Alasan yang menjadi kekhawatiran di sini adalah, agar tidak terjadi kejahatan yang datang mengganggu. Pada zaman Jahiliyah, kaum laki-laki fasik dan munafik tak henti-hentinya menggoda dan berbuat jahat terhadap kaum perempuan Mukmin yang tidak memakai jilbab.
Islam tetap membenarkan praktik poligami sepanjang tidak lebih dari empat orang istri, ditambah dengan beberapa syarat lain berupa memberikan nafkah dan bersikap adil di antara istri-istrinya itu. Hal itu bertujuan untuk mencegah adanya sikap zalim terhadap kaum wanita, yang mana hal demikian dilakukan sebatas kemampuan.
Orang yang hanya tahu satu pendapat terutama dalam isu bernuansa agama biasanya terkejut atau kaget dan menunjukkan reaksi emosional.
Sedekah bisa dilakukan oleh siapapun, termasuk orang yang tak berpunya sekalipun. Sebab sedekah tidak selalu berarti pemberian materi. Sedekah juga bisa bermakna pemberian yang bersifat nonmateri.
Kemuliaan itu ada pada karakter seseorang, bukan pada perkataan atau penilaian orang lain terhadapnya. Karena itu, Islam tidak menggunakan parameter status sosial untuk mengukur kemuliaan seseorang, baik pada jabatan, kekayaan maupun nasabnya.
Secara hukum dalam literatur fikih kita adalah diperbolehkan membalas setimpal kepada orang yang berbuat buruk kepada kita. Namun dalam kemuliaan akhlak hal tersebut tidak dianjurkan. Demikian itu banyak diteledankan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Luapan syukur kita adalah dengan memanfaatkan semua nikmat ini demi kebaikan dan penghambaan. Bukan justru menjadikannya sebagai alat dan media untuk bermaksiat, pamer, berbangga diri dan menyombongkan diri kepada orang lain yang kurang beruntung.
Setan menyuruh ideal dalam beragama, jangan separuh-separuh, harus kaffah, harus sempurna. Tujuannya supaya muncul di pikiran bahwa orang yang beragama belum mampu sempurna itu tak dapat kebaikan apa-apa kecuali kemunafikan.
Kita harus sadar dan menerima dengan ikhlas, bahwa segala hal yang terjadi, baik, buruk, menyenangkan, menyedihkan, semuanya sudah ditetapkan dalam takaran yang tepat untuk kita, agar kita bisa menjadi lebih baik dalam hidup ini.
Para mufassir berbeda pendapat mengenai makna dari lafadh "nikmat" dalam ayat itu. Menurut Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam kitabnya Mafatih Al-Ghaib, beliau mengatakan bahwa seharusnya amal baik itu diceritakan kepada publik agar manusia bisa menirunya.