Jawaban Umar Tentang Tiga Masalah

  1. Hadis:

    أَمَّا مَا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ مِنِ امْرَأَتِهِ وَهِيَ حَائِضٌ فَمَا فَوْقَ الْإِزَارِ وَأَمَّا الْغُسْلُ مِنَ الْجَنَابَةِ فَيَغْسِلُ يَدَهُ وَفَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وَيُفِيْضُ عَلَى رَأْسِهِ وَجَسَدِهِ الْمَاءَ وَأَمَّا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ فَنُوْرٌ فَمَنْ شَاءَ نَوَّرَ بَيْتَهُ

    Artinya:
    "Ketahuilah, adapun yang halal bagi seorang laki-laki (suami) mengenai istrinya Ketika Dia haidh ialah sebatas apa yang di atas sarung. Adapun mandi janabah maka (caranya) adalah dengan membasuh tangannya kemudian faraj (kemaluan)nya, kemudian berwudhulah. Lalu ia tuangkan air ke atas kepalanya, badannya. Adapun membaca Al-Qur'an maka itu adalah cahaya, Barang siapa menghendaki, (membacanya) maka ia menyinari rumahnya.”

    Asbabul Wurud:
    Serombongan orang datang menemui Khalifah Umar dan bertanya: ”Hai Amirul Mukminin sesungguh kami ingin menanyakan kepada tuan mengenai tiga hal (yaitu): (1) apa yang dihalalkan bagi suami terhadap istrinya yang sedang haid, , (2) tentang cara mandi janabah, dan (3) membaca Al-Qur'an di rumah.” Umar menjawab: "Subhanal- lah, apakah tukang sihir kalian. Sungguh kalian tanyakan kepadaku sesuatu yang aku juga pernah menanyakannya kepada Rasulullah SAW, yang belum pernah orang bertanya kepadaku sesudah (aku menanyakannya kepada Rasulullah SAW). Umar menjawab per­tanyaan tersebut seperti bunyi Hadis di atas.

    Periwayat:
    Imam Malik dalam "Al-Muwaththa’" Dari Ashim bin Amru Dari salah seorang mereka yang datang menghadap Umar bin Khattab.


    Menyetubuhi istri Ketika ia sedang haid haram hukumnya, berdasarkan ayat: "? maka hendaklah kamu menjauhkan diri Dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu?” (Al-Baqarah: 222) Menurut keterangan Aisyah (istri Rasulullah SAW): "Rasulullah SAW menyuruhku memakai sarung (semacam rok). kemudian Beliau mencumbui aku padahal aku sedang haid."(muttafaqun ’alaih). ini berarti Aisyah disuruh Nabi mengencangkan ikatan sarung/roknya yang menutup bagian lutut sampai ke pusar (pusat perut).

    Lalu Nabi melakukan mubasyarah (bercumbu rayu) dengan Aisyah. Jadi syaratnya istri harus pakai sarung yang menutup badannya Dari lutut sampai pusat. Selebihnya halal bagi suami mendekati istri dalam keadaan haid. dengan kata lain ”boleh mubasyarah (mencumbui istri) yang sedang haidh asal tidak menyentuh bagian lutut sampai pusar (perut) (atau bersinggungan kulit antara lutut dengan perut). Orang Yahudi bersikap kasar terhadap istrinya yang haid. Dia jauhi istri dalam segala keadaan, mulai Dari soal tempat makan, tempat minum, tempat tidur (ranjang). Sebaliknya Nasrani membolehkan menyetubuhi istri waktu haidh. Maka agama Islam adalah pertengahan (antara kedua ajaran yang ekshim itu), yaitu diharamkan bersetubuh dan melakukan perbuatan bersenang- senang (istimta’) antara lutut dan perut, yang karenanya si istri disuruh mengencangkan ikatan sarungnya pada daerah tersebut, (lihat Ibanatul Ahkam I: 218).