Laduni.ID Jakarta - Salah satu pelajaran dasar akidah ahlussunnah wal jamaah adalah mengetahui dan meyakini bahwa para nabi dan rasul memiliki sifat jaiz
Laduni.ID Jakarta - Teringat waktu masih ndeprok mendengarkan pengajian oleh Mbah Yai Anshor di Jogja sekitar hampir dua puluh tahun lalu. Waktu itu Mbah Yai menceritakan kisah yang sangat indah.
“Saya hanya berserah diri kepada Allah malam ini terkonfirmasi tertular Virus Covid-19 setelah dinyatakan positif dari hasil Swab PCR,” tulis beliau di laman Facebook Pribadinya.
Lalu bagai mana dengan HP orang yang sudah meninggal? Mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya, bagaimana nasibnya HP orang yang sudah meninggal, apakah boleh membuka HP orang yang sudah meninggal, bagaimana hukumnya, dan sebagainya.
Nabi Uzair AS adalah seorang hamba Allah yang hidup pada jaman antara Nabi Shaleh AS dan Nabi Ibrahim AS, yaitu sekitar 5000 sampai dengan 4000 tahun sebelum masa Nabi Isa AS.
Suatu hari di Mekkah al-Mukarramah terjadi hujan yang sangat lebat, orang-orang yang beribadah disekitar Ka'bah berhamburan untuk ngalap berkah dari air hujan yang mengalir di pancuran Ka'bah.
Saat Syekh Izzuddin bin Abdussalam datang di Kairo, Syeikhul Madrasah al-Kamiliyah al-Hafizh al-Mundziri [penulis al-Targhib wat Tarhib] enggan berfatwa. Bagi beliau, setelah adanya Sulthanul Ulama maka otoritas fatwa langsung pindah ke tangannya.
“Dari Abu Hurairah, dia berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya: ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Rasul pun menjawab: ‘Ibumu’. ‘Lalu siapa lagi?’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ayahmu’.”
Seorang teman bertanya: “apakah hal tersebut juga terjadi dalam komunitas muslim?” Dengan redaksi lain: “Apakah semua orang yang beragama Islam juga berkeyakinan dan bertingkah laku sama atau berbeda-beda?”
Kiai Maemon Zubair pernah bercerita, bahwa Kiai Abdul Karim, pendiri dan pengasuh pertama pesantren Lirboyo Kediri, memiliki dua menantu adalan. Pertama, adalah Kiai Marzuqi Dahlan, kedua, adalah Kiai Mahrus Aly.