Sedekah memang bisa lebih utama dari ibadah haji. Ada kisah menarik yang menggambarkan kebenaran pernyataan tersebut. Peristiwa ini dialami oleh seorang ulama besar di masa tabi'in. Adapun sosok yang terkait dengan kisah ini, tidak lain adalah Abdullah Ibnu Al-Mubarak.
Sepertinya kita dengan Rasulullah SAW berjarak sangat jauh. Lokasi makam jauh, abad 7 di mana beliau hidup juga sudah jauh dari abad kita saat ini, kepribadian welas asih kita juga sangat jauh, apalagi tensi perjuangan untuk menjadi rahmat bagi lingkungan, kita masih sangat jauh.
Rasulullah SAW selalu memberikan teladan yang baik dan mulia. Demikian pula sikap yang diteladankan ketika beliau bersama dengan orang yang terkena penyakit ganas.
Dalam banyak kitab tarikh, di antaranya Kitab Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, dikisahkan tentang perang Uhud di mana saat itu umat Islam mengalami kekalahan, dan Rasulullah SAW pun terluka. Gigi geraham beliau patah, bibir bawahnya sobek, dahi dan keningnya yang mulia juga bercucuran darah.
Dikisahkan, Uwais Al-Qarni mendapatkan ujian berupa penyakit sopak. Seluruh tubuhnya menjadi belang belang karena penyakit sopak tersebut. Ibunya sudah tua dan sakit lumpuh, namun Uwais Al-Qarni senantiasa merawat ibunya dengan telaten dan penuh kesabaran.
Sungguh di zaman fitnah seperti ini kita sangat membutuhkan sosok seperti Imam Abdullah bin Mubarak di atas. Sosok yang bisa menyatukan dan mendamaikan tanpa harus terkesan mengajari. Menjadi juru damai adalah pilihan yang paling tepat dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam mendidik anak, setiap ulama memiliki cara dan strategi tersendiri, termasuk cara unik KH. Abdullah Hadziq dalam mendidik putranya, KH. Hayatun Nufus Abdullah Hadziq atau yang akrab dikenal Gus Yatun.
Kekafiran dan keimanan adalah dua hal yang secara tegas bertolak belakang dalam hal yang paling prinsip. Kafir adalah ingkar kepada Allah, sedangkan iman adalah yakin dan tunduk kepada-Nya. Keduanya tidak hanya bertolak belakang, tapi juga saling menghalangi.
Cinta Rasulullah SAW kepada kita semua merentang lebar dan dalam, hingga kepada pengertiannya yang manusiawi sekali terkait betapa terbatasnya kemampuan kita dalam beribadah kepada-Nya.
Ketika Anda melihat seorang wanita berpakaian dengan cara yang tidak dapat diterima secara Islami, Anda bisa menasihatinya dengan akhlak dan cara yang baik, jangan sejenak pun berpikir bahwa dia lebih rendah dari Anda secara rohani.