamkan darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian ini dan di negeri kalian ini." (HR. Bukhari)
Selanjutnya, sebagaimana keterangan di dalam kitab di atas, dari rangkain kalimat yang tersirat dalam setiap huruf itu seolah-olah lalu dikatakan: "Hai hamba-Ku, Aku jadikan dosa-dosa dan kebaikanmu diliputi dengan rahmat-Ku, maka tiada tetap dosa-dosamu berkat kemulian bulan Rajab."
Sesungguhnya hal yang tidak menyenangkan tersebut tidak layak untuk kita tangisi dengan air mata. Tidak layak pula untuk kita sesali secara berlebihan. Sebab, masih ada cara yang perlu kita lakukan agar kita terhindar dari pengkhiantan-pengkhianatan yang dilakukan oleh orang lain untuk kita.
Jika bulan Rajab adalah bulan mulia, yang di dalamnya terdapat keistimewaan digandakan 70 kali pahalannya bagi siapa yang beramal baik, demikian pula berlaku bagi yang berbuat keburukan.
Jadi, dari sini bisa dilihat satu benang merah, bahwa berdasarkan pendapat Imam An-Nawawi tersebut, maka hukum puasa di bulan Rajab adalah sunnah.
Rajab adalah salah satu bulan haram (mulia) dalam Islam. Karena Rajab termasuk bulan mulia, maka tak heran bila banyak umat Islam menyambut bulan ini dengan penuh semangat, hormat dan antusias untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah sunnah mereka.