Surga disediakan untuk orang-orang yang beriman dan berbuat baik, dari manapun berasal, berwarna kulit apapun, berjenis kelamin apapun dan dari keturunan siapapun.
Pada masa itu, terdapat salah seorang sahabat yang bernama Abu Dujanah. Setiap selesai menjalankan ibadah shalat Subuh berjamaah yang diimami oleh Rasulullah SAW, Abu Dujanah selalu terburu-buru pulang tanpa menunggu pembacaan doa yang dipanjatkan Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW kembali menatap pemuda tersebut dengan pandangan yang teduh dan senyum yang menentramkan hati, kemudian balik bertanya, "Wahai pemuda, apakah kamu pernah sakit, pernah dikhianati, dizalimi pernah tak enak hati, pernah gundah tanpa sebab yang pasti, pernah mendapat masalah yang besar?"
Andaikan di antara kita ada yang pernah memandang Habib Anis, niscaya dalam hati kita akan meyakini bahwa beliaulah hamba Allah yang sangat istiqomah dalam menapaki jejak datuk-datuknya sampai kepada Rasulullah SAW.
Sebagaimana dikutip dari channel Yotube Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi, dikatakan bahwa acara Haul Solo pertama kali digagas oleh Habib Alwi bin Ali, putra dari Habib Ali. Sedangkan Haul Solo itu sendiri tidak lain adalah acara Haul Habib Ali Al-Habsyi, penulis kitab Maulid Simtuddurar.
Karena keikhlasan dan ketulusan cinta pengarang Maulid Simtudduror, banyak yang merasa seakan orang yang membacanya mendapatkan satu ketenangan dan rasa rindu atau syauq yang mendalam pada Nabi Muhammad SAW.
Suatu hari, seseorang datang hendak berutang kepada Al-Habib Ali Al-Habsyi untuk pernikahan anaknya, setelah sebelumnya ditolak berutang oleh orang-orang kaya.
Diriwayatkan bahwa Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi (shohibu simtudduror), adalah seorang Wali Allah yang bisa mendengar suara tasbih (Subhanallah) dari barang-barang mati kepada Allah Swt.
Barangkali cukup banyak "wasiat" Mbah Sahal Mahfudz, Allahu yarham, lebih-lebih pesan secara implisit melalui tindakan (haliyah) beliau. Namun, setidaknya ada lima pesan atau wasiat penting dari beliau yang masih saya ingat.
KH. Maimoen Zubair selalu menekankan kepada para santrinya untuk mencari istri sholehah yang ahli riyadhoh (tirakat). Istri sholehah tidak cenderung "kedunyan" (tidak berorientasi dunia), tapi hanya menjadikan dunia sebagai wasilah (sarana) beribadah dan berjuang.