“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10)
Sabar merupakan salah satu sifat yang mulia. Bahkan Allah memberi pujian atau apresiasi pada sesorang yang mempunyai sifat tersebut. Karena memang sifat ini merupakan cara terbaik untuk menahan hawa nafsu.
Pemimpin yang besar adalah pemimpin yang memiliki jiwa besar untuk bersedia merendahkan diri melayani mereka yang ia dipimpin dengan rasa yang penuh pengabdian. Fokusnya hanyalah bagaimana menyejahterakan, mengantarkan segala kebaikan bagi mereka yang dipimpinnya.
“Wajib bagi seorang Muslim untuk mendengar dan taat dalam hal yang ia sukai atau tidak ia sukai. Kecuali dia diperintah pada suatu kemaksiatan. Jika diperintah berbuat maksiat, maka tak ada kata mendengar dan taat.” (HR. Muslim).
Peran ulama, pemerintah dan rakyat, saya rasa adalah kunci dari kestabilan dan ketenteraman negara. Ketika ketiganya sudah berjalan di jalannya masing-masing, mustahil negara akan tidak tenteram apalagi di ambang kehancuran.
Para ulama Ahlussunnah wal Jamaah memiliki cara dakwah yang damai, santun, dan menyejukkan. Mereka tidak pernah berteriak keras tanpa arah yang jelas, apalagi mencaci-maki.
Jadi, iman itu tidak hanya terwujud dalam bentuk ibadah ritual semata, melainkan juga dalam kepedulian terhadap sesama. Dengan kata lain, keimanan dan kepeduliaan sosial adalah dua hal yang saling terkait dan terikat.
Kadang wajib suatu kesalahan dibahas di depan publik dengan pertimbangan di atas. Menjaga kebenaran ilmu jauh lebih perlu diutamakan daripada menjaga nama seseorang di depan umum.
Dikisahkan, pada suatu kesempatan, Imam Abu Hanifah bertanya kepada Hatim Al-'Asham mengenai cara untuk selamat dari bahaya kehidupan dunia.
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan teman. Seorang teman yang baik terkadang bisa melebihi kebaikan saudara sendiri. Hal ini dimungkinkan sebab hubungan antar teman cenderung setara, di mana berlaku prinsip menghargai antara satu dengan yang lain.