Ayat ini turun berkaitan dengan kejadian yang menimpa salah satu sahabat bernama h}uhaib bin Sinan. Dalam perjalanan hijrahnya ke Madinah, ia dicegat oleh kaum musyrik Mekah. Ia pun rela memberikan seluruh harta miliknya asalkan mereka membiarkannya melanjutkan perjalanan.
Ayat ini merupakan satu dari beberapa tahap Islam mengharamkan khamar kepada umatnya. Tahap berikutnya adalah Surah an-Nisa>’/4: 43; diikuti kemudian oleh Surah al-Ma>’idah/5: 90. Sementara itu, paruh kedua ayat ini menjelaskan kadar yang diinfakkan dari harta seorang mukmin.
Seiring dengan turunnya Surah an-Nisa>’/4: 10 dan an-An‘a>m/6: 152, para wali merasa enggan mengurusi harta anak yatim karena khawatir secara tidak sengaja turut memakan harta mereka. Allah lalu menurunkan ayat berikut untuk menjamin ketenteraman dan kesejahteraan mereka.
Ayat ini turun sebagai jawaban atas pertanyaan para sahabat tentang kebiasaan kaum Yahudi menjauhi para istri di saat haid. Mereka enggan dekat-dekat dengan para istri, bahkan untuk sekadar makan bersama atau bercengkerama.
Ayat ini turun sebagai sanggahan atas keyakinan kaum Yahudi bahwa jika suami mencampuri istrinya di farji dari arah belakang maka anak yang lahir dari hubungan itu akan bermata juling.
Dalam tradisi masyarakat Arab pra-Islam, istri yang dicerai oleh suaminya tidak memiliki masa idah. Ayat ini kemudian turun untuk menjelaskan masa idah bagi istri yang ditalak, yakni bila ia masih dapat haid maka ia beridah selama tiga kali masa suci.
Pada masa permulaan Islam, seorang suami tetap berhak merujuk istrinya meski ia telah menalaknya seribu kali, selama masih dalam masa idah. Kini hak suami untuk menalak istrinya dibatas hanya tiga kali.
Ayat ini turun terkait dengan salah seorang sahabat bernama Ma‘qil bin Yasa>r. Ia berusaha melarang adiknya dinikahi kembali oleh mantan suaminya. Ayat ini turun untuk menegaskan larangan bagi wali untuk menghalangi wanita yang berada di bawah perwaliannya untuk dinikahi kembali oleh suami yang telah menalakny
Sebelum ayat ini turun, banyak sahabat yang salat sambil berbicara satu dengan lainnya, membuat suasana di dalam masjid gaduh dan salat menjadi tidak khusyu‘. Ayat ini kemudian turun untuk menegur kebiasaan tersebut.
Dengan penurunan ayat ini Allah menegaskan bahwa seseorang tidak dibenarkan memaksa orang lain untuk masuk Islam, tidak terkecuali anak sendiri, seperti yang dilakukan sebagian sahabat Ansar kepada anak mereka.