Dalam pemahaman kalangan Nahdliyin dan secara umum umat Islam, arti dari Manaqib kurang lebih adalah biografi, sejarah hidup, seorang ulama, atau seorang tokoh intelektual berpengaruh dan lain sebagainya yang masih terkait dengan ketokohan seseorang.
Irisan agama dan politik dapat dijabarkan menjadi dua menurut Masykuri Abdillah, yaitu legitimasi keagamaan dan politisasi agama. Mari simak selengkapnya.
Cinta dunia tidak terkait langsung dengan mencari, memiliki, dan menggunakannya, tapi terkait dengan cara menyimpannya. Mencari, memiliki, dan menggunakan dunia tidak dilarang, bahkan dianjurkan. Asalkan dunia yang dicari dan dimiliki tidak dipakai untuk merusak, tapi memperbaiki yakni untuk kemaslahatan.
Keseimbangan semesta adalah analogi keseimbangan jiwa yang menghantarkan manusia menjadi makhluk yang bahagia. Berbagai unsur harus seimbang, 'aql berilmu dalam pancaran Islam, qolb damai dalam pelukan iman dan jism-nya mulia amalnya dalam balutan ihsan yang memaslahatkan.
Hakikatnya, setiap orang Mukmin itu memahami bahwa ilmu, harta dan jabatan adalah wasilah untuk berkhidmah, untuk meraih ridho Allah SWT. Mereka berkhidmah, dengan ketundukan dan penuh keikhlasan.
"Orang-orang yang tetap mengingat Allah SWT saat yang lain lupa adalah orang-orang yang istimewa. Mereka mendapatkan pahala yang besar.
Terkait hasad, secara psikologis Syaikh Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar menjelaskan bahwa hasad adalah kerja emosional yang berhubungan dengan keinginan agar nikmat yang diberikan Allah SWT kepada seseorang dari hamba-Nya hilang dari padanya.
Kedudukan agama di Indonesia sangatlah penting dan strategis dalam sendi-sendi bernegara. Agama merupakan dasar penopang bagi Indonesia dan merupakan jalan tengah yang penuh kedamaian. Ini salah satunya termaktub dalam Pancasila.
Dalam berbagai kesempatan, Nabi mengajarkan bahwa hakikat kebahagiaan bukan terletak pada kekayaan seseorang yang melimpah, melainkan jika ia mampu bersikap qona’ah (merasa cukup).
Zaman ini ditandai oleh semangat kesucian dan ketulusan. Meskipun begitu, potensi politisasi agama juga telah muncul pada masa itu. Namun, sahabat-sahabat Nabi dengan tegas mempertahankan kemurnian ajaran Islam dan menolak untuk mempolitisasi agama demi kepentingan pribadi atau kelompok.