Kisah ini adalah pelajaran dari Habib Jakfar Alkaff Kudus tentang keikhlasan. Simak kisahnya di sini...
Orang tuanya tidak bekerja, serabutanlah, terus anak pertama dikirim ke pesantren Ploso, lho, kok rizqi jadi mudah. Anak kedua dipesantrenin lagi ke Sarang, malah tambah mudah rizqinya
Mudah-mudahan, dibalik kematian yang terjadi, setiap yang ditinggal hatinya berlapang dada dan diberi ketenangan serta kemenangan dengan kepergian orang tercinta dan yang meninggal telah membawa amal-amal kebajikan sebagai kemenangan yang membawa predikat diri sebagai hamba yang husnul khotimah. Amin ya Rabb.
Dikatakan bahwa seseorang yang telah sampai kepada orang yang alim dan duduk bersamanya tetapi dia tidak mampu menghafalakan ilmu, maka orang tersebut mendapatkan oleh Allah memuliakannya dengan enam kemuliaan yang lainnya
Di samping itu jangan bosan mengulang-ngulangnya walaupun kitabnya hanya satu. Sebab jika rajin mutholaah dengan berkah mu’allif, insya Alloh difutuh (dibuka) oleh Allah SWT
Kalau anda pernah mendengar kalimat di atas, kemungkinan besar anda dulu suka lihat serial Kera Sakti di TV. Itu adalah ucapan Biksu Tong Sam Cong yang terkenal. Kekosongan hati dari hal-hal buruk adalah tanda bahwa hati itu berisi hal-hal baik, dan begitu pula sebaliknya. Kira-kira begitu makna singkatnya.
Husein Manshur al Hallaj (w. 922 M) adalah tokoh sufi falsafi legendaries dan sangat fenomenal. Ia oleh sejumlah ulama fiqh dipandang sebagai seorang “kafir zindiq”.Setereotipe ini gara-gara ucapan-ucapannya yang mengandung unsur “pantheistik”, atau dalam bahasa Jawa dikenal sebagai “manunggaling kawula lan Gusti”
Hidup ini bukanlah pilihan-pilihan, ia adalah ketentukan. Semuanya ditentukan oleh Tuhan, walau setelahnya adalah bagaimana kita berikhtiyar dengan pilihan itu.
Di Dunia itu sebenarnya berdekatan, tak ada yang jauh, hanya kita saling berjahuan. Manusia yang ada di dunia satu darah, satu warna, darah merah. Semua dilahirkan dari rahim yang sama, Adam dan Hawwa'. Semuanya pernah dikandung (batn) kecuali Nabiyullah Adam dan Hawwa'.
Para ulama, pendahulu, dan guru kita para mubaligh berdakwah dengan baik dan bijak, mengajak tanpa menginjak, menasihati tanpa menyakiti, dan menunjukkan kebenaran tanpa merendahkan derajat kemanusiaan