Al-Allamah al-Arif Billah Syaikh Yusuf al-Nabhani, dalam kitab Afdhal al-Shalawat, menulis, “Thariqat (jalan/metode yang ditempuh) yang paling dekat menuju kepada Allah SWT, di akhir zaman khususnya bagi orang-orang yang berlumuran dosa, adalah dengan memperbanyak istighfar dan bershalawat kepada Nabi SAW.”
Ghibah adalah salah satu penyakit yang sangat dekat dengan kehidupan manusia, baik beriman atau tidak. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah, ghibah adalah perilaku menceritakan atau membongkar sisi kehidupan orang lain yang negatif. Seandainya orang yang diceritakan tersebut mengetahuinya maka sudah jelas ia tidak menyukainya,
"Ambillah sifat memaafkan ini, dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan (makruf), serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh" (Al-A’raf: 199). Ayat ini adalah Makkiyah dan termasuk pondasi penting dalam Islam. Sifat memaafkan merupakan bagian terpenting dalam misi penyempurnaan akhlak yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Malam pun menyepi, sudah saatnya cahaya mentari untuk kembali menyinari seluruh muka bumi, "Yah, jangan lupa ya belikan aku tas untuk ngaji!" Ahmad si kecil, mungil mengingatkan janji sang ayah. Mereka adalah sebuah keluarga mungil yang terdiri dari sang ayah, ibu dan Ahmad. Ahmad yang tatkala itu berumur empat tahun sudah fasih dalam berbicara,
Sedekah terbaik bagi orang-orang yang sektor ‘daruratnya’ selesai adalah tinggal di rumah. Sekarang semua orang punya potensi menulari dan ditulari. Semua orang harus menahan diri untuk tidak membahayakan orang lain.
Kita mulai dari istri-istri Rasulullah. Secara umum, seorang lelaki muslim diperbolehkan atau diijinkan menikahi wanita muslimah lainnya hingga empat orang, tetapi bukan berarti disunnahkan.
"Yang mengantarkan kita masuk ke surga itu bukan amal perbuatan kita. Kita semua masuk ke dalam surga Nya Allah kelak, itu lantaran mendapat anugerah dari Allah dan mendapat rahmat dari Allah,
Sungguh menggegerkan sekali sebuah statemen dari salah seorang yang dikatakan ahli ilmu. Bagaimana tidak? ucapan yang sangatlah tidak pantas bagi sosok yang menjadi panutan bagi jamaahnya.
Ungkapan; "jangan takut Corona, tapi takut pada Allah" sering kita dengar. Ungkapan ini menunjukkan betapa gagal pahamnya mereka soal hubungan Tuhan dan alam raya. Bahkan, mereka gagal paham soal iman itu sendiri.
Suatu hari aku diundang untuk menjadi salah satu nara sumber dalam momen konferensi wilayah NU di sebuah propinsi. Aku diminta bicara soal Islam dan Gender. Nara sumber yang lain bergelar Prof. Dr sekaligus Kiyai. Seorang lain adalah pemikir Islam progresif. Mereka bicara soal Aswaja dan Relasi Agama dan Negara.