INFAK / SEDEKAH/ DONASI/ SUMBANGAN untuk LADUNI.ID
Seluruh dana yang terkumpul untuk operasional, pemeliharaan, dan pengembangan portal dakwah Islam ini
Syaikhona Kholil atau lebih dikenal dengan Mbah Kholil Bangkalan adalah sosok guru yang memberi isyarat kepada KH. Hasyim Asy'ari untuk mendirikan organisasi para ulama yang kemudian bernama Nahdlatul Ulama.
Kisah-kisah di balik layar seperti itu mungkin tidak banyak diterima oleh orang lain. Namun, bagi masyarakat Islam kalangan Nahdliyin adalah sebuah isyarat akan perjuangan lahir batin para ulama dalam mendukung konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berperan aktif di dalamnya.
Konteks Indonesia, salah satu penyebar Islam yang penting adalah para ulama dan wali, khususnya Walisongo di Tanah Jawa. Mereka (Walisongo) merupakan sembilan ulama yang menyebarkan Islam dengan penuh kearifan, moderat, penuh nilai toleransi dan kedamaian.
Hasil penyebaran Islam tahap awal selanjutnya dimantapkan dengan proses pemahaman dan pengamalan ajaran Islam, antara lain melalui jalur pendidikan yang kemudian dikenal dengan istilah pondok pesantren.
"Moloekatan" adalah istilah yang sering dipakai Gus Miek saat mengobrol bersama Mbah Gus Robert dan Mbah Dahnan Trenggalek. Moloekatan adalah bahasa kuno yang artinya adalah ibadah tirakat sederhana namun cepat terbentuknya, suluk pengikat dan pengangkat masalah problemat dunia dan akhirat.
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari adalah seorang yang tenang, sabar, dan tidak keburu nafsu. Menghadapi segala permasalahan dengan dada yang lapang dan tidak terseret perasaan. Karena itu beliau mampu memecahkan masalah-masalah berat sekalipun dalam situasi yang sulit dengan pemecahan yang tepat.
Majalah Islam Soeara Moeslimin Indonesia edisi 2 Dzulhijjah 1362 atau 30 November 1943 halaman 4 memuat tulisan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.
Buka Luwur adalah sebuah tradisi yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari peringatan Haul Mbah Mutamakkin di Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Tulisan ini berdasar sanad yang saya dengar langsung dari Mbah KH. Mudhoffar Fathurrohman Kalinyamat, Mbah KH. Sya'roni Ahmadi Kudus saat mengajar Tafsir Jalalain.
Dalam kitab I’anatut Tholibin dikisahkan setelah 40 hari diombang-ambingkan dalam banjir besar dan badai tanpa henti. Kapal yang ditumpangi Kanjeng Nabi Nuh AS berhasil mendarat dengan selamat di Bukit Judi pada hari 'Asyuro.