Laduni.ID Jakarta - Banyak orang yang mengenal Kyai Hamid dari segi kewaliannya, kezuhudannya, kewara'annya, kekaromahannya, dan lain sebagainya
Bagaimanapun kebenaran tetaplah mutlak sebuah kebenaran. Sedangkan perbuatan dan perkataan adalah dua amaliyyah taklifiyyah yang berbeda. Ketika perbuatannya salah maka bukan lantas perkataannya juga dianggap salah. Sehingga nasehat seorang pelacurpun itu tetap sebuah kebenaran. (Konsep Memahami Amaliyyah Menurut Kajian Ushul Fiqh)
Dikisahkan bahwa dahulu seorang ulama yang bernama Syekh Muhammad bin Abu Bakar Abbad ketika ada seorang keturunan Rasul yang masuk ke Kota Syibam di Negeri Yaman, meski beliau tidak mengetahui kedatangannya dan tidak mendengar kedatangannya, beliau berkata kepada pembantunya
Gus Dur tumbuh dan berkembang di masa kecilnya memang berpindah-pindah, Jombang-Jakarta. Karena sang ayah pernah menjadi Menteri Agama, sekaligus juga pernah menjadi Pengasuh Pesantren Tebuireng. KH. Abdurrahman Wahid lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil.
Saya teringat dawuh Gus Baha', "Orang yang banyak ngaji setidaknya dia mudah berbaik sangka kepada orang lain." Betul kata beliau, karena meskipun faktanya orang itu memang tidak tahu ilmunya, maka orang yang lebih banyak bacaannya tidak akan kaget, santai-santai saja, dia akan tetap berbaik sangka dan tak akan memprotesnya apalagi menilainya tidak sah.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu. Selain ilmu ada hal lain yang mendapatkan perhatian penting, yakni akhlak. Begitu pentingnya akhlak dalam agama hingga rasulullah Muhammad menyebut dirinya diutus Allah bukan untuk tujuan lain, melainkan untuk menyempurnakan akhlak.
Kisah ini kita dapatkan dari guru kita Syidi Syeikh Muhammad bin Ali Ba’atiyah, beliau dari gurunya Al Allamah Al Habib Abdullah bin Shodiq Al Habsyi, beliau dari gurunya Al Allamah Al Habib Abdullah bin Umar As Syatiri sekaligus beliau tokoh yang dimaksud dalam cerita ini.
Teruslah melangkah, selama engkau di jalan yang benar. Meski terkadang kebaikan tidak senantiasa di hargai.
“Ketika seseorang merasa sudah berkorban untuk orang lain misalnya orang tua merasa sudah banyak berkorban untuk anak atau anak merasa sudah banyak berkorban untuk orang tua atau suami lebih banyak berkorban daripada istri atau sebaliknya, sesungguhnya cinta mereka sudah luntur.”
Sore itu tiga anak muda berlari ke arah Stasiun Tanggul Jember dengan harapan supaya tidak tertinggal Kereta Api Jember- Surabaya. Usaha mereka sia-sia, karena ternyata Kereta Api telah meninggalkannya.