Kebaikan dan Kejahatan Orang Mukmin

  1. Hadis:

    مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ

    Artinya:
    "Barang siapa bergembira dengan kebaikannya dan merasa bersalah karena kejahatannya maka Dia lah orang mukmin."

    Asbabul Wurud:
    Ibnu Umar menceritakan bahwa Umar ibnu Khattab pernah menyampaikan khutbah kepada orang banyak di Jabiyah. dalam khutbah itu Umar mengatakan: Rasulullah SAW pernah berdiri menyampaikan seperti aku berdiri (sekarang ini) di tengah kalian. Beliau bersabda: "Hendaklah kalian selalu mencari pelajaran mengenai kebaikan Dari para sahabatku, kemudian orang yang hidup sesudah mereka, kemudian orang sesudah mereka. Setelah itu akan bertebaran kebohongan, sehingga seorang laki-laki menyampaikan kesaksian (syahadah) sebelum diminta, dan mengucapkan sumpah (yamiin) sebelum diminta. Maka Barang siapa di antara kalian menginginkan surga hendaklah Dia membiasakan diri berjamaah, karena sesungguhnya setan lebih jauh terhadap seseorang bersama dua orang lain dibanding seseorang bersama satu orang lain. Janganlah salah seorang kamu menyendiri bersama dengan seorang perempuan, karena sesungguhnya setan akan menjadi (pendamping) yang ketiga. Setelah itu Rasulullah SAW melanjutkan: Barang siapa bergembira dengan kebaikan ? dan seterusnya." Abdul Malik ibnu Umair meriwayatkan Dari Abdullah ibnu Zubair bahwa Umar ibnu Khattab menyampaikan khutbah di Jabiyah, dan dalam khutbah itu Beliau menyampaikan pesan seperti bunyi Hadis di atas. Hadis lain Dari Abdul Malik ibnu Umair: Aku mendengar Abdullah ibnu Zubair berkhutbah yang menjelaskan bahwa ia mendengar Umar ibnu Khattab berkhutbah yang didalam khutbahnya itu Beliau menyampaikan sabda Rasulullah SAW seperti tercantum dalam Hadis di atas.

    Periwayat:
    Tahawy dalam Musyikul Atsar Dari Umar ibnu Khattab R.A


    Maksud Hadis di atas mengenai kesempurnaan iman seseorang, karena siapa yang tidak melihat faedah (nilai) Dari kebaikan yang dilakukan, demikian pula bahwa pada maksiat itu terdapat hal yang membahayakan maka berarti Dia termasuk orang yang lalai terhadap keadaan hatinya, dan itu menandakan kekurangan imannya. Bahkan hal itu menunjukkan suatu penghinaan terhadap agama, karena Dia memandang remeh sesuatu persoalan besar dan melalaikan sesuatu yang tidak dilalaikan Allah SWT.