Di Yaman, tinggallah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni yang berpenyakit sopak. Karena penyakit itu tubuhnya menjadi belang-belang. Walaupun cacat tapi ia adalah pemuda yang saleh dan sangat berbakti kepada ibunya, seorang perempuan wanita tua yang lumpuh.
Suatu ketika, Kyai Jazuli memerintahkan salah seorang santri seniornya, Pak Zaid dari Blitar untuk mengajari Gus Miek ilmu alat (nahwu) yaitu Al-Jurumiyah. Setelah mendapat perintah tersebut Pak Zaid langsung menemui Gus Miek untuk memberitahukan tugas yang diberikan kepadanya
Jangan heran, jika ada orang bertamu ke rumah Habib Abdullah bin Muhammad Baharun. Hampir pasti tamu tersebut akan disuguhi hidangan yang nikmat, karena Abuya (panggilan khusus dari santri beliau) sangat menghormati tamunya (ikrom dluyuf).
Pagi-pagi sekali aku harus terbang dengan pesawat pertama ke Beijing untuk menghadiri rapat, padahal malamnya aku hanya tidur dua jam dan paginya belum sempat sarapan. Badan memang terasa kurang fit tapi semangatku untuk memenuhi janji tak menghalangiku untuk terbang.
Di usia 6 tahun, kakek Abah Luthfi tersebut pernah diambil oleh Nabi Khidzir dari abahnya, Habib Umar bin Yahya, selama 9 tahun, untuk dididik dan dibersihkan hatinya. Beliau kembali saat usia 15 tahun dan melanjutkan studi di Yaman.
Terdapat satu hadits yang bisa diambil hikmah di dalamnya, hadits tersebut popular dengan pemaknaan keadilan. Yaitu hadits yang menjelaskan ketika puteri (Fatimah) Nabi SAW mencuri, maka beliau sendiri yang akan memotong tangannya.
“Kopi adalah penghilang kesusahan pemuda, senikmat-nikmatnya keinginan bagi engkau yang sedang mencari ilmu. Kopi adalah minuman orang yang dekat pada Allah didalamnya ada kesembuhan bagi pencari hikmah diantara manusia.
Tidak ada satupun manusia di bumi ini yang tak lepas dari perbuatan dosa, baik itu disadari maupun tidak. Dan tak ada satu manusia pun manusia yang mengetahui apakah ia akan meninggal dalam keadaan husnul khotimah atau su’ul khotimah.
Salah satu ajaran moral KH. Muslim Rifa’i Imampura adalah “nguwongke uwong, gawe legane uwong”, arti ungkapan tersebut adalah memanusiakan manusia dan membuat orang lain merasa lega/senang.
Diibaratkan seperti seorang koki yang memiliki banyak pisau tajam namun tidak menggunakan satupun diantaranya, sehingga pisau yang ia miliki tidak memberi manfaat kepada pemiliknya.