esimpulannya bahwa ini masalah khilafiyah: menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i disunahkan tidak memotong rambut dan kuku bagi orang yang berkurban, sampai selesai penyembelihan. Bila dia memotong kuku ataupun rambutnya sebelum penyembelihan dihukumi makruh
Memberikan daging lebih kepada panitia atau tim penyembelih dan yang membantunya atas nama hadiah atau sedekah atau sekedar kebaikan, menurut sebagian ulama’ diperbolehkan. Artinya memang harus dibedakan antara daging diberikan kepada orang-orang tersebut sebagai upah (ujroh) yang terlarang dengan sebagai hadiah atau sedekah yang diperbolehkan.
Dari Ali, ia berkata: "Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memerintahkan kepada saya untuk mengurusi Qurban beliau. Nabi memerintahkan untuk menyedekahkan dagingnya, kulitnya, dan tidak tidak memberikan ongkos jagal dari hewan Qurban. Kami memberi ongkos dari kami sendiri" (HR Muslim)
Maka tidak aneh jika di beberapa Lembaga Amil Zakat maupun perorangan memiliki program menyalurkan zakat ke tempat yang lebih membutuhkan. Misalnya sampai ke pelosok desa. Bagaimana pandangan Madzhab Syafi'i?
Terkadang orang tua ditarik iuran untuk Qurban. Jika sekolahnya besar maka menyembelih sapi. Jika tidak banyak biasanya menyembelih kambing. Gurunya berdalih adalah untuk melatih siswa dan dijadikan pelajaran praktek.
Ketika ulat-ulat tersebut dikumpulkan kemudian diperas / diproses jadi minyak goreng maka jelas hukumnya HARAM karena itu adalah bangkai.
Jadi jika mani sudah dianggap menjijikkan untuk ditelan menurut kaum yang memenuhi 5 kriteria di atas, maka hukum menelannya juga HARAM walaupun benda suci,
Menurut madzhab Hanafiyah hukum memakan daging kelamin kambing (hewan qurban) adalah makruh (halal dan boleh dimakan, tapi dianjurkan tidak dikonsumsi), begitu juga menurut al khottoby dalam kitab al majmu' hukumnya makruh.
Burung ababil termasuk jenis burung alap-alap, hukumnya haram dimakan berdasarkan hadits larangan membunuh alap-alap dan karena dagingnya buruk.