Taqdim dan Ta'khir dalam Manasik Haji

  1. Hadis:

    مَنْ قَدَّمَ مِنْ نُسُكِهِ شَيْئًا، أَوْ أَخَّرَهُ، فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ

    Artinya:

    "Barang siapa mempercepat atau memperlambat (menunda) sesuatu mengenai pelaksanaan ibadahnya maka tidaklah dia berdosa."


    Asbabul Wurud:

    Ditafsirkan apa yang Diriwayatkan oleh Abu Daud Dari Abdullah ibnu Amru ibnu 'Ash, katanya: "Rasulullah SAW berdiri di Mina pada waktu haji wada'. Maka seorang laki-laki menemui Beliau untuk bertanya: Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya aku tidak sadar sehingga aku langsung saja bercukur padahal aku belum menyembelih (dam atau al hadyu). Maka Rasulullah SAW bersabda: Pergilah menyembelih dan tidaklah berdosa (kamu), kemudian datang lagi laki-laki lain untuk bertanya: Wahai Rasulullah SAW aku tidak sadar sehingga aku langsung saja memotong (dam atau hadyu) padahal aku belum melontar jumrah. Beliau menjawab: tidaklah berdosa (kamu). Maka tiadalah sesuatu pertanyaan mengenai suatu hal yang didahulukan (taqdim) atau dikemudian diakhirkan (ta'khir) disampaikan pada Beliau pada waktu itu melainkan Beliau menjawab: Ishna' walaa haraj (Lakukanlah dan tidaklah berdosa (kamu)."

    Periwayat:

    Baihaqi Dari Ibnu Abbas, dan as-Suyuthy menandai Hadis ini dengan "Hassan."


    Hadis di atas menunjukkan bahwa amal (manasik haji) yang dilakukan pada waktu jamaah haji berada di Mina (tanggal 10-13 Dzulhijah) tidaklah disyaratkan berurut (tartib).