, ada pula sebagian ahli yang menyatakan bahwa nama Safar diambil dari nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu. Yakni penyakit safar yang bersarang di dalam perut, akibatnya dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya.
menepis anggapan Safar bulan sial, bahkan tidak baik untuk para lajang mengakhiri stutusnya di meja “pernikahan”. Dalam hal ini baginda Nabi juga melakukan pernikahan di bulan yang mulia ini.
Selanjutnya, ia memberikan contoh dengan menceritakan kejadian yang di alami oleh ayahanda nya, al Habib Ahmad bin Ali al-Athos. Ketika dalam kondisi sakit dan tubuhnya yang lemah lunglai dengan segepok obat yang baru saja dibelinya dari apotik
Uraian dari kitab tahkiknya ini awalnya adalah risalah Dukturah beliau yang diajukan ke Jami’ah Islamiyyah di Karachi Pakistan. Buku ini dicetak pertama kali oleh Dar Qutaibah di Beirut pada tahun 1996 dalam 15 Juz yang dikumpulkan dalam 10 Jilid besar
Beliau mengatakan, "aku ingin setiap jalan yang pernah aku lewati menyimpan jejak yang kelak akan menjadi saksi dan pembelaku di hari kiamat".
Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Rasulullah saw. juga bersabda: “Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa.” (HR. Bukhari)
Ada pula yang menyatakan bahwa nama Safar diambil dari nama suatu jenis penyakit sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Arab jahiliyah pada masa dulu, yakni penyakit safar yang bersarang di dalam perut, akibat dari adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya.
Kita telah mengetahui bersama bahwa bulan Safar merupakan bulan kedua setelah Muharam dalam kalendar Islam (Hijriyah) yang berdasarkan tahun Qamariyah (perkiraan bulan mengelilingi bumi). Safar artinya kosong. Dinamakan Safar karena dalam bulan ini orang-orang Arab dulu sering meninggalkan rumah untuk menyerang musuh. Banyak yang bilang kalo bulan Safar ini adalah bulan sial.
Kedua, Tragedi Ar Raji’. Pada tahun 3 H bulan Safar datanglah kepada Rasulullah kaum dari Bani ‘Adhal dan al-Qaarah dan menyatakan bahwa mereka masuk Islam.
Pada kesempatan lain Rasulullah bersabda, “Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa” (HR. Bukhari).