Dalam merefleksikan Sumpah Pemuda dalam konteks saat ini, maka kita harus juga selalu berkomitmen menjaga persatuan ini, untuk kemaslahatan bangsa dan negara.
Dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menyampaikan setidaknya ada enam sifat perempuan yang harus diperhatikan supaya menjadi pembelajaran dan perhatian bagi laki-laki sebelum menentukan pendamping hidupnya.
Pada masa Nabi Muhammad SAW, banyak perempuan yang berani menyuarakan kasus kekerasan (seksual) yang dialaminya, sekalipun harus melawan tuduhan "aib" dari masyarakat.
Kehidupan Rasulullah SAW menjadi contoh yang luhur tentang seorang pemuda yang berperilaku lurus dan terpercaya dalam mengemban amanat kaumnya dan para sahabatnya.
Berbeda dengan Nabi Muhammad SAW, mukjizat terbesarnya adalah Al-Qur’an. Kitab ini tidak hanya berbicara masa lalu, juga menyinggung problem masa yang akan datang, dengan solusinya. Al-Qur’an berbicara persoalan buruk namun menawarkan obat atau cara mengatasinya.
Upaya untuk menjaga persatuan dan kerukunan berikutnya adalah dengan menjalin kepekaan sosial. Hal ini bisa dilakukan dengan saling memahami satu sama lain.
Di dalam sebuah negara terdapat satu kekuatan, yaitu pemerintahan namanya. Jika mereka baik, maka akan baik pula seluruh rakyatnya. Jika tidak baik, maka akan berdampak buruk juga kepada seluruh warganya.
Yang mula-mula dijalankan Nabi Muhammad SAW ialah penyiaran tauhid. Dan di samping itu, menanam semangat persaudaraan Islam, dengan tidak membeda-bedakan antara keturunan, pangkat, kekayaan dan kebangsaan.
Seandainya kita diberi rezeki yang sangat melimpah dengan kekayaan yang ada di alam semesta ini untuk membalas jasa Rasulullah SAW, tentu itu semua belum ada artinya.
Salah satu kaidah penting penafsiran Al-Qur'an yang menjadi pegangan para pegiat tafsir adalah sebagian ulama diberi oleh Allah pemahaman yang bisa jadi berbeda dengan yang lainnya, dan itu semua tergantung kemampuannya dalam mengelola hatinya dan kesiapannya dalam menerima pemahaman dari Allah.